Kupang (AntaraNews NTT) - Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Provinsi Nusa Tenggara Timur dr Husein Pancratius mengharapkan pemerintahan baru di bawah komando Viktor Laiskodat perlu memberikan perhatian serius terhadap upaya pencegahan penyebaran virus HIV/AIDS di daerah ini.
"Pemerintahan baru bersama semua elemen masyarakat lainnya harus menaruh perhatian pada masalah kesehatan, khususnya persoalan HIV/AIDS yang sudah membunuh ratusan orang NTT," kata mantan Direktur RSUD Prof Dr WZ Johannes Kupang itu kepada wartawan di Kupang, Jumat (21/9).
Menurut mantan Kepala Dinas Sosial NTT itu, kasus HIV/AIDS tetap saja "membunuh" rakyat NTT, karena tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan tes darah guna mengetahui ada tidaknya penyeberan virus mematikan itu dalam tubuhnya.
Mantan penjabat Bupati Flores Timur itu menambahkan, kendala lain yang dihadapi dalam upaya menanggulangi penyebaran virus mematikan itu adalah soal dana yang sangat terbatas untuk mendukung upaya pencegahan.
Menurut dia, jika masalah ini tidak diatasi maka akan membuat NTT kehilangan sebagian generasi penerus (loss generation), karena mereka yang sudah tertular menjadi beban masyarakat dan mengurangi produktifitas kerja.
Baca juga: Bupati Sikka: ASN berpeluang sebarkan virus HIV/AIDS
Baca juga: 5.000 Penderita HIV/AIDS Ada di NTT
Sementara itu, Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS NTT, Gusti Brewon mengatakan sampai sejauh ini sudah tercatat sebanyak 103 orang NTT meninggal dunia akibat terserang virus HIV/AIDS selama kurun waktu 1997 hingga Mei 2018.
Korban meninggal terbanyak terdapat di Kota Kupang yakni 28 orang, disusul Kabupaten Belu, wilayah yang berbatasan dengan negara Timor Timur sebanyak 21 orang dan Sikka 15 orang.
Sedang, jumlah kasus HIV dan AIDS di NTT saat ini tercatat 378 kasus terdiri dari 208 kasus HIV dan 170 kasus AIDS. "Dari jumlah kasus tersebut, tercatat 103 penderita di antaranya telah meninggal dunia," kata Brewon.
Kasus HIV dan AIDS di NTT, pertama kali ditemukan di Kabupaten Flores Timur dari salah seorang warga setempat yang baru pulang merantau dari negeri jiran Malaysia pada tahun 1997.
"Pemerintahan baru bersama semua elemen masyarakat lainnya harus menaruh perhatian pada masalah kesehatan, khususnya persoalan HIV/AIDS yang sudah membunuh ratusan orang NTT," kata mantan Direktur RSUD Prof Dr WZ Johannes Kupang itu kepada wartawan di Kupang, Jumat (21/9).
Menurut mantan Kepala Dinas Sosial NTT itu, kasus HIV/AIDS tetap saja "membunuh" rakyat NTT, karena tidak ada kesadaran masyarakat untuk melakukan tes darah guna mengetahui ada tidaknya penyeberan virus mematikan itu dalam tubuhnya.
Mantan penjabat Bupati Flores Timur itu menambahkan, kendala lain yang dihadapi dalam upaya menanggulangi penyebaran virus mematikan itu adalah soal dana yang sangat terbatas untuk mendukung upaya pencegahan.
Menurut dia, jika masalah ini tidak diatasi maka akan membuat NTT kehilangan sebagian generasi penerus (loss generation), karena mereka yang sudah tertular menjadi beban masyarakat dan mengurangi produktifitas kerja.
Baca juga: Bupati Sikka: ASN berpeluang sebarkan virus HIV/AIDS
Baca juga: 5.000 Penderita HIV/AIDS Ada di NTT
Sementara itu, Pengelola Program Komisi Penanggulangan AIDS NTT, Gusti Brewon mengatakan sampai sejauh ini sudah tercatat sebanyak 103 orang NTT meninggal dunia akibat terserang virus HIV/AIDS selama kurun waktu 1997 hingga Mei 2018.
Korban meninggal terbanyak terdapat di Kota Kupang yakni 28 orang, disusul Kabupaten Belu, wilayah yang berbatasan dengan negara Timor Timur sebanyak 21 orang dan Sikka 15 orang.
Sedang, jumlah kasus HIV dan AIDS di NTT saat ini tercatat 378 kasus terdiri dari 208 kasus HIV dan 170 kasus AIDS. "Dari jumlah kasus tersebut, tercatat 103 penderita di antaranya telah meninggal dunia," kata Brewon.
Kasus HIV dan AIDS di NTT, pertama kali ditemukan di Kabupaten Flores Timur dari salah seorang warga setempat yang baru pulang merantau dari negeri jiran Malaysia pada tahun 1997.