Kupang (ANTARA) - Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) mengemukkan rekomendasi terakit tenaga non-Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pertemuan bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas
Pemerintah Pusat agar mengeluarkan kebijakan penundaan penghapusan tenaga non-ASN atau honorer di instansi Pemerintahan Daerah sampai dengan selesainya rangkaian Pemilu Serentak tahun 2024," kata Ketua UMUM APkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan keterangan yang diterima di Kupang, Selasa (13/9).
Rekomendasi kedua, kata dia usulan revisi terhadap ketentuan Pasal 99 ayat (1) PP 49 Tahun 2018 di mana perlu diberikan waktu yang cukup untuk penyesuaian kebijakan pemberhentian pegawai/tenaga honorer.
Pengurangan tenaga honorer agar disesuaikan dengan alokasi formasi CPNS dan P3K yang ditetapkan oleh Kementerian PANRB setiap tahunnya.
Sutan Riska melanjutkan, “Poin ketiga perlu adanya kebijakan afirmasi bagi eks tenaga honorer di mana masa kerja tenaga honorer menjadi faktor penentu dan diberikan bobot atau nilai besar pada seleksi masukan CPNS dan P3K,” katanya.
Keempat, masih menurut Sutan, perlu adanya evaluasi kebijakan pemberlakuan tes/seleksi masuk dengan menggunakan CAT (Computer Asisted Test) dan pemberlakukan passing grade perlu ditinjau kembali, mengingat hampir sebagian besar tenaga honorer tidak memiliki kapasitas yang memadai dalam penggunaan komputer dan cenderung kalah bersaing dengan lulusan baru perguruan tinggi. Serta, penggunaan metode tes tertulis dengan tingkat kesulitan soal disesuaikan dengan kondisi daerah.
Hal lain yang menjadi butir rekomendasi usulan Apkasi, terang Sutan Riska lagi, yakni perlu ada pemilahan atas jabatan-jabatan yang memerlukan kemampuan analisis dan jabatan-jabatan tertentu yang berhubungan dengan penggunaan fisik, misal pemadam kebakaran, Polisi Pamang Praja dan jabatan sejenisnya, yang mana penggunaan passing grade agar ditiadakan saja.
Lebih lanjut Sutan Riska memberikan apresiasi atas kebijakan Pemerintah Pusat untuk segera menyelesaikan tenaga honorer yang telah bekerja di lingkungan instansi pemerintah sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasca pemberlakukan Undang-Undan 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja menegaskan bahwa ASN hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan PPPK.
Dalam PP tersebut, kata dia masa kerja honorer dibatasi hingga tahun 2023 dan ini artinya praktis instansi pemerintah dan pemerintah daerah tidak diperbolehkan lagi mengangkat tenaga honorer.
Ia mengaku sepakat bahwa hal ini merupakan bagian dari langkah strategis untuk membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen.
“Namun demikian, kebijakan tersebut menimbulkan reaksi yang berbeda, di mana hampir sebagian besar daerah menganggap kebijakan tersebut akan berdampak luas," katanya.
Keresahan di kalangan pegawai honorer, lanjut Sutan Riska yakni kejelasan nasib mereka ke depannya. Ia menyebut, karena penyelesaian tenaga honorer pasca pengelompokan honorer daerah menjadi Honorer Kategori (K1) dan Honorer Kategori II (K2) sampai saat ini belum juga terselesaikan.
Padalah mereka sudah bekerja terus menerus guna peningkatan pelayanan pendidikan, pelayan kesehatan, dan bidang strategis lainnya, terutama di sebagian wilayah perbatasan dan wilayah terpencil yang tidak diminati oleh ASN pada umumnya.
“Sebagian besar tenaga honorer ditugaskan di garda terdepan untuk pelayanan kepada masyarakat, seperti guru, tenaga kesehatan, Satpol PP, pemadam kebakaran, dinas perhubungan dan lain sebagainya. Kebijakan penghapusan tenaga honorer yang jumlahnya kurang lebih 400.000 orang akan berdampak pada penambahan angka pengangguran yang berpotensi menambah angka kemiskinan dan memicu masalah sosial lainnya," katanya.
Sutan Riska menambahkan agar pengangkatan jabatan-jabatan atau jenis pekerjaan yang tidak diisi melalui formasi ASN sepertai cleaning sevice, sopir atau pengemudi, penjaga kantor tidak dilakukan secara outsourcing, namun diserahkan kewenangan pengangkatannya kepada kepala daerah atau pejabat di bawahnya sesuai dengan kebutuhannya.
Di samping itu, perlu ada kebijakan afirmasi, di mana tenaga honorer sebagai tenaga pengajar dan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah perbatasan, terpencil dan tidak diminati, hendaknya tidak diberhentikan sebagai honorer dan justru bila diperlukan diangkat langsung menjadi ASN.
Terkait formasi CPNS tertentu bidang pendidikan, kesehatan dan strategis lainnya yang dapat diisi oleh lulusan perguruan tinggi lokal, Apkasi menyarankan agar tidak dibuka pelamarannya secara terbuka.
“Dengan strategi tersebut, formasi tersebut tidak diisi dari pelamar umum atau dari luar daerah. Kebijakan ini guna menyediakan ruang yang cukup bagi putra daerah untuk berperan aktif dalam pembangunan di daerahnya," katanya.
Menteri PAN RB Azwar Anas pun menanggapi dan menegaskan bahwa semua usulan Apkasi sudah dicatat dalam forum pertemuan tersebut untuk ditindaklanjuti dan dijadikan pertimbangan.
Ia mengatakan, Kementerian PANRB saat ini tengah mendorong masing-masing instansi pemerintah untuk mempercepat proses mapping, validasi data, dan menyiapkan roadmap penyelesaian tenaga non-ASN.
Azwar Anas menegaskan persoalan ini adalah masalah bersama dan bukan hanya masalah yang diselesaikan oleh satu atau dua instansi. Azwar Anas pun meminta pemahaman bersama bahwa pertemuan kali ini bertujuan untuk menampung masukan dari kepala daerah, serta menyamakan persepsi terhadap penyelesaian tenaga non-ASN.
Azwar Anas pun mengingatkan, bahwa bahwa kita tidak boleh melupakan gambaran besar strategi jangka panjang di mana tujuan utama dari penataan sumber daya manusia (SDM) ini ialah menyiapkan Indonesia untuk menjadi 4 kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2050 mendatang.
Visi besar itu tidak hanya bergantung pada kekuatan industri dalam negeri, tetapi juga kesiapan SDM aparaturnya. “Kami sangat berterima kasih kepada APPSI, Apkasi, dan Apeksi yang terus bersama kami mengurai masalah ini,” jelasnya.
Azwar Anas pun meminta kepada Apkasi, dan asosiasi pemda lainnya untuk menyiapkan tim perumus yang akan duduk bersama dengan tim dari Kementerian PANRB untuk segera mencari jalan keluar terbaik atas persoalan tenaga non ASN.
Ia menambahkan, saat ini, pemerintah merancang kebijakan afirmatif bagi tenaga pendidik.
"Namun pemerintah tidak akan menutup mata dengan tenaga non-ASN pada sektor lain seperti kesehatan, dan lain sebagainya. Penyelesaian akan dilakukan secara bertahap dan tepat sasaran," katanya.
Pemerintah Pusat agar mengeluarkan kebijakan penundaan penghapusan tenaga non-ASN atau honorer di instansi Pemerintahan Daerah sampai dengan selesainya rangkaian Pemilu Serentak tahun 2024," kata Ketua UMUM APkasi Sutan Riska Tuanku Kerajaan keterangan yang diterima di Kupang, Selasa (13/9).
Rekomendasi kedua, kata dia usulan revisi terhadap ketentuan Pasal 99 ayat (1) PP 49 Tahun 2018 di mana perlu diberikan waktu yang cukup untuk penyesuaian kebijakan pemberhentian pegawai/tenaga honorer.
Pengurangan tenaga honorer agar disesuaikan dengan alokasi formasi CPNS dan P3K yang ditetapkan oleh Kementerian PANRB setiap tahunnya.
Sutan Riska melanjutkan, “Poin ketiga perlu adanya kebijakan afirmasi bagi eks tenaga honorer di mana masa kerja tenaga honorer menjadi faktor penentu dan diberikan bobot atau nilai besar pada seleksi masukan CPNS dan P3K,” katanya.
Keempat, masih menurut Sutan, perlu adanya evaluasi kebijakan pemberlakuan tes/seleksi masuk dengan menggunakan CAT (Computer Asisted Test) dan pemberlakukan passing grade perlu ditinjau kembali, mengingat hampir sebagian besar tenaga honorer tidak memiliki kapasitas yang memadai dalam penggunaan komputer dan cenderung kalah bersaing dengan lulusan baru perguruan tinggi. Serta, penggunaan metode tes tertulis dengan tingkat kesulitan soal disesuaikan dengan kondisi daerah.
Hal lain yang menjadi butir rekomendasi usulan Apkasi, terang Sutan Riska lagi, yakni perlu ada pemilahan atas jabatan-jabatan yang memerlukan kemampuan analisis dan jabatan-jabatan tertentu yang berhubungan dengan penggunaan fisik, misal pemadam kebakaran, Polisi Pamang Praja dan jabatan sejenisnya, yang mana penggunaan passing grade agar ditiadakan saja.
Lebih lanjut Sutan Riska memberikan apresiasi atas kebijakan Pemerintah Pusat untuk segera menyelesaikan tenaga honorer yang telah bekerja di lingkungan instansi pemerintah sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer sebagai Pegawai Negeri Sipil.
Pasca pemberlakukan Undang-Undan 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja menegaskan bahwa ASN hanya terdiri dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan PPPK.
Dalam PP tersebut, kata dia masa kerja honorer dibatasi hingga tahun 2023 dan ini artinya praktis instansi pemerintah dan pemerintah daerah tidak diperbolehkan lagi mengangkat tenaga honorer.
Ia mengaku sepakat bahwa hal ini merupakan bagian dari langkah strategis untuk membangun SDM ASN yang lebih profesional dan sejahtera serta memperjelas aturan dalam rekrutmen.
“Namun demikian, kebijakan tersebut menimbulkan reaksi yang berbeda, di mana hampir sebagian besar daerah menganggap kebijakan tersebut akan berdampak luas," katanya.
Keresahan di kalangan pegawai honorer, lanjut Sutan Riska yakni kejelasan nasib mereka ke depannya. Ia menyebut, karena penyelesaian tenaga honorer pasca pengelompokan honorer daerah menjadi Honorer Kategori (K1) dan Honorer Kategori II (K2) sampai saat ini belum juga terselesaikan.
Padalah mereka sudah bekerja terus menerus guna peningkatan pelayanan pendidikan, pelayan kesehatan, dan bidang strategis lainnya, terutama di sebagian wilayah perbatasan dan wilayah terpencil yang tidak diminati oleh ASN pada umumnya.
“Sebagian besar tenaga honorer ditugaskan di garda terdepan untuk pelayanan kepada masyarakat, seperti guru, tenaga kesehatan, Satpol PP, pemadam kebakaran, dinas perhubungan dan lain sebagainya. Kebijakan penghapusan tenaga honorer yang jumlahnya kurang lebih 400.000 orang akan berdampak pada penambahan angka pengangguran yang berpotensi menambah angka kemiskinan dan memicu masalah sosial lainnya," katanya.
Sutan Riska menambahkan agar pengangkatan jabatan-jabatan atau jenis pekerjaan yang tidak diisi melalui formasi ASN sepertai cleaning sevice, sopir atau pengemudi, penjaga kantor tidak dilakukan secara outsourcing, namun diserahkan kewenangan pengangkatannya kepada kepala daerah atau pejabat di bawahnya sesuai dengan kebutuhannya.
Di samping itu, perlu ada kebijakan afirmasi, di mana tenaga honorer sebagai tenaga pengajar dan tenaga kesehatan yang bertugas di wilayah perbatasan, terpencil dan tidak diminati, hendaknya tidak diberhentikan sebagai honorer dan justru bila diperlukan diangkat langsung menjadi ASN.
Terkait formasi CPNS tertentu bidang pendidikan, kesehatan dan strategis lainnya yang dapat diisi oleh lulusan perguruan tinggi lokal, Apkasi menyarankan agar tidak dibuka pelamarannya secara terbuka.
“Dengan strategi tersebut, formasi tersebut tidak diisi dari pelamar umum atau dari luar daerah. Kebijakan ini guna menyediakan ruang yang cukup bagi putra daerah untuk berperan aktif dalam pembangunan di daerahnya," katanya.
Menteri PAN RB Azwar Anas pun menanggapi dan menegaskan bahwa semua usulan Apkasi sudah dicatat dalam forum pertemuan tersebut untuk ditindaklanjuti dan dijadikan pertimbangan.
Ia mengatakan, Kementerian PANRB saat ini tengah mendorong masing-masing instansi pemerintah untuk mempercepat proses mapping, validasi data, dan menyiapkan roadmap penyelesaian tenaga non-ASN.
Azwar Anas menegaskan persoalan ini adalah masalah bersama dan bukan hanya masalah yang diselesaikan oleh satu atau dua instansi. Azwar Anas pun meminta pemahaman bersama bahwa pertemuan kali ini bertujuan untuk menampung masukan dari kepala daerah, serta menyamakan persepsi terhadap penyelesaian tenaga non-ASN.
Azwar Anas pun mengingatkan, bahwa bahwa kita tidak boleh melupakan gambaran besar strategi jangka panjang di mana tujuan utama dari penataan sumber daya manusia (SDM) ini ialah menyiapkan Indonesia untuk menjadi 4 kekuatan ekonomi dunia pada tahun 2050 mendatang.
Visi besar itu tidak hanya bergantung pada kekuatan industri dalam negeri, tetapi juga kesiapan SDM aparaturnya. “Kami sangat berterima kasih kepada APPSI, Apkasi, dan Apeksi yang terus bersama kami mengurai masalah ini,” jelasnya.
Azwar Anas pun meminta kepada Apkasi, dan asosiasi pemda lainnya untuk menyiapkan tim perumus yang akan duduk bersama dengan tim dari Kementerian PANRB untuk segera mencari jalan keluar terbaik atas persoalan tenaga non ASN.
Ia menambahkan, saat ini, pemerintah merancang kebijakan afirmatif bagi tenaga pendidik.
"Namun pemerintah tidak akan menutup mata dengan tenaga non-ASN pada sektor lain seperti kesehatan, dan lain sebagainya. Penyelesaian akan dilakukan secara bertahap dan tepat sasaran," katanya.