Jakarta (ANTARA) - Bank Indonesia perlu menaikkan suku bunga acuan setidaknya 50 basis poin (bps) sampai akhir tahun 2022 untuk mengantisipasi inflasi, kata Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad.
“Mau tidak mau, Bank Indonesia harus memperketat likuiditas dengan meningkatkan suku bunga acuan paling tidak 50 bps. Bank sentral Amerika Serikat The Fed sudah menaikkan suku bunga sampai 100 bps, biasanya kita hanya separuhnya dengan konsekuensi pertumbuhan ekonomi agak melambat,” katanya kepada Antara di Jakarta, Senin, (18/7/2022).
Bank Indonesia masih mempertahankan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 3,50 persen, tetapi telah menaikkan Giro Wajib Minimum (GWM) Rupiah sekitar 6,0 persen sampai 7,5 persen mulai 1 Juli 2022.
“Kenaikan GWM sudah berjalan hampir tiga bulan, tetapi tetap tidak bisa menahan laju uang beredar yang juga menjadi penyebab inflasi,” katanya.
Sementara itu, pemerintah telah berupaya menahan laju inflasi dengan menambah anggaran untuk subsidi energi hingga Rp349,9 triliun agar masyarakat tidak terdampak langsung oleh kenaikan harga energi secara internasional.
“Pemerintah juga perlu terus memastikan ketersediaan barang pokok, meski harganya relatif mahal, misalnya untuk produk pangan impor seperti kedelai, sapi, bawang putih, gandum, dan gula,” katanya.
Tauhid memperkirakan inflasi yang mencapai 3,19 persen secara year to date pada Juli 2022 akan menjadi sekitar 6,5 persen sampai akhir tahun.
Baca juga: Artikel - Mencermati dampak naiknya suku bunga Fed ke Indonesia
Baca juga: Kata BI: Utang luar negeri Indonesia Februari sebesar 416,3 miliar dolar AS
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Indef sebut BI perlu naikkan suku bunga untuk antisipasi inflasi