Kupang (ANTARA) - Korem 161/Wirasakti Kupang bersama PT Moringa Wira Nusa setiap bulan menyerap 36 ton daun kelor basah dari masyarakat yang tersebar di 36 lokasi pengolahan daun kelor di Nusa Tenggara Timur. 

Direktur PT. Moringa Wira Nusa sekaligus Founder Dapur Kelor Dudi Krisnadi kepada wartawan di Kupang, Sabtu, (20/8/2022) mengatakan bahwa 36 ton daun kelor basah itu terserap dari para petani maupun rumah tangga yang memiliki pohon kelor baik yang ditanam di pekarangan maupun yang mempunyai kebun budidaya. 

"Dari warga kami beli dengan harga Rp5 ribu per kilogram untuk daun basah, " katanya. 

Ia mengatakan bahwa pihaknya sudah bekerja sama dengan Korem 161/Wirasakti Kupang yang memiliki struktur organisasi hingga ke desa-desa di NTT yang mana sentra atau lokasinya itu berada di Kodim dan juga di koramil-koramil di wilayah hukum Korem 161/Wirasakti Kupang. 

Dudi mengatakan bahwa pola penyerapan kelor sendiri dimulai dari Koramil,  setelah Koramil mendapatkan daun kelor basah dengan memanfaatkan Babinsa,  Dapur Kelor kemudian membelinya dari Koramil namun dalam keadaan kering. 

"Sentra produksi yang ada di Koramil, bahannya diambil dari masyarakat melalui Babinsa. Babinsa menghimpun kelor dari warga dengan harga Rp5000 per kilogram. Kelor yang dikumpulkan itu kemudian diolah di sentra produksi kelor yang ada di koramil-Koramil sebelum dijual ke Dapur Kelor," ujar dia. 

Tak hanya dari Koramil,  pihaknya juga menyerapnya 14  petani mitra yang merupakan binaan Dekranasda NTT di wilayah NTT. 

Ia menambahkan bahwa setelah membeli serbuk kering dari sentra pengolahan serbuk tersebut akan di clearing ulang menggunakan mesin khusus untuk menghilangkn berbagai bakteri-bakteri. Setelah itu pihaknya mengembalikan serbuk tersebut ke sentra pengolahan untuk dibuatkan produk yang siap dilepas ke pasaran.

Kini ujar dia,  kelor yang diserap dan dalam bentuk serbuk sebagian dibuat untuk celup kelor dengan kapasitas  1.440.000 kantong. Pekerja yang bekerja setiap kantong diberi upah Rp250 per kantong. 

"Mereka hanya isi serbuk ke dalam kantong celup. Jika diakumulasi dari 1.440.000 kantong dikalikan dengan Rp250 maka menghasilkan  perputaran uang sebesar Rp360 juta per bulan," katanya.

Dengan gambaran itu kata dia , program Kelorisasi yang digaungkan oleh Gubernur NTT telah membawa dampak ekonomi bagi petani dan para pelaku UMKM. 

Dudi  menyebutkan, pada bulan Juli 2022, kelor yang berhasil diproduksi sudah mencapai 3,8 ton kering. Jumlah ini lebih tinggi dari beberapa bulan sebelumnya. 

Dari jumlah ini, tambah Dudi, Dapur Kelor sudah bisa memenuhi kebutuhan akan Kelor bagi 16.000 jiwa. Atas alasan itu, Dudi mengungkapkan bahwa Dapur Kelor belum ada niat untuk  mengekspor hasil produksi kelor yang ada. 

"Kita menargetkan, mulai bulan September nanti produksi Kelor kita bisa mencapai minimum 7,2 ton per bulan," tambah dia. 

Namun ujar dia,  target tersebut dapat tercapai jika  peralatan produksi di 36 sentra produksi sudah didistribusikan ke sentra-sentra produksi yang ada dan semuanya beroperasi. .

Ia berharap, masyarakat lebih termotivasi untuk memanfaatkan lahan kosong yang dimiliki dengan menanam Kelor, sesuai dengan arahan Gubernur Laiskodat di awal kepemimpinannya.

"Saat ini, masyarakat yang ikut arahan Gubernur di awal-awal kepemimpinannya dulu, merekalah yang menikmati hasilnya kini," pungkas Didi.

Dudi berharap, ke depan produksi Kelor bisa lebih meningkat lagi karena selain punya nilai ekonomis, Kelor juga sangat efektif untuk memberantas stunting.

Baca juga: Artikel - Kelor "Mutiara Hijau" dari NTT yang mendunia lewat Sherpa G20

Baca juga: PLN tanam 2.000 bibit kelor dukung program pemprov NTT

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024