Labuan Bajo (ANTARA) - Desa Pagomogo di Kabupaten Nagekeo, NTT memanfaatkan Rp37 juta dari Rp1,1 miliar dana desa tahun anggaran 2022 untuk menangani masalah  stunting yang dialami oleh 45 bayi/balita.

"Desa Pagomogo merupakan desa dengan kasus stunting tertinggi di Kecamatan Nangaroro. Dari 56 anak, ada 45 anak stunting tahun ini," kata Sekretaris Desa Marsianus Sale ketika dihubungi dari Labuan Bajo, Jumat, (6/5).

Anggaran sebesar Rp37 juta terbagi dalam dua jenis intervensi. Pertama, dana Rp31 juta yang dialokasi untuk intervensi pemberian makanan tambahan (PMT) berupa susu dan telur bagi 45 anak. Berikutnya, dana Rp6 juta yang difokuskan pada persoalan ibu hamil.

Marsianus mengatakan desa memang mengalokasikan dana untuk PMT setiap tahun. Pada tahun 2021, desa menggunakan Rp24 juta dari Rp1,3 miliar untuk penanganan masalah kekerdilan pada 44 anak termasuk ibu hamil. Kini, dana sebesar Rp37 juta juga digunakan untuk hal serupa. Pelayanan kesehatan untuk 45 anak tersebut akan dilakukan terpusat di Pondok Bersalin Desa (Polindes).

Menurut dia butuh kerja keras semua pihak untuk menurunkan jumlah kasus hingga Agustus 2022. Apalagi pengetahuan masyarakat tentang masalah kesehatan khususnya kekerdilan masih rendah. Masyarakat masih menganggap kekerdilan merupakan hasil genetik sehingga tidak menjadi suatu masalah bagi tumbuh kembang anak.

Namun, pemerintah desa terus memberikan edukasi bersama bidan desa dan petugas gizi. Kini, pemberian susu dan telur akan dilakukan setiap dua minggu sekali, dari sebelumnya sebulan sekali.

Selain intervensi anggaran untuk PMT, Pemerintah Desa Pagomogo di Kecamatan Nangaroro juga memberi stimulan dana sebesar Rp1,5 juta ke masing-masing kelompok dasa wisma dalam rangka menurunkan angka kekerdilan. Stimulan dana itu diberikan untuk membuat kebun keluarga sehat.

Bidan Desa Pagomogo Elfin Paa menjelaskan tingginya angka kekerdilan di Desa Pagomogo disebabkan rendahnya masyarakat menjaga pola makan yang sehat. Hasil studi kasus yang dilakukan bidan desa dan petugas gizi menunjukkan bahwa masyarakat masih rendah mengonsumsi makanan mengandung protein.

Dari hasil evaluasi selama ini, pemberian PMT setiap bulan kepada anak yang mengalami kekerdilan sangat tidak efektif. Dia menilai pemberian rangsangan untuk meningkatkan pertumbuhan anak harus dilakukan dua minggu sekali. Oleh karena itu bidan desa bekerja sama dengan petugas gizi dari Puskesmas Nangaroro untuk pengadaan susu dan telur sebagai rangsangan pertumbuhan anak.

Baca juga: IBI dorong peran bidan atasi masalah kekerdilan

Baca juga: DPRD NTT minta penanganan stunting menyentuh akar masalah

"Solusinya harus tingkatkan melalui pemberian susu dan telur," kata Elfin menegaskan.

Pewarta : Fransiska Mariana Nuka
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024