Kupang (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Nusa Tenggara Timur mendorong agar daerah-daerah kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI) di NTT dilengkapi dengan fasilitas Kantor Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) untuk memudahkan dalam mengurus dokumen ketenagakerjaan.
"Daerah-daerah yang jadi kantong PMI di NTT seperti Kabupaten Flores Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, itu memang sudah harus dilengkapi LTSA oleh pemerintah daerah untuk meminimalisir munculnya PMI ilegal," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton ketika dikonfirmasi di Kupang, Senin, (29/8/2022).
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan upaya mengantisipasi munculnya PMI ilegal melalui pembenahan pelayanan publik di NTT.
Beda Daton mengatakan keberadaan pelayanan ini sangat penting untuk memudahkan para calon PMI dalam mengurus berbagai dokumen untuk bekerja secara legal di luar negeri.
Di dalam LTSA, kata dia semua instansi teknis yang berurusan dengan PMI seperti bidang kesehatan, kependudukan, paspor, dan lainnya berada di satu tempat sehingga pengguna layanan bisa mengakses semua jenis layanan secara cepat.
"Namun kita di NTT saat ini Kantor LTSA baru ada di Kota Kupang dan di Sumba Barat Daya tetapi saya amati operasional belum terlalu dilaksanakan," katanya.
"Jadi ini kendala yang kita alami. Kita di NTT itu, Kantor Imigrasi saja baru ada di Kota Kupang, Atambua, Maumere, dan Labuan Bajod sehingga jadi soal tersendiri," katanya.
Di sisi lain, kata dia, sejumlah Balai Latihan Kerja (BLK) Luar Negeri di NTT juga berada di Kota Kupang sehingga menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat di daerah-daerah di provinsi bercirikan kepulauan ini.
Beda Daton mengatakan, keterbatasan fasilitas pendukung ini yang membuka peluang adanya PMI ilegal karena untuk bekerja secara ilegal membutuhkan tenaga dan biaya yang cukup untuk melengkapi dokumen yang dipersyaratkan.
Masyarakat, kata dia kemudian memilih berangkat ke luar negeri dengan mengurus paspor di wilayah perbatasan negara dengan tujuan berkunjung atau berwisata namun tidak kembali lagi ke Indonesia sehingga keberadaan mereka di luar negeri berstatus ilegal.
Beda Daton menambahkan pemerintah daerah di NTT perlu terus meningkatkan pelayanan kepada PMI menjadi lebih mudah, murah, cepat sehingga masyarakat lebih memilih yang prosedural atau legal untuk bekerja di luar negeri.
Baca juga: BP2MI ingatkan warga NTT bekerja di luar negeri melalui jalur legal
Baca juga: Komisi V DPRD NTT dorong percepatan digitalisasi layanan calon PMI
"Daerah-daerah yang jadi kantong PMI di NTT seperti Kabupaten Flores Timur, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Malaka, itu memang sudah harus dilengkapi LTSA oleh pemerintah daerah untuk meminimalisir munculnya PMI ilegal," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan NTT Darius Beda Daton ketika dikonfirmasi di Kupang, Senin, (29/8/2022).
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan upaya mengantisipasi munculnya PMI ilegal melalui pembenahan pelayanan publik di NTT.
Beda Daton mengatakan keberadaan pelayanan ini sangat penting untuk memudahkan para calon PMI dalam mengurus berbagai dokumen untuk bekerja secara legal di luar negeri.
Di dalam LTSA, kata dia semua instansi teknis yang berurusan dengan PMI seperti bidang kesehatan, kependudukan, paspor, dan lainnya berada di satu tempat sehingga pengguna layanan bisa mengakses semua jenis layanan secara cepat.
"Namun kita di NTT saat ini Kantor LTSA baru ada di Kota Kupang dan di Sumba Barat Daya tetapi saya amati operasional belum terlalu dilaksanakan," katanya.
"Jadi ini kendala yang kita alami. Kita di NTT itu, Kantor Imigrasi saja baru ada di Kota Kupang, Atambua, Maumere, dan Labuan Bajod sehingga jadi soal tersendiri," katanya.
Di sisi lain, kata dia, sejumlah Balai Latihan Kerja (BLK) Luar Negeri di NTT juga berada di Kota Kupang sehingga menjadi kendala tersendiri bagi masyarakat di daerah-daerah di provinsi bercirikan kepulauan ini.
Beda Daton mengatakan, keterbatasan fasilitas pendukung ini yang membuka peluang adanya PMI ilegal karena untuk bekerja secara ilegal membutuhkan tenaga dan biaya yang cukup untuk melengkapi dokumen yang dipersyaratkan.
Masyarakat, kata dia kemudian memilih berangkat ke luar negeri dengan mengurus paspor di wilayah perbatasan negara dengan tujuan berkunjung atau berwisata namun tidak kembali lagi ke Indonesia sehingga keberadaan mereka di luar negeri berstatus ilegal.
Beda Daton menambahkan pemerintah daerah di NTT perlu terus meningkatkan pelayanan kepada PMI menjadi lebih mudah, murah, cepat sehingga masyarakat lebih memilih yang prosedural atau legal untuk bekerja di luar negeri.
Baca juga: BP2MI ingatkan warga NTT bekerja di luar negeri melalui jalur legal
Baca juga: Komisi V DPRD NTT dorong percepatan digitalisasi layanan calon PMI