Kupang (ANTARA) - Kepala Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kupang, Nusa Tenggara Timur, Badarudin menyebutkan ada tiga orang warga binaan pemasyarakatan atau narapidana dengan vonis hukuman mati yang ditahan di lembaga tersebut.
"Dari sekitar 480-an WBP (warga binaan pemasyarakatan) yang ada di sini, terdapat tiga WBP yang divonis hukuman mati," katanya kepada wartawan di Kupang, Senin, (6/5/2024).
Dia mengatakan bahwa tiga orang napi tersebut divonis hukuman mati karena melakukan pembunuhan. Salah satu yang divonis mati adalah kasus pembunuhan ibu dan anak di Kota Kupang.
Namun, kata Kalapas, dari tiga orang tersebut, satu orang telah diusulkan untuk mendapatkan grasi dari Presiden Joko Widodo, namun pastinya prosesnya lama.
Pengusulan grasi tersebut ujar dia sudah dilakukan sejak tahun 2022 lalu, namun hingga saat ini belum juga terealisasi.
"Grasi itu diusulkan dengan melihat perilaku WBP selama ditahan, siapa tahu saja, grasi tersebut disetujui presiden sehingga mengubah hukumannya dari hukuman mati menjadi hukuman seumur hidup," tambahnya.
Dia menambahkan selain WBP yang dihukum mati, ada pula WBP yang divonis hukuman seumur hidup.
"Untuk yang divonis seumur hidup ada delapan orang dan kasusnya sama yakni kasus pembunuhan juga," tambah dia.
Namun, dari delapan orang yang divonis hukuman seumur hidup itu enam orang dilaporkan telah diusulkan untuk menerima grasi dari presiden.
Baca juga: KemenkumHam: 234 WBP di NTT terima remisi khusus Lebaran 2024
Baca juga: WBP di Lapas Atambua panen ribuan ekor ayam broiler
Baca juga: Wagub NTT minta WBP jadikan rutan tempat refleksi
Badarudin menjelaskan bahwa berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 2023 disebutkan bahwa WBP yang divonis hukuman mati dalam waktu 10 tahun berkelakuan baik maka bisa diubah hukumannya.
"Tetapi UU tersebut masih berproses dan belum berlaku," ujarnya.