Kupang (AntaraNews NTT) - Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat, harga gabah di tingkat petani naik dalam tiga bulan berturut-turut, yakni mulai dari Juni Rp4.600/kg, Juli Rp4.800/kg, dan Agustus Rp5.000/kg.
"Kenaikan harga ini akibat selesainya musim panen petani di NTT yang rata-rata memiliki sawah tadah hujan yang hanya sekali panen dalam satu musim tanam saja," kata Kepala BPS Provinsi NTT Maritje Pattiwaellapea di Kupang, Jumat (7/9).
Ia mengatakan, beberapa daerah setempat juga sedang mengalami musim tanam kedua sehingga stok gabah petani di lapangan sudah mulai berkurang.
Sementara itu, lanjutnya, kondisi harga gabah di tingkat penggilingan tercatat bervariasi dari Mei sebesar Rp5.020/kg, menurun pada Juni menjadi Rp4.850/kg. Tetapi, pada Juli justru mengalami kenaikan menjadi Rp4.900/kg dan Agustus Rp4.950/kg.
"Kita berharap petani bisa nyaman dengan harga gabah ini. Kalau misalnya mengalami penurunan yah berdampak juga pada produksinya," katanya.
Baca juga: Harga gabah di tingkat penggilingan turun
Sementara harga beras di tingkat penggilingan dari sisi kadar air atau broken-nya, semua mengalami kenaikan harga dari Juli ke Agustus di antaranya beras medium dari Rp9.550/kg menjadi Rp10.000/kg. Beras premium dari Rp9.350 menjadi Rp9.600/kg, dan beras kualitas rendah dari Rp8.000/kg menjadi Rp9.350/kg.
"Tapi dari sisi indeks harga, beras tidak mempengaruhi kondisi inflasi di Agustus 2018. Kami hanya mencatat indeks harga konsumen pada Agustus mencapai sebesar 132,15 persen atau mengalami deflasi 0,45 persen," katanya menjelaskan.
Kelompok pengeluaran yang memiliki kontribusi paling besar terhadap deflasi di provinsi setempat yakni bahan makanan sebesar 2,56 persen.
Ia menyebut, sejumlah komoditi yang mengalami penurunan harga terutama daging ayam ras sebesar 0,15 persen, sayur kangkung 0,12 persen, ikan kembung 0,10 persen, dan cabai rawit 0,10 persen.
Selain itu, deflasi juga tejadi pada kelompok perumahan, air, listik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,26 persen, kelompok sandang 0,15 persen, dan makanan jadi 0,01 persen.
Baca juga: Serapan gabah hanya 4.000 ton
"Kenaikan harga ini akibat selesainya musim panen petani di NTT yang rata-rata memiliki sawah tadah hujan yang hanya sekali panen dalam satu musim tanam saja," kata Kepala BPS Provinsi NTT Maritje Pattiwaellapea di Kupang, Jumat (7/9).
Ia mengatakan, beberapa daerah setempat juga sedang mengalami musim tanam kedua sehingga stok gabah petani di lapangan sudah mulai berkurang.
Sementara itu, lanjutnya, kondisi harga gabah di tingkat penggilingan tercatat bervariasi dari Mei sebesar Rp5.020/kg, menurun pada Juni menjadi Rp4.850/kg. Tetapi, pada Juli justru mengalami kenaikan menjadi Rp4.900/kg dan Agustus Rp4.950/kg.
"Kita berharap petani bisa nyaman dengan harga gabah ini. Kalau misalnya mengalami penurunan yah berdampak juga pada produksinya," katanya.
Baca juga: Harga gabah di tingkat penggilingan turun
Sementara harga beras di tingkat penggilingan dari sisi kadar air atau broken-nya, semua mengalami kenaikan harga dari Juli ke Agustus di antaranya beras medium dari Rp9.550/kg menjadi Rp10.000/kg. Beras premium dari Rp9.350 menjadi Rp9.600/kg, dan beras kualitas rendah dari Rp8.000/kg menjadi Rp9.350/kg.
"Tapi dari sisi indeks harga, beras tidak mempengaruhi kondisi inflasi di Agustus 2018. Kami hanya mencatat indeks harga konsumen pada Agustus mencapai sebesar 132,15 persen atau mengalami deflasi 0,45 persen," katanya menjelaskan.
Kelompok pengeluaran yang memiliki kontribusi paling besar terhadap deflasi di provinsi setempat yakni bahan makanan sebesar 2,56 persen.
Ia menyebut, sejumlah komoditi yang mengalami penurunan harga terutama daging ayam ras sebesar 0,15 persen, sayur kangkung 0,12 persen, ikan kembung 0,10 persen, dan cabai rawit 0,10 persen.
Selain itu, deflasi juga tejadi pada kelompok perumahan, air, listik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,26 persen, kelompok sandang 0,15 persen, dan makanan jadi 0,01 persen.
Baca juga: Serapan gabah hanya 4.000 ton