Bondowoso (ANTARA) - Jenderal TNI Andika Perkasa akan memasuki pensiun sebagai prajurit pada Desember 2022. Sesuai tanggal lahir, 21 Desember 1964, jenderal berbintang empat itu akan memasuki usia 58 tahun. Dengan demikian, maka masa jabatannya sebagai Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) juga akan berakhir.
Terkait hampir pensiunnya Jenderal Andika, kini, mulai ramai diperbincangkan, siapa yang akan menggantikan perwira tinggi yang lama berkarir di satuan baret merah, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD itu.
Sesuai aturan, calon Panglima TNI yang akan diajukan oleh Presiden kepada DPR untuk diuji dalam hal kompetensinya adalah perwira tinggi yang pernah menduduki kepala staf angkatan dan belum memasuki masa pensiun.
Dengan ketentuan itu, maka yang berpeluang dipilih oleh Presiden Joko Widodo saat ini adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (AL) Laksamana TNI Yudo Margono dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal TNI Fadjar Prasetya.
Untuk melihat peluang ketiga perwira tinggi itu akan dipilih oleh Presiden Joko Widodo, dapat menggunakan sejumlah parameter, yakni usia para kandidat dan sistem bergilir antarangkatan.
Dari sisi umur, ketiganya memiliki peluang yang sama, karena hingga Desember 2022 masih memiliki waktu aktif antara satu hingga dua tahun. Jenderal Dudung Abdurachman, lahir pada 19 November 1965 atau berusia 57 tahun, Laksamana Yudo Margono lahir 26 November 1965 atau berusia 57 tahun dan Marsekal Fadjar Prasetyo lahir 9 April 1966 atau berusia 56 tahun.
Marsekal Fadjar Prasetyo adalah calon yang usia aktifnya paling lama, sekitar dua tahun. Meskipun ketiganya berbeda usia, namun mereka sama-sama merupakan lulusan Akademi TNI angkatan tahun 1988.
Sementara dari sisi sistem bergiliran antarangkatan, jika saat ini Panglima TNI dijabat oleh perwira tinggi dari Angkatan Darat, maka pada periode selanjutnya adalah peluang bagi perwira tinggi dari TNI Angkatan Laut atau TNI Angkatan Udara. Hanya saja, Panglima TNI sebelum Jenderal Andika Perkasa sudah dijabat dari TNI AU, yakni Marsekal Hadi Tjahjanto. Hadi Tjahjanto, setelah pensiun dari TNI, dipilih menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Melihat semua itu, maka yang berpeluang besar untuk dipilih oleh Jokowi adalah Laksamana TNI Yudo Margono, perwira tinggi dari korps pelaut yang pernah menjabat Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I ini.
Meskipun demikian, Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia, memiliki hak prerogatif untuk menentukan siapa yang akan dipilih untuk memimpin tentara dari tiga matra itu.
Selain itu, dalam sejarah di Era Reformasi, Panglima TNI berturut-turut dijabat oleh perwira TNI AD pernah terjadi, yakni saat Jenderal Moeldoko digantikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo.
Siapapun yang terpilih, tidak akan mempengaruhi sistem yang sudah mapan kuat di lingkungan TNI. TNI akan selalu solid dalam menjalankan tugasnya untuk bangsa ini, baik dalam rangka operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
ABRI dan TNI
Peralihan kepemimpinan nasional dari Era Orde Baru ke Era Reformasi mengubah berbagai tatanan kenegaraan, termasuk di dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sebelumnya bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Saat Orde Baru, nama pemimpin di lingkungan militer adalah Panglima ABRI atau akrab dengan sebutan Pangab. Pada era itu, Kepolisian Republik Indonesia berada dalam satu institusi dengan TNI dan Panglima ABRI selalu dijabat oleh perwira tinggi dari TNI Angkatan Darat.
Pada Tahun 1999, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian dari ABRI. Sejak itu, Polri yang sebelumnya di bawah Mabes ABRI ditempatkan di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam).
Pada masa Presiden KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur, pucuk pemimpin TNI dipercayakan kepada perwira bukan dari Angkatan Darat, yakni dengan diangkatnya Laksamana TNI Widodo Ahmad Sucipto sebagai Panglima TNI. Widodo AS adalah perwira TNI Angkatan Laut yang pertama dipercaya memimpin institusi TNI. Sebelumnya, saat masih era Presiden BJ Habibie, Widodo AS menjabat sebagai Wakil Panglima TNI bersama Panglima TNI saat itu Jenderal Wiranto.
Baca juga: Artikel - Pasrah ataukah melawan ketika bertemu begal
Laksamana Widodo AS menjabat Panglima TNI dari 26 Oktober 1999 hingga 7 Juni 2002. Setelah itu Panglima TNI kembali dijabat oleh TNI AD, yakni Jenderal Endriartono Sutarto (7 Juni 2002 hingga 13 Februari 2006). Kemudian beralih ke perwira TNI Angkatan Udara, yakni Marsekal TNI Djoko Suyanto (13 Februari 2006 hingga 28 Desember 2007) dan kembali ke TNI AD saat dijabat oleh Jenderal TNI Djoko Santoso (28 Desember 2007 hingga 28 September 2010).
Baca juga: Artikel - Kebijakan PSE bukti penegakan hukum dan kedaulatan digital Indonesia
Untuk kedua kalinya perwira tinggi TNI AL dipercaya menjadi Panglima TNI, yakni Laksamana Agus Suhartono (28 September 2010 hingga 30 Agustus 2013). Perwira TNI AD kembali beturut-turut memimpin TNI, yakni Jenderal Moeldoko (30 Agustus 2013 hingga 8 Juli 2015) dan dilanjutkan Jenderal Gatot Nurmantyo (8 Juli 2015 hingga 8 Desember 2017).
Baca juga: Artikel - Di balik pertemuan monumental Presiden Jokowi dan Xi Jinping
Kemudian Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menjabat 8 Desember 2017 hingga 17 November 2021 dan Jenderal TNI Andika Perkasa menjabat dari 17 November 2021 hingga saat ini.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Membaca siapa calon Panglima TNI
Terkait hampir pensiunnya Jenderal Andika, kini, mulai ramai diperbincangkan, siapa yang akan menggantikan perwira tinggi yang lama berkarir di satuan baret merah, Komando Pasukan Khusus (Kopassus) TNI AD itu.
Sesuai aturan, calon Panglima TNI yang akan diajukan oleh Presiden kepada DPR untuk diuji dalam hal kompetensinya adalah perwira tinggi yang pernah menduduki kepala staf angkatan dan belum memasuki masa pensiun.
Dengan ketentuan itu, maka yang berpeluang dipilih oleh Presiden Joko Widodo saat ini adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (AL) Laksamana TNI Yudo Margono dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU) Marsekal TNI Fadjar Prasetya.
Untuk melihat peluang ketiga perwira tinggi itu akan dipilih oleh Presiden Joko Widodo, dapat menggunakan sejumlah parameter, yakni usia para kandidat dan sistem bergilir antarangkatan.
Dari sisi umur, ketiganya memiliki peluang yang sama, karena hingga Desember 2022 masih memiliki waktu aktif antara satu hingga dua tahun. Jenderal Dudung Abdurachman, lahir pada 19 November 1965 atau berusia 57 tahun, Laksamana Yudo Margono lahir 26 November 1965 atau berusia 57 tahun dan Marsekal Fadjar Prasetyo lahir 9 April 1966 atau berusia 56 tahun.
Marsekal Fadjar Prasetyo adalah calon yang usia aktifnya paling lama, sekitar dua tahun. Meskipun ketiganya berbeda usia, namun mereka sama-sama merupakan lulusan Akademi TNI angkatan tahun 1988.
Sementara dari sisi sistem bergiliran antarangkatan, jika saat ini Panglima TNI dijabat oleh perwira tinggi dari Angkatan Darat, maka pada periode selanjutnya adalah peluang bagi perwira tinggi dari TNI Angkatan Laut atau TNI Angkatan Udara. Hanya saja, Panglima TNI sebelum Jenderal Andika Perkasa sudah dijabat dari TNI AU, yakni Marsekal Hadi Tjahjanto. Hadi Tjahjanto, setelah pensiun dari TNI, dipilih menjadi Menteri Agraria dan Tata Ruang Indonesia/Kepala Badan Pertanahan Nasional.
Melihat semua itu, maka yang berpeluang besar untuk dipilih oleh Jokowi adalah Laksamana TNI Yudo Margono, perwira tinggi dari korps pelaut yang pernah menjabat Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I ini.
Meskipun demikian, Presiden sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Perang Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam UUD Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia, memiliki hak prerogatif untuk menentukan siapa yang akan dipilih untuk memimpin tentara dari tiga matra itu.
Selain itu, dalam sejarah di Era Reformasi, Panglima TNI berturut-turut dijabat oleh perwira TNI AD pernah terjadi, yakni saat Jenderal Moeldoko digantikan oleh Jenderal Gatot Nurmantyo.
Siapapun yang terpilih, tidak akan mempengaruhi sistem yang sudah mapan kuat di lingkungan TNI. TNI akan selalu solid dalam menjalankan tugasnya untuk bangsa ini, baik dalam rangka operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang.
ABRI dan TNI
Peralihan kepemimpinan nasional dari Era Orde Baru ke Era Reformasi mengubah berbagai tatanan kenegaraan, termasuk di dalam Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sebelumnya bernama Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Saat Orde Baru, nama pemimpin di lingkungan militer adalah Panglima ABRI atau akrab dengan sebutan Pangab. Pada era itu, Kepolisian Republik Indonesia berada dalam satu institusi dengan TNI dan Panglima ABRI selalu dijabat oleh perwira tinggi dari TNI Angkatan Darat.
Pada Tahun 1999, Presiden BJ Habibie mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 1999 tentang Langkah-langkah Kebijakan dalam Rangka Pemisahan Kepolisian dari ABRI. Sejak itu, Polri yang sebelumnya di bawah Mabes ABRI ditempatkan di bawah Departemen Pertahanan dan Keamanan (Dephankam).
Pada masa Presiden KH Abdurahman Wahid alias Gus Dur, pucuk pemimpin TNI dipercayakan kepada perwira bukan dari Angkatan Darat, yakni dengan diangkatnya Laksamana TNI Widodo Ahmad Sucipto sebagai Panglima TNI. Widodo AS adalah perwira TNI Angkatan Laut yang pertama dipercaya memimpin institusi TNI. Sebelumnya, saat masih era Presiden BJ Habibie, Widodo AS menjabat sebagai Wakil Panglima TNI bersama Panglima TNI saat itu Jenderal Wiranto.
Baca juga: Artikel - Pasrah ataukah melawan ketika bertemu begal
Laksamana Widodo AS menjabat Panglima TNI dari 26 Oktober 1999 hingga 7 Juni 2002. Setelah itu Panglima TNI kembali dijabat oleh TNI AD, yakni Jenderal Endriartono Sutarto (7 Juni 2002 hingga 13 Februari 2006). Kemudian beralih ke perwira TNI Angkatan Udara, yakni Marsekal TNI Djoko Suyanto (13 Februari 2006 hingga 28 Desember 2007) dan kembali ke TNI AD saat dijabat oleh Jenderal TNI Djoko Santoso (28 Desember 2007 hingga 28 September 2010).
Baca juga: Artikel - Kebijakan PSE bukti penegakan hukum dan kedaulatan digital Indonesia
Untuk kedua kalinya perwira tinggi TNI AL dipercaya menjadi Panglima TNI, yakni Laksamana Agus Suhartono (28 September 2010 hingga 30 Agustus 2013). Perwira TNI AD kembali beturut-turut memimpin TNI, yakni Jenderal Moeldoko (30 Agustus 2013 hingga 8 Juli 2015) dan dilanjutkan Jenderal Gatot Nurmantyo (8 Juli 2015 hingga 8 Desember 2017).
Baca juga: Artikel - Di balik pertemuan monumental Presiden Jokowi dan Xi Jinping
Kemudian Marsekal TNI Hadi Tjahjanto menjabat 8 Desember 2017 hingga 17 November 2021 dan Jenderal TNI Andika Perkasa menjabat dari 17 November 2021 hingga saat ini.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Membaca siapa calon Panglima TNI