Kupang (ANTARA) - Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki populasi ternak cukup besar, utamanya sapi yang diperkirakan mencapai lebih satu juta ekor, kini mulai siaga  mengantisipasi  penularan penyakit mulut dan kuku (PMK) yang dapat menyerang ternak di provinsi kepulauan ini.

"NTT dalam posisi siaga satu dalam mengantisipasi penularan penyakit mulut dan kuku pada ternak. Hal itu dilakukan karena NTT merupakan daerah yang memiliki populasi ternak yang sangat besar," kata Kepala Bidang kesehatan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner Dinas Kesehatan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Drh Melky Angsar di Kupang, Minggu, (15/5).

Data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) NTT pada 2021 jumlah populasi ternak sapi di daerah tersebut sekitar 1,25 juta ekor. Populasi itu di luar kerbau, kuda, kambing dan babi.

Menurut Melky Angsar, sejak tahun 1990 Indonesia sudah dinyatakan bebas dari PMK sesuai keputusan dari organisasi dunia untuk kesehatan hewan (OIE), namun pada Mei 2022 ditemukan adanya kasus PMK di Provinsi Jawa Timur dan Aceh.

Ia mengatakan, Dinas Peternakan Provinsi NTT telah melakukan kordinasi dengan semua kabupaten/kota untuk melakukan berbagai upaya pencegahan terjadinya penularan PMK.

Salah satu bentuk pencegahan masuknya kasus PMK di NTT dengan melakukan larangan terhadap masuknya ternak dari luar daerah seperti sapi, kerbau, babi, domba, kambing, termasuk produk ikutannya seperti daging, kulit dan susu ke NTT guna mencegah masuknya virus penyakit PMK.

Pemerintah NTT juga membentuk satgas penanggulangan penularan PMK pada ternak yang melibatkan pihak karantina, TNI/Polri, Satpol PP, Perhubungan Laut dan Bea dan Cukai, demikian Melky Angsar.

Baca juga: Kupang perketat pengawasan ternak cegah penularan PMK

Baca juga: Gubernur keluarkan larangan masuk ternak ke NTT

Pewarta : Benediktus Sridin Sulu Jahang
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024