Kupang (ANTARA) - Saat dicalonkan menjadi Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) periode 2018-2023 untuk mendamping Marianus Sae dalam pencaturan politik lima tahunan itu, Megawati Soekarnoputi, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan sempat memberi penilain khusus terhadap sosok Emelia Julia Nomleni, wanita kelahiran Kupang, 19 September 1966.
Putri Bung Karno itu menilai Emelia Nomleni sebagai sosok perempuan yang tangguh. "Kesan pertama Ibu Mega terhadap Ibu Emi (panggilan akran Emelia Julia Nomleni) ini adalah sosok perempuan yang rapih rapih, cermat dan seorang wanita yang tangguh," kata Ketua DPP PDI Perjuangan Andreas Hugo Pareira.
"Ibu Megawati kami kenal sebagai perempuan tangguh yang melawan Orde Baru, dan Ibu Mega yang tangguh memberi komentar 'tangguh' juga kepada Ibu Emi. Saya rasa ini luar biasa karena Ibu Megawati itu jarang memuji orang," ujar Andreas Hugo Pareira saat itu.
Emi Nomleni, perempuang yang penuh senyum itu hanya bisa mengatakan terima kasih atas pujian yang diberikan tersebut. Meski demikian, ibu Emi tidak mau terlena. "Kita makan puji boleh, tapi harus dibatasi. Kita harus kerja keras," komentarnya merendah.
Saat itu, perempuan yang pernah menjadi anggota DPRD NTT periode 2009-2014 itu harus menjalani proses Pilkada NTT seorang diri setelah pasanganya, calon gubernur Marianus Sae tersangkut kasus dugaan korupsi. Marianus Sae, yang saat itu masih menjabat sebagai Bupati Ngada di Pulau Flores, akhirnya ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Jejak digital di dunia maya terkait kiprahnya sebagai anggota dewan, nyaris tidak terlacak, bahkan foto dirinya pun hampir tidak ditemukan, sebagaimana layaknya figur-figur publik lainnya. Namun, ibu Emi tetap dicalonkan karena dirinya adalah seorang kader tulen PDI Perjuangan.
Kehadiran sosok perempuan Timor dalam kancah politik pemilu Gubernur NTT kala itu, membuat radar peta politik di NTT seakan memutar haluan, karena Ketua PDC PDI Perjuangan Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) periode 2015-2020 ini, merupakan satu-satunya perempuan dalam konstetasi calon gubernur dan wakil gubernur NTT pada saat itu.
“Ini bukan sebuah kebetulan, saya menjadi calon Wakil Gubernur NTT mendampingi Pak Marianus Sae. Tapi, ini merupakan rencana Tuhan. Kita hanya bisa bersyukur sambil memohon kepadaNya,” katanya sambil melempar senyum setelah koalisi kerakyatan PDIP-PKB mengusung kedua sosok tersebut.
Kini, jebolan arsitek Fakultas Teknik Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta (1985-1992), akhirnya ditunjuk oleh induk organisasi menjadi Ketua DPD PDI Perjuangan Nusa Tenggara Timur periode 2019-2024 menggantikan Frans Lebu Raya yang sudah hampir 20 tahun lamanya mengasuh dan membesarkan partai berlambang kerbau mulut putih dalam lingkaran itu.
Penunjukkan Emelia Julia Nomleni menjadi Ketua DPD PDIP NTT itu melalui forum Konferda V DPD PDI Nusa Tenggara Timur di Kupang, Kamis (25/7) malam, yang dipimpin langsung oleh Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira. Emilia antara lain didampingi Yunus Takandewa di posisi sekretaris, dan Patris Lali Wolo di posisi bendahara.
Patriaki kepemimpinan
Emelia ditemui usai penetapan dirinya menjadi Ketua DPD PDIP NTT hanya mengatakan terpilih dirinya menjadi ketua merupakan anugerah Tuhan. "Organisasi ini berjalan sesuai relnya, sehingga sebagai kader partai, kami wajib untuk menjaganya," katanya.
"Organisasi politik ini tidak bisa kita ubah seenak kita, saat kita datang, dan meninggalkannya begitu saja saat kita pergi. Tetapi, sebagai kader partai, kami wajib menjaga dan merawatnya," katanya sembari menambahkan tugas dan tanggung jawab seberat apapun yang diberikan partai, wajib dijalankan dengan penuh rasa tanggungjawab sampai masa berakhir.
Ia juga yakin bahwa dengan dipilihnya perempuan NTT menjadi pimpinan PDIP di provinsi ini membuktikan bahwa patriaka terhadap kepemimpinan politik di NTT itu menjadi sangat terbuka. "Mungkin ini waktu bagi perempuan NTT untuk memberikan warna tersendiri dalam politik di NTT," ujar wanita berambut perak yang kini terpilih kembali menjadi anggota DPRD NTT dari PDIP untuk periode 2019-2024.
Lalu, apa harapan partai terhadap sosok pemimpin perempuan itu? "Kami mengharapkan agar ibu Emi dan struktur barunya bisa bekerja solid. Kami ingin struktur yang baru dan akan dibentuk nanti bisa cepat beradaptasi dengan perubahan, baik di tingkat nasional, provinsi dan daerah," komentar Andreas Hugo Pareira.
Sementara itu, pengamat Politik dari Universitas Widya Mandira (Unwira) Kupang Dr Marianus Kleden menilai kepemimpinan PDI Perjuangan di provinsi setempat akan menghadirkan iklim politik baru dengan ditunjuknya Emelia Nomleni sebagai Ketua DPD PDIP menggantikan Frans Lebu Raya yang sudah 20 tahun memimpin partai tersebut.
"Iklim politik baru yang lebih segar akan tercipta dari pergantian kepemimpinan PDIP di NTT dengan ditunjuknya Emelia Nomleni sebagai Ketua DPD PDI Perjuangan," katanya sembari menambahkan kehadiran Emelia Nomleni sebagai perempuan pertama yang memimpin partai politik di tingkat provinsi sangat positif dari sisi kesetaraan gender, apalagi Emelia memiliki pengalaman kepemimpinan di tiga ranah yaitu profesinya sebagai sarjana teknik, organisasi gereja GMIT, dan organisasi politik.
Namun dari segi keberlanjutan kepemimpinan, PDIP ingin membersihkan partai dari rezim lama di bawah kepemimpinan Frans Lebu Raya dengan menggeser semua orangnya. "Ini ada sisi baiknya yaitu tercipta iklim baru yang lebih segar, tetap sisi buruknya kalau semua orang baru maka terjadi kegamangan dalam mengurus partai dan tidak ada pewarisan nilai-nilai yang meski dipelihara," kata Dekan FISIP Unwira Kupang itu.
Dalam pandangan Marianus Kleden, Emelia Nomleni juga merupakan calon potensial sebagai Ketua DPRD NTT lima tahun ke depan. "Dengan begitu iklim politik dalam lingkup legislatif maupun eksekutif juga bisa berubah yang dibaca dengan akan terjadinya perimbangan dominasi kekuatan politik dari sisi agama," ujarnya.
Akademisi dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Karolus Kopong Medan M.Hum malah menilai kepemimpinan PDIP NTT mencerminkan keberagaman dengan penunjukan Emelia Nomleni sebagai Ketua DPD PDIP NTT menggantikan Frans Lebu Raya.
"Ditunjuknya Emelia Nomleni sebagai nahkoda baru di tubuh DPD PDIP NTT ini mencerminkan keberagaman kepemimpinan dalam dinamika partai politik di NTT meskipun ini merupakan dinamikan politik yang langka," kata mantan pembantu Dekan I Fakultas Hukum Undana Kupang itu.
Kehadiran Emelia Nomleni sebagai nahkoda baru dalam sosok pemimpin partai menunjukkan keberagaman kepemimpinan partai politik dalam arti yang lebih luas termasuk dari sisi gender atau jenis kelamin.
Meskipun, harus diakui bahwa hal ini merupakan sebuah fenomena langka dalam dinamika perpolitikan di NTT. "Ini juga sebuah kebanggaan tersendiri ketika seorang perempuan tampil menakhodai partai politik sebesar PDIP ini," katanya.
Layak sebagai tokoh
Disisi lain, kehadiran Emelia Nomleni sekaligus mengikis pandangan subordinasi bahwa perempuan adalah golongan lemah dan kaum laki-laki lah yang lebih pantas menjadi pemimpin. Dari sisi ini, Emelia Nomleni harus bisa menampilkan pola kepemimpinan keibuan dalam menakhodai partai berlambang banteng gemuk bermoncong putih dalam lingkaran itu.
Dengan pola kepemimpinan ini, diharapkan mampu merangkul semua elemen yang menjadi kekuatan partai, baik dari sisi etnis, agama, wilayah dan lainnya yang menggambarkan keberagaman di provinsi berbasiskan kepulauan itu.
Artinya, keberhasilan kepemimpinan PDIP di NTT ke depan sangat ditentukan oleh bagaimana memanfaatkan keberagaman ini menjadi sebuah kekuatan dahsyat dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah, baik di level daerah hingga nasional.
Atas dasar itu, DPP PDIP memandang penting untuk melakukan penyegaran di tubuh DPD PDIP NTT. "Kami menilai perlu ada penyegaran kepemimpinan partai di tubuh PDIP NTT. Sebab, sudah sangat lama sekali Pak Frans Lebu Raya yang juga Gubernur NTT dua periode itu memimpin PDIP NTT," kata Andreas Hugo Pareira
Terpilihnya Emelia Nomleni dan tim, telah merepsentasi tiga pulau yang besar di NTT ini, yakni Emi (Ketua DPD PDIP NTT) dari Pulau Timor, Yunus Takandewa (Sekretaris Partai) dari Pulau Sumba dan Patris Lali Wolo (Bendahara) dari Pulau Flores.
Meskipun demikian, Karolus Kopong Medan berpendapat bahwa Frans Lebu Raya layak ditempatkan sebagai tokoh partai, karena sebagai kader partai, dia telah membangun dan membesarkan partai ini dengan susah payah selama 20 tahun kepemimpinannya.
Dosen Fakultas Hukum Undana Kupang itu mengatakan, pergantian kepemimpinan partai politik merupakan hal yang biasa dalam dinamika perpolitikan, namun jasa para pemimpin sebelumnya yang turut membesarkan partai tidak boleh dilupakan seperti peran Frans Lebu Raya untuk PDIP NTT selama ini.
"Kekurangan dan keterbatasan yang ada Pak Frans adalah hal yang sangat manusiawi. Tetapi juga harus secara obyektif melihat bahwa sebagai seorang kader PDIP Pak Frans juga pantas mendapatkan acungan jempol alias pujian," katanya dan menambahkan pujian ini pantas diberikan karena sebagai kader, Frans Lebu Raya membesarkan partai melalui jabatannya dari wakil ketua DPRD NTT, wakil Gubernur NTT dan menjadi Gubernur NTT dua periode.
Artinya, selama sekian lama memimpin ada banyak pembangunan yang ditorehkan hingga ke berbagai pelosok daerah di provinsi berbasiskan kepulauan itu. "Di saat bersamaan kapasitasnya sebagai kader partai juga melekat sehingga nama partai semakin besar hingga ke masyarakat akar rumput karena itu tidak berlebihan jika ia kemudian ditempatkan sebagai tokoh partai berlambang banteng gemuk moncong putih dalam lingkaran itu," demikian Karolus Kopong Medan.