Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat ekonomi Dr James Adam menyarankan Pemerintah Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, agar mengatur seluruh petani rumput laut di daerah itu dan menata daya tawar mereka dalam satu organisasi berbadan hukum.
"Organisasi ini penting agar para petani memiliki posisi tawar yang baik dalam memasarkan hasil produksi mereka," kata anggota International Fund for Agricultural Development (IFAD) Untuk Program Pemberdayaan Ekonomi di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (25/9).
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan fluktuasi harga rumput laut di salah satu pulau terdepan nusantara itu yang meresahkan petani, karena adanya permainan harga oleh pedagang.
Selain para petani memiliki posisi tawar, kata James Adam, pemerintah juga bisa mengatur dan mengontrol mereka dengan lebih baik karena berada dalam satu wadah organisasi yang berbadan hukum.
"Sekarang pemerintah tidak bisa mengontrol, apalagi mengendalikan harga rumput laut di pasaran karena para petani masih bekerja sendiri-sendiri. Begitupun dalam memasarkan hasil produksi, sehingga harganya sangat ditentukan oleh mekanisme pasar," katanya.
Baca juga: Pemerintah tidak berwenang mengatur harga rumput laut
Sebelumnya, Wakil Bupati Sabu Raijua Nikodemis Rihi Heke mengingatkan para pengusaha untuk tidak mempermainkan harga rumput laut di wilayah itu.
Peringatan kepada pengusaha itu menyusul banyaknya permintaan rumput laut hasil produksi nelayan daerah itu dari Makasar maupun Surabaya, karena pabrik pengolahan rumput laut belum beroperasi kembali.
"Saat ini harga rumput laut dijual dengan Rp20.000/kg. Harga ini cukup baik dan diharapkan tetap bertahan karena merosotnya harga di pasaran bisa berdampak buruk terhadap semangat para petani untuk mengembangkan tanaman emas hijau tersebut," kata Nikodemus.
Dia mengatakan, pemerintah sangat memahami bahwa dalam dunia perdagangan tentu ada usaha-usaha untuk mencari keuntungan yang lebih besar, tetapi jangan sampai menyusahkan rakyat.
Baca juga: Nikodemus: Jangan permainkan harga rumput laut
"Organisasi ini penting agar para petani memiliki posisi tawar yang baik dalam memasarkan hasil produksi mereka," kata anggota International Fund for Agricultural Development (IFAD) Untuk Program Pemberdayaan Ekonomi di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Selasa (25/9).
Dia mengemukakan hal itu berkaitan dengan fluktuasi harga rumput laut di salah satu pulau terdepan nusantara itu yang meresahkan petani, karena adanya permainan harga oleh pedagang.
Selain para petani memiliki posisi tawar, kata James Adam, pemerintah juga bisa mengatur dan mengontrol mereka dengan lebih baik karena berada dalam satu wadah organisasi yang berbadan hukum.
"Sekarang pemerintah tidak bisa mengontrol, apalagi mengendalikan harga rumput laut di pasaran karena para petani masih bekerja sendiri-sendiri. Begitupun dalam memasarkan hasil produksi, sehingga harganya sangat ditentukan oleh mekanisme pasar," katanya.
Baca juga: Pemerintah tidak berwenang mengatur harga rumput laut
Sebelumnya, Wakil Bupati Sabu Raijua Nikodemis Rihi Heke mengingatkan para pengusaha untuk tidak mempermainkan harga rumput laut di wilayah itu.
Peringatan kepada pengusaha itu menyusul banyaknya permintaan rumput laut hasil produksi nelayan daerah itu dari Makasar maupun Surabaya, karena pabrik pengolahan rumput laut belum beroperasi kembali.
"Saat ini harga rumput laut dijual dengan Rp20.000/kg. Harga ini cukup baik dan diharapkan tetap bertahan karena merosotnya harga di pasaran bisa berdampak buruk terhadap semangat para petani untuk mengembangkan tanaman emas hijau tersebut," kata Nikodemus.
Dia mengatakan, pemerintah sangat memahami bahwa dalam dunia perdagangan tentu ada usaha-usaha untuk mencari keuntungan yang lebih besar, tetapi jangan sampai menyusahkan rakyat.
Baca juga: Nikodemus: Jangan permainkan harga rumput laut