Solidaritas peduli trafficking desak kasus Adelina dituntaskan

id Adelina

Solidaritas peduli trafficking desak kasus Adelina dituntaskan

Sejumlah organisasi yang tegabung dalam Jaringan Solidaritas Peduli Masyarakat Human Traffiking, Senin (19/2) menggelar aksi damai di Kupang, NTT dengan membakar lilin sekaligus mendesak pemerintah NTT segera menuntaskan kasus kekerasan yang dialami

Sejumlah organisasi yang tegabung dalam Jaringan Solidaritas Peduli Masyarakat Human Traffiking, Senin, menggelar aksi damai di Kupang, dan mendesak pemerintah Nusa Tenggara Timur segera menuntaskan kasus kekerasan terhadap Adelina Sau.
Kupang (AntaraNews NTT) - Sejumlah organisasi yang tegabung dalam Jaringan Solidaritas Peduli Masyarakat Human Trafficking, Senin, menggelar aksi damai di Kupang, dan mendesak pemerintah Nusa Tenggara Timur segera menuntaskan kasus kekerasan terhadap Adelina Sau.

Desakan itu disampaikan melalui aksi damai penyampaian aspirasi dan pembakaran lilin yang terpantau di depan Kantor Gubernur Nusa Tenggara Timur di Jl Raya El Tari Kota Kupang, mulai Pkl 18.00 WITA.

Koorninator Jaringan Solidaritas Peduli Masyarakat Human Trafficking Emmy Sahertian, memgatakan aksi tersebut bermaksud mendesak Pemerintah Nusa Tenggara Timur mengambil sikap terkait tindakan kejahatan kemanusiaan yang kembali menimpa warga NTT seperti yang dialami Adelina Sau belum lama ini.

"Di tingkat daerah di NTT, kami tidak merasakan adanya keberpihakan pemerintah terhadap buruh migran, hawa keberpihakan itu masih terlalu jauh dati kata hangat, kalau mau diibaratkan," katanya kepada wartawan.

Ia mengatakan, kasus Adelina Sau (21), seorang TKW asal Desa Abi, Kecamatan Oenino, Kabupaten Timor Tengah Selatan kembali menorehkan catatan kelam kasus penyiksaan terhadap buruh migran dari provinsi setempat yang bekerja di negeri jiran Malaysia.

"Dari awal Januari 2018, kami mencatat sudah sembilan buruh migran asal NTT yang meninggal karena mengalami human trafficking di negeri orang, sementara pada 2017 lalu tercatat 62 jenazah yang dipulangkan," katanya.

Kasus terakhir menimpah Adelina yang meninggal karena mengalami penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi oleh majikannya yang memaksanya tidur bersama seekor anjing di Penang, Malaysia.

Menurut Sahertian, kematian Adelina menambah bukti panjang bahwa perlindungan buruh migran dari Indonesia termasuk NTT di luar negeri belum dijalankan.

"Diplomasi maupun sanksi pidana terhadap para pelaku perdagangan orang masih lemah seperti halnya kasus yang menimpa Dolvina Abuk beberapa waktu lalu," katanya.

Untuk itu pihaknya mendesak pemerintah daerah maupun pemerintah pusat menunjukkan ketegasannya dengan mengusut tuntas kasus Adelina Sau sampai tuntas.

Menurutnya, pemerintah harus segera memberikan perlindungan sejati berupa tindakan langsung bukan diserahkan kepada pihak swasta (PPTKIS atau agensi) yang disahkan dalam UUPMI 18/2017.

"Karena bagi kami selama diserahkan ke swasta, maka buruh migran akan mengalami overcharging seperti bukti yang dialami Adelina," katanya.

Ia menambahkan, kasus Adelina membuktikan diskriminasi tidak diakuinya pembantu rumah tangga sebagai pekerja yang harus dilindungi hak dan perlindungan sosialnya.