Kata Dr Chaterina: Jarang paus terdampar

id paus terdampar di sabu

Kata Dr Chaterina: Jarang paus terdampar

Dr Chaterina Agusta Paulus. (ANTARA FOTO/dok pribadi)

Dr Chaterina Agusta Paulus, MSi mengatakan jarang sekali peristiwa paus terjebak atau salah jalur migrasi dan terdampar ke laut dangkal.
Kupang (ANTARA) - Pengamat kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Chaterina Agusta Paulus, MSi mengatakan jarang sekali peristiwa paus terjebak atau salah jalur migrasi dan terdampar ke laut dangkal.

"Paus terjebak atau salah jalur migrasi, ini sangat jarang terjadi. Mungkin saja adanya kondisi lingkungan akibat perubahan iklim, sehingga jalur yang biasa dilalui tidak seperti biasanya," katanya di Kupang, Sabtu (12/10).

Dia mengemukakan hal itu kepada ANTARA berkaitan dengan penyebab terdamparnya belasan ekor paus di pesisir pantai Desa Menia, Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua, Pulau Sabu, NTT, pada Kamis, (10/10).

Sebagian dari paus tersebut berhasil diselamatkan oleh masyarakat dengan mendorong ke laut dalam, tetapi sebagian lainnya mati karena tidak bisa tertolong.

Menurut dia, kondisi lingkungan laut, biasanya suhu atau salinitas (kadar garam) berubah, atau bisa jadi terganggu dengan alur pelayaran sehingga menyebabkan paus keluar dari jalur migrasi.

Baca juga: Ada kesalahan memindahkan paus pilot sehingga mati
Baca juga: Belasan ekor paus terdampar di Sabu Raijua
Sejumlah warga sedang menyaksikan paus yang terdampar di Pulau Sabu pada Kamis, (10/10). Sebanyak 17 paus terdampar di pulau itu dan hanya sebagian yang berhasil diselamatkan. (ANTARA FOTO/HO-BKKNP Kupang)


"Mungkin juga ada kaitan dengan gempa bawah laut yang terjadi, yang mungkin saja tidak terdeteksi, sebagai penyebabnya," katanya.

Dia menambahkan kasus terjebaknya paus seperti di Aceh, diduga ada yang sakit atau usia tua, maka kehilangan orientasi ruaya, akibatnya terjebak di air laut dangkal, dan tidak dapat keluar, kecuali dibantu.

Oleh karena itu,  kata dia, dalam kasus terdamparnya paus di Sabu perlu dilakukan kajian untuk mengetahui penyebab, sekaligus langkah pencegahan dan atau mitigasi.

"Hanya dengan kajian, kita bisa mengetahui faktor yang menjadi penyebab, sekaligus mencarikan solusi agar ke depan, tidak ada lagi kasus serupa seperti yang terjadi di Sabu Raijua," katanya.

Baca juga: Paus sperma terdampar di pantai Pulau Sabu
Baca juga: Satu ekor paus dipotong warga Pulau Sabu