Rumah Adat Jadi 'Home Stay'

id pariwisata

Rumah Adat  Jadi 'Home Stay'

Salah satu bentuk rumah adat di NTT (dok)

"Wisatawan terutama asing yang kami layani itu sangat terarik dan bangga bisa menginap di rumah adat karena mereka bsia merasakan langsung keaslian budaya tradisional masyarakat setempat," kata Mesakh Toy dihubungi Antara di Kupang, Rabu, (29/11).

Kupang,  (AntaraNTT) - Ketua Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Provinsin Nusa Tenggara Timur Mesakh Toy mendorong pengembangan rumah-rumah adat desa wisata yang ada di provinsi itu menjadi penginapan (home stay) untuk wisatawan.


"Wisatawan terutama asing yang kami layani itu sangat terarik dan bangga bisa menginap di rumah adat karena mereka bsia merasakan langsung keaslian budaya tradisional masyarakat setempat," kata Mesakh Toy dihubungi Antara di Kupang, Rabu, (29/11).


Ia mencontohkan, seperti rumah adat Obet Bobo yang dimiliki masyarakat Pulau Timor di Desa Fatumnasi, Kabupaten Timor Tengah Selatan yang sudah dikembangkan menjadi home stay untuk wisatawan.


Wisatawan yang datang ke Desa Fatumnasi bisa menginap dan merasakan kehidupan budaya tradisional masyarakat setempat, serta menikmati pemandangan Gunung Mutis, kata Mesakh mencontohkan seperti wisatawan Jerman yang dilayaninya berkunjung ke daerah itu.


Menurutnya, menginap di rumah adat menjadi suguhan yang istimewa bagi wisatawan, terutama mancanegara yang memiliki ketertarikan khusus untuk mempelajari keaslian dan arsitektur produk-produk budaya di desa wisata.


"Wisatawan sangat bangga bisa tidur beratapkan alang-alang di rumah adat, mereka makan dengan peralatan piring dan sendok dari tempurung kelapa, hal-hal ini yang menjadi daya tarik," katanya.


"Ataukah mereka mengenakan topi tiilangga dan selimut tradisonal masyarakat Rote, mereka sangat bangga bahkan mereka rela membayar untuk bisa mengenakan produk-produk budaya itu," katanya lagi.


Ia menyebut, umumnya wisatawan asing yang sangat tertarik mengunjungi wisata budaya seperti yang menyebar di Pulau Timor, Rote, Sabu, dan Alor didominasi dari sejumlah negara seperti Jerman, Belanda, dan Spanyol.


Keaslian budaya produk budaya, bentuk arsitektur bangunan, hingga pemandangan alam menjadi alasan paling kuat untuk kunjungan wisatawan tersebut, katanya.


Untuk itu, ia berharap pemerintah daerah dan masyarakat di desa wisata tetap mempertahankan keaslian budayanya dan tidak banyak disentuh moderensisasi.


"Karena kalau tetap asli maka wisatawan semakin tertarik dan tentu seiring waktu arus kunjungan semakin ramai sehingga masyarakat bisa mendapatkan keuntungan ekonomi secara langsung, salah satunya dengan menyediakan rumah adat sebagai penginapan," katanya.


Menurutnya, pengembangan desa wisata di NTT memiliki peluang yang besar untuk promosi dan pemasaran pariwisata mengingat provinsi berbasiskan kepulauan itu memiliki lebih dari 40 etnis yang masing-masingnya menyimpan nilai-nilai produk budaya yang beragam dan unik. "Namun untuk pengembangannya perlu dipersiapkan dengan baik seperti akses jalan yang bagus maupun tempat MCK yang bersih dan nyaman di desa-desa wisata," katanya.