BMKG: SLI untuk dukung pertanian

id BMKG

BMKG: SLI untuk dukung pertanian

Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kupang Apolinaris Geru membuka kegiatan Sekolah Lapang Iklim (SLI) 2018 di Kupang, Rabu (17/4). (Foto Antara/Bernadus Tokan).

"SLI ini digelar karena melihat perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini yang begitu cepat sebagai akibat dari penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan," kata Apolinaris Geru.
Kupang (AntaraNews NTT) - Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Kupang Apolinaris Geru mengatakan Sekolah Lapang Iklim (SLI) merupakan bagian dari dukungan BMKG terhadap pertanian.

"SLI ini digelar karena melihat perubahan iklim yang terjadi akhir-akhir ini yang begitu cepat sebagai akibat dari penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan," kata Apolinaris Geru di Kupang, Selasa (17/4).

Pada pembukaan Sekolah Lapang Iklim tahap dua Nusa Tenggara Timur tahun 2018, dia mengatakan Sekolah Lapang Iklim ini untuk memberikan pemahaman kepada para petugas penyuluh lapangan tentang iklim untuk diteruskan kepada para petani.

Dia mengakui saat ini masih banyak juga PPL yang belum memahami soal informasi iklim. Karena itu, dia berharap agar para peserta bisa memahami tentang iklim dan menjelaskan kepada masyarakat, khususnya pada masyarakat pengguna yaitu petani.

Dalam SLI tahap dua tahun 2018 ini, kata dia, para peserta akan diberikan materi tentang iklim yakni 25 persen teori dan 75 persen praktik. "Teman-teman wartawan bisa bertanya karena PPL ini akan menjadi fasilitator sekaligus training of trainer," katanya.

Baca juga: Informasi iklim tepat tingkatkan kedaulatan pangan

Begitupun dengan informasi iklim harus sampai ke pengguna yaitu petani. Tugas lain para peserta adalah membuat petani paham dengan penjelasan yang menggunakan bahasa operasional yang di mengerti oleh masyaarakat petani.

"Saya minta supaya teman-teman di lapangan harus bisa mengubah bahasa teknis menjadi bahasa operasional yaitu bahasa sederhana sehari-hari agar masyarakat petani bisa paham," katanya.

Jangan lagi menggunakan bahasa teknis yang peserta pelajari selama mengikuti pelathan karena hasilnya akan sama saja. "Tidak ada dampak pada petani karena apa yang disampaikan tidak dipahami," katanya.