Artikel - Mengikis politik identitas dalam Pilkada NTT
Hal tersebut tidak dapat dimungkiri karena merupakan sesuatu yang given,
Kupang (ANTARA) - Pemungutan suara pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 kini tinggal menghitung hari. Masa kampanye pun tinggal tersisa hingga 23 November.
Tak ketinggalan, masyarakat di Nusa Tengara Timur (NTT) juga akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur untuk memimpin provinsi berbasis kepulauan itu untuk 5 tahun ke depan (2024--2029).
Saat ini ada tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT bersama timnya masing-masing tengah berjuang untuk merebut hati 3.988.372 pemilih yang akan menyalurkan hak suaranya di 9.866 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 3.442 desa dan kelurahan, 315 kecamatan, dan 22 kabupaten/kota pada 27 November 2024.
Ketiga pasangan calon itu adalah Melkiades Laka Lena-Johni Asadoma. Pasangan ini diusung gabungan 11 partai politik. Inilah koalisi terbesar yang hampir ekuivalen dengan Koalisi Indonesia Maju yang menghantar Prabowo Subianto menjadi presiden pada Pilpres 2024.
Koalisi itu terdiri dari Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, PSI, Perindo, PPP, Gelora, PKN, Garuda, dan Prima. Keberadaan partai berbasis massa Islam, seperti PAN, PPP, dan Gelora, menjadi salah satu kekuatan untuk mendongkrak suara.
Lalu duet calon Simon Petrus Kamlasi-Adrianus Geru. Pasangan ini didukung Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Koalisi ini sama persis dengan bangunan koalisi di level nasional yang menjadi kendaraan bagi calon presiden Anies Rasyid Baswedan dalam Pilpres 2024.
Baca juga: Artikel- Menyoal netralitas ASN dalam Pilkada 2024
Kemudian pasangan calon Yohanis Ansy Lema-Jane Natalia Suryanto yang didukung tiga partai politik yakni PDI-Perjuangan, Hanura, dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Melihat konfigurasi dari ketiga pasangan calon yakni Ansy Lema-Jane Natalia Suryanto, Melki Laka Lena-Jhoni Asadoma dan Simon Petrus Kamlasi-Ande Garu tergambar bahwa Pilkada 2024 ini merupakan pertarungan sesama politikus.
Jika kita menggunakan parameter geopolitik untuk menjelaskan basis dukungan dari tiga pasangan calon ini, maka dua calon gubernur dari Pulau Flores dan satu calon gubernur dari Pulau Timor.
Aspek geopolitik
Di NTT terdapat tiga pulau besar, yakni Pulau Flores dan Lembata serta Pulau Timor dan Pulau Sumba atau lazim disebut Flobamora.
Pulau Flores yang terbentang dari Timur di Kabupaten Flores Timur hingga ujung barat di Kabupaten Manggarai Barat terdiri atas sembilan kabupaten dengan jumlah pemilih terbesar yakni mencapai 1.676.495 pemilih atau sekitar 42,01 persen dari 3.988.372 pemilih.
Sementara, Pulau Timur yang meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu dan Malaka dengan jumlah pemilih 1.395.930 atau 35 persen dari total pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT.
Pulau Sumba, mulai dari Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, hingga Sumba Barat Daya dengan jumlah pemilih 592.472 atau 14,8 persen dari DPT.
Aspek geopolitik ini telah memantik isu politik identitas yang sulit terhindarkan pada setiap momentum pesta demokrasi 5 tahunan di NTT.
Oleh karena itu, mengikis warisan politik masa lalu menjadi keniscayaan. Langkah ini dilakukan demi menghadirkan pilkada yang lebih sehat dengan mengajak rakyat memilih pasangan calon (paslon) yang menawarkan program peningkatan kesejahteraan.
Pada Pilkada 2024 ini terdapat dua calon gubernur dari Pulau Flores, bahkan berasal dari satu kabupaten, yakni Kabupaten Ende, dan satu dari Pulau Timor.
Baca juga: Artikel - Bayang-bayang kiamat Romo Martin kala erupsi Lewotobi
Maka dilihat dari ikatan geografis, Pilkada 2024 ini merupakan pertarungan dua lawan satu atau sebaliknya satu lawan dua.
Dalam konteks ini maka aspek geopolitik paling mungkin digunakan oleh lawan politik untuk meramu sentimen politik antarwilayah.
"Hal tersebut tidak dapat dimungkiri karena merupakan sesuatu yang given," kata Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang.
Namun demikian, dalam politik demokrasi modern, politik simbolik tidak selalu inheren dengan kemauan politik rakyat karena banyak kasus politik lokal membuktikan hal itu, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri pada pilkada-pilkada sebelumnya.
Persoalan yang menjadi atensi publik saat ini adalah justru pada visi, misi, dan program pasangan calon dalam membangun daerah.
Jika parameter ini menjadi dasar pilihan, maka tergantung persepsi publik terhadap apa yang ditawarkan oleh pasangan calon dalam masa kampanye pemilihan.
Dari ketiga pasangan calon yang bertarung saat ini, memiliki ide untuk NTT masa depan secara konseptual sangat bagus karena berbasis pada mengatasi problem empirik.
Gagasan-gagasan para calon tersebut muncul dari respons mereka terhadap persoalan yang dihadapi oleh rakyat NTT, seperti masalah kemiskinan, pengangguran, masalah air bersih, kesehatan, dan problem kesejahteraan lainnya.
Oleh karena itu, jika dipetakan berdasarkan tipikal pemilih, maka preferensi pemilih tradisional menengah ke bawah cenderung menggunakan pertimbangan kedekatan atau kesamaan identitas yang digerakkan oleh sentimen emosional.
Sementara itu, pemilih kelas menengah ke atas dan terdidik cenderung menggunakan preferensi visi, misi, dan program karena mereka lebih rasional dalam memilih paslon.
Berembut suara muslim
Dari tiga pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT saat ini, memang tak ada satu pun yang berlatar belakang Islam. Lalu, bagaimana peluang para pasang calon di kantong-kantong muslim?
Diperkirakan 7--8 persen pemilih di NTT berlatar belakang agama Islam dari total keseluruhan 3.988.372 pemilih yang tersebar di 22 kabupaten/kota.
Pemilih Islam ada di semua kabupaten/kota. Populasi pemilih yang cukup menonjol ada di Ende, Flores Timur, Lembata, Alor, Timor Tengah Selatan, Kota Kupang, dan Manggarai Barat.
Ada dua partai politik bernuansa Islam di NTT yakni PKB dan PKS, yang punya basis militan.
Basis Islam kini menjadi target yang diperebutkan. Mesin partai, kerja sukarelawan, dan ketokohan calon pemimpin NTT pada 5 tahun ke depan sangat menentukan ke mana arah dukungan pemilih muslim.
Bagaimana hasilnya? Tunggu saja ke manakah suara pemilih muslim yang tersebar di provinsi berbasis kepulauan itu akan berlabuh pada hari pemungutan suara pada 27 November 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengikis politik identitas dalam Pilkada NTT
Tak ketinggalan, masyarakat di Nusa Tengara Timur (NTT) juga akan memilih Gubernur dan Wakil Gubernur untuk memimpin provinsi berbasis kepulauan itu untuk 5 tahun ke depan (2024--2029).
Saat ini ada tiga pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT bersama timnya masing-masing tengah berjuang untuk merebut hati 3.988.372 pemilih yang akan menyalurkan hak suaranya di 9.866 tempat pemungutan suara (TPS) yang tersebar di 3.442 desa dan kelurahan, 315 kecamatan, dan 22 kabupaten/kota pada 27 November 2024.
Ketiga pasangan calon itu adalah Melkiades Laka Lena-Johni Asadoma. Pasangan ini diusung gabungan 11 partai politik. Inilah koalisi terbesar yang hampir ekuivalen dengan Koalisi Indonesia Maju yang menghantar Prabowo Subianto menjadi presiden pada Pilpres 2024.
Koalisi itu terdiri dari Golkar, Gerindra, PAN, Demokrat, PSI, Perindo, PPP, Gelora, PKN, Garuda, dan Prima. Keberadaan partai berbasis massa Islam, seperti PAN, PPP, dan Gelora, menjadi salah satu kekuatan untuk mendongkrak suara.
Lalu duet calon Simon Petrus Kamlasi-Adrianus Geru. Pasangan ini didukung Partai Nasdem, PKB, dan PKS. Koalisi ini sama persis dengan bangunan koalisi di level nasional yang menjadi kendaraan bagi calon presiden Anies Rasyid Baswedan dalam Pilpres 2024.
Baca juga: Artikel- Menyoal netralitas ASN dalam Pilkada 2024
Kemudian pasangan calon Yohanis Ansy Lema-Jane Natalia Suryanto yang didukung tiga partai politik yakni PDI-Perjuangan, Hanura, dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Melihat konfigurasi dari ketiga pasangan calon yakni Ansy Lema-Jane Natalia Suryanto, Melki Laka Lena-Jhoni Asadoma dan Simon Petrus Kamlasi-Ande Garu tergambar bahwa Pilkada 2024 ini merupakan pertarungan sesama politikus.
Jika kita menggunakan parameter geopolitik untuk menjelaskan basis dukungan dari tiga pasangan calon ini, maka dua calon gubernur dari Pulau Flores dan satu calon gubernur dari Pulau Timor.
Aspek geopolitik
Di NTT terdapat tiga pulau besar, yakni Pulau Flores dan Lembata serta Pulau Timor dan Pulau Sumba atau lazim disebut Flobamora.
Pulau Flores yang terbentang dari Timur di Kabupaten Flores Timur hingga ujung barat di Kabupaten Manggarai Barat terdiri atas sembilan kabupaten dengan jumlah pemilih terbesar yakni mencapai 1.676.495 pemilih atau sekitar 42,01 persen dari 3.988.372 pemilih.
Sementara, Pulau Timur yang meliputi Kota Kupang, Kabupaten Kupang, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Belu dan Malaka dengan jumlah pemilih 1.395.930 atau 35 persen dari total pemilih berdasarkan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur NTT.
Pulau Sumba, mulai dari Sumba Timur, Sumba Tengah, Sumba Barat, hingga Sumba Barat Daya dengan jumlah pemilih 592.472 atau 14,8 persen dari DPT.
Aspek geopolitik ini telah memantik isu politik identitas yang sulit terhindarkan pada setiap momentum pesta demokrasi 5 tahunan di NTT.
Oleh karena itu, mengikis warisan politik masa lalu menjadi keniscayaan. Langkah ini dilakukan demi menghadirkan pilkada yang lebih sehat dengan mengajak rakyat memilih pasangan calon (paslon) yang menawarkan program peningkatan kesejahteraan.
Pada Pilkada 2024 ini terdapat dua calon gubernur dari Pulau Flores, bahkan berasal dari satu kabupaten, yakni Kabupaten Ende, dan satu dari Pulau Timor.
Baca juga: Artikel - Bayang-bayang kiamat Romo Martin kala erupsi Lewotobi
Maka dilihat dari ikatan geografis, Pilkada 2024 ini merupakan pertarungan dua lawan satu atau sebaliknya satu lawan dua.
Dalam konteks ini maka aspek geopolitik paling mungkin digunakan oleh lawan politik untuk meramu sentimen politik antarwilayah.
"Hal tersebut tidak dapat dimungkiri karena merupakan sesuatu yang given," kata Direktur Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang.
Namun demikian, dalam politik demokrasi modern, politik simbolik tidak selalu inheren dengan kemauan politik rakyat karena banyak kasus politik lokal membuktikan hal itu, termasuk di Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri pada pilkada-pilkada sebelumnya.
Persoalan yang menjadi atensi publik saat ini adalah justru pada visi, misi, dan program pasangan calon dalam membangun daerah.
Jika parameter ini menjadi dasar pilihan, maka tergantung persepsi publik terhadap apa yang ditawarkan oleh pasangan calon dalam masa kampanye pemilihan.
Dari ketiga pasangan calon yang bertarung saat ini, memiliki ide untuk NTT masa depan secara konseptual sangat bagus karena berbasis pada mengatasi problem empirik.
Gagasan-gagasan para calon tersebut muncul dari respons mereka terhadap persoalan yang dihadapi oleh rakyat NTT, seperti masalah kemiskinan, pengangguran, masalah air bersih, kesehatan, dan problem kesejahteraan lainnya.
Oleh karena itu, jika dipetakan berdasarkan tipikal pemilih, maka preferensi pemilih tradisional menengah ke bawah cenderung menggunakan pertimbangan kedekatan atau kesamaan identitas yang digerakkan oleh sentimen emosional.
Sementara itu, pemilih kelas menengah ke atas dan terdidik cenderung menggunakan preferensi visi, misi, dan program karena mereka lebih rasional dalam memilih paslon.
Berembut suara muslim
Dari tiga pasang calon Gubernur dan Wakil Gubernur NTT saat ini, memang tak ada satu pun yang berlatar belakang Islam. Lalu, bagaimana peluang para pasang calon di kantong-kantong muslim?
Diperkirakan 7--8 persen pemilih di NTT berlatar belakang agama Islam dari total keseluruhan 3.988.372 pemilih yang tersebar di 22 kabupaten/kota.
Pemilih Islam ada di semua kabupaten/kota. Populasi pemilih yang cukup menonjol ada di Ende, Flores Timur, Lembata, Alor, Timor Tengah Selatan, Kota Kupang, dan Manggarai Barat.
Ada dua partai politik bernuansa Islam di NTT yakni PKB dan PKS, yang punya basis militan.
Basis Islam kini menjadi target yang diperebutkan. Mesin partai, kerja sukarelawan, dan ketokohan calon pemimpin NTT pada 5 tahun ke depan sangat menentukan ke mana arah dukungan pemilih muslim.
Bagaimana hasilnya? Tunggu saja ke manakah suara pemilih muslim yang tersebar di provinsi berbasis kepulauan itu akan berlabuh pada hari pemungutan suara pada 27 November 2024.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengikis politik identitas dalam Pilkada NTT