Jakarta (ANTARA) - Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan memblokir situs Tiktokcash, yang menjanjikan uang setelah menonton video di platform TikTok.
"Kominfo telah melakukan pemblokiran terhadap situs tiktokecash.com. Media sosial Tiktokcash juga sedang dalam proses blokir," kata Juru Bicara Kementerian Kominfo, Dedy Permadi, kepada Antara, Rabu, (10/2).
Kominfo menyebut alasan pemblokiran sebagai "transaksi elektronik yang melanggar hukum".
Situs tiktokecash.com masih bisa diakses siang ini, pengelola situs dalam notifikasi yang muncul di laman utama mengatakan mereka mendapat "serangan/berita palsu" setelah mendulang popularitas.
Pengumuman tersebut, mengatasnamakan Tiktokcash Asia Pasifik, menyatakan sedang berkoordinasi dengan penegak hukum untuk kasus ini.
Situs Tiktokcash menawarkan sejumlah uang kepada pengguna setelah menonton video di platform video singkat TikTok.
Situs tersebut mengklaim sebagai platform "yang menghubungkan pengguna Tiktok dengan ekonomi selebriti internet".
Baca juga: Kominfo sediakan akses chatbot WhatsApp untuk vaksin COVID
Sebelum mendapatkan uang, pengguna internet harus mendaftar ke situs tersebut antara lain dengan menyertakan nomor ponsel dan alamat email.
Tiktokcash menawarkan paket keanggotaan seperti "pekerja sementara" seharga Rp89.000 dengan masa berlaku delapan hari hingga "general manajer" seharga Rp49.999.000 masa berlaku 365 hari.
Baca juga: Kominfo sebut persoalan infodemic membesar dari WhatsApp Group
Kepada ANTARA, pimpinan komunikasi TikTok Indonesia, Catherine Siswoyo menegaskan situs tersebut tidak berafiliasi dengan platform TikTok.
"Baru-baru ini, kami mengetahui bahwa ada situs web yang menggunakan nama TikTok dan meminta uang dari pengguna. Situs web ini sama sekali tidak terafiliasi dengan TikTok. Kami tidak akan dan tidak pernah meminta uang dari Anda," kata Catherine.
TikTok meminta pengguna mereka berhati-hati terhadap tawaran seperti itu.
Kominfo segera memblokir situs Tiktokcash
Situs tiktokecash.com masih bisa diakses siang ini, pengelola situs dalam notifikasi yang muncul di laman utama mengatakan mereka mendapat "serangan/berita palsu" setelah mendulang popularitas