Opini -- Merawat tanah, merawat ibu kehidupan

id World soil day,ilmu tanah,lahan pertanian,herbivora,tanaman pangan, kesuburan tanah,hari tanah sedunia,rantai makanan,Ba,Opini,Telaah Oleh Dr. Destika Cahyana, SP, M.Sc. *)

Opini -- Merawat tanah, merawat ibu kehidupan

Petani menyiapkan lahan tanam padi di salah satu wilayah Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta (Foto ANTARA/Hery Sidik)

Tanah bagaikan seorang ibu yang menyusui dan menyuapi anaknya untuk tumbuh besar...
Jakarta (ANTARA) - Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengajak warga dunia untuk merawat ibu bagi semua makhluk hidup pada perayaan hari tanah dunia (World Soil Day) yang jatuh pada 5 Desember 2024.

Ibu bagi semua makhluk hidup di dunia adalah tanah. FAO berkampanye mengajak publik untuk merawat tanah melalui tiga hal yaitu mengukur, memantau, dan mengelola.

Ajakan itu menggunakan 3 tagline yang menjadi tema hari tanah tahun 2024 yaitu "caring for soil"  mencakup measure, monitor, manage.’

Tanah memang bagaikan ibu yang harus dirawat oleh manusia. Tentu, semua ingat dengan konsep sederhana rantai makanan yang pernah dipelajari di sekolah dasar.

Pada konsep yang ketika itu dikenal sebagai konsep makan dan dimakan tersebut, tanah diilustrasikan berada di bawah, tempat pengurai bermukim.

Namun, banyak yang lupa atau tak menyadari, pada ilustrasi itu juga terlihat tanah menjadi tempat tumbuhan hijau, yang menjadi produsen pada siklus rantai makanan, kokoh berdiri.

Tumbuhan tersebut tidak sekadar berdiri di atas tanah, tetapi juga menyerap nutrisi, air, dan mineral penting.

Tanah memasok "bahan masakan" bagi tumbuhan untuk melakukan fotosintesis, menciptakan makanan yang menjadi sumber energi pertama dalam rantai makanan.

Tanah bagaikan seorang ibu yang menyusui dan menyuapi anaknya untuk tumbuh besar.

Berikutnya tumbuhan dimakan oleh konsumen tingkat 1 yaitu hewan-hewan herbivora alias pemakan tumbuhan seperti sapi, kambing, dan belalang, tergantung pada jenis tumbuhan yang dimakan.

Dengan kata lain, tanah secara tidak langsung juga memberi makan pada hewan herbivora melalui tumbuhan yang tumbuh subur di atasnya.

Konsumen tingkat 1 dimakan oleh karnivora alias pemakan daging yang termasuk konsumen tingkat 1 dan tingkat 2. Mereka contohnya ular, elang, atau harimau yang berada di tingkat konsumen lebih tinggi dari konsumen tingkat 1 yang juga bergantung pada tanah.

Hewan karnivora memang tidak makan langsung dari tanah, tetapi kehidupan mangsanya (herbivora) tergantung pada tumbuhan yang tumbuh di atas tanah. Pada konteks ini, tanah adalah fondasi dari semua rantai energi ini.

Setelah semua makhluk hidup tersebut mati, biomassa mereka kembali ke tanah dan didaur ulang oleh pengurai.

Dengan kata lain, tanah menjadi tempat kembalinya jasad mereka melalui proses penguraian oleh jamur dan bakteri. Tanah yang semula ‘menumbuhkan’ pada akhirnya ‘memeluk’ jasad makhluk hidup kembali.

Pengurai mengurai jasad menjadi nutrisi yang akan kembali menyuburkan tanaman. Tanah seperti cara ibu menjaga siklus kehidupan tetap berjalan dengan penuh kasih.

Manusia memiliki posisi unik pada rantai makanan. Manusia memang berada di puncak rantai makanan sebagai konsumen tingkat tinggi (top predator) karena manusia dapat mengonsumsi berbagai jenis makanan baik berupa tumbuhan maupun hewan.

Namun, peran manusia lebih kompleks dibandingkan makhluk hidup lain dalam ekosistem. Manusia juga dapat melakukan intervensi pada ekosistem karena dapat mempengaruhi, mengelola, bahkan memodifikasi rantai makanan itu sendiri.

Manusia tidak seperti hewan lain yang hanya mengikuti alur rantai makanan, tetapi manusia dapat mengelola dan memodifikasi rantai makanan melalui aktivitas, seperti 1) pertanian dengan menanam tumbuhan untuk makanan; 2) peternakan dan perikanan dengan membudidayakan ternak dan ikan untuk dikonsumsi; 3) intervensi teknologi dengan menciptakan cara baru untuk memproduksi makanan, seperti rekayasa genetika atau budidaya daging sintetis.

Di sisi lain manusia juga dapat berperan sebaliknya sebagai pengganggu rantai makanan. Aktivitas manusia merusak ekosistem seperti perburuan besar-besaran, penangkapan ikan tak terkendali, pemupukan anorganik berlebihan, penggunaan pestisida secara sembrono, dan deforestasi tanpa reboisasi.

Manusia harus menyadari bahwa posisinya sebagai konsumen tingkat tinggi tidak hanya sebagai pemakan, tetapi juga penjaga ekosistem.

Pada konteks ini, menjaga ekosistem hanya dapat dilakukan dengan baik jika dilakukan dari hal paling mendasar yaitu merawat tanah sebagai asal seluruh makhluk hidup dan tempat kembali seluruh makhluk hidup.


Bahan organik

Pada konteks mendukung kehidupan manusia, penulis pada Jurnal Soil Security terbitan volume 16, pada September 2024, menawarkan definisi tanah yang sederhana dan mudah dipahami publik.

Tanah merupakan mineral lepas atau bahan organik yang terdiri dari tiga fase padat, cair, dan gas, yang berada di permukaan bumi yang dihasilkan dari proses pelapukan melalui interaksi litosfer, atmosfer, hidrosfer, dan biosfer yang berfungsi sebagai habitat bagi mikroorganisme dan makroorganisme, tumbuhan, dan hewan, dan pada akhirnya mendukung kehidupan dan peradaban manusia.

Definisi sederhana tersebut mendorong lebih banyak perhatian pada interaksi manusia dengan tanah dan membangun solusi berkelanjutan untuk tanah dan peradaban di masa depan.

Pada konteks untuk mendukung kehidupan manusia, maka tepat sekali adagium yang mengatakan bahwa peradaban sehat berasal dari ekonomi yang sehat.

Ekonomi yang sehat berasal dari manusia yang sehat. Manusia yang sehat berasal dari makanan, tumbuhan dan hewan, yang sehat. Terakhir, makanan yang sehat berasal dari tanah yang sehat.

Hanya dengan menjaga tanah agar tetap sehat, maka peradaban dunia menjadi sehat. Mari kita rawat tanah dengan mengukur indikator-indikator kesehatan tanah secara fisik, biologi, dan kimia; kemudian memantau tanah agar tetap sehat atau memulihkan tanah yang terdegradasi; dan secara bersamaan mengelola agar tanah tetap sehat.

Terakhir, tanah layaknya seorang ibu yang sabar dan setia, menyediakan kebutuhan dasar, menjaga, dan mengembalikan kehidupan tanpa henti.

Baca juga: Opini - Mengurangi risiko bencana dari desa

Kehidupan, baik sebagai manusia maupun bagian dari alam, berutang besar pada tanah sebagai ibu dari semua makhluk hidup.

Baca juga: Opini - Menciptakan pekerjaan layak untuk semua

Kini saatnya menjaga tanah, karena menjaga tanah sehat ibarat menjaga ibu agar tetap sehat.


*) Penulis adalah Peneliti di Pusat Riset Tanaman Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Merawat tanah, merawat ibu kehidupan