Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat rata-rata penerimaan pajak meningkat menjadi Rp181,3 triliun per bulan pada semester I 2025, dengan total penerimaan pajak bruto mencapai Rp1.087,8 triliun, atau tumbuh 2,3 persen year-on-year (yoy).
“Pada lima tahun terakhir, (pencapaian penerimaan pajak) kami bertumbuh dari rata-rata penerimaan bruto di 2021 (sebesar) Rp111,4 triliun (per bulan), sampai kepada rata-rata sekitar Rp170 triliun di tiga tahun terakhir, (yakni) 2022, 2023, 2024,” kata Direktur Jenderal Pajak Kemenkeu Bimo Wijayanto di Jakarta, Senin.
“Di 2025 ini sendiri, kami Alhamdulillah bisa mencatat Rp181,3 triliun rata-rata penerimaan per bulan di semester pertama,” lanjutnya.
Ia menuturkan kontribusi penerimaan pajak terhadap total penerimaan negara pada semester I tahun ini mencapai 69,23 persen, atau tumbuh sekitar hampir 1,6 persen dibandingkan periode yang sama pada 2024.
Hal tersebut didukung oleh pertumbuhan penerimaan pajak neto yang hingga Juni 2025 mencapai Rp837,79 triliun.
Sejumlah kontributor terbesar adalah Pajak Penghasilan (PPh) Badan Rp151,71 triliun; PPh orang pribadi Rp14,06 triliun; Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) Rp297,9 triliun; serta Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Rp11,56 triliun.
Pertumbuhan penerimaan pajak neto cenderung meningkat, meskipun di tengah perekonomian global yang melambat, dengan pertumbuhan tertinggi tercatat pada Juni 2025 sebesar 15,8 persen yoy dan pertumbuhan terendah tercatat pada Januari 2025 sebesar minus 41,9 persen yoy.
Bimo Wijayanto mengakui bahwa terdapat penurunan pada realisasi penerimaan neto terkait PPh Badan, PPN, dan PPnBM akibat adanya restitusi yang cukup signifikan.
“Namun, dari sisi penerimaan neto tahunan, year-on-year, pada Juni ini kami bisa rebound (pulih kembali) dan mudah-mudahan ini sinyal yang positif untuk terus rebound sampai akhir Desember nanti,” ucapnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Penerimaan pajak semester I 2025 naik jadi Rp181,3 triliun per bulan