43 PJTKI di NTT tidak miliki BLK

id Bruno

43 PJTKI di NTT tidak miliki BLK

Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur Bruno Kupok.

Sebanyak 43 dari 46 perusahan jasa pengiriman tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang beroperasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur tidak memiliki balai latihan kerja (BLK).
Kupang (AntaraNews NTT) - Sebanyak 43 dari 46 perusahan jasa pengiriman tenaga kerja Indonesia (PJTKI) yang beroperasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tidak memiliki balai latihan kerja (BLK).

"Akibatnya, para TKI yang direkrut di daerah itu harus dikirim ke Pulau Jawa untuk mendapatkan pelatihan keterampilan sebelum dikirim ke luar negeri," kata Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTT Bruno Kupok kepada Antara di Kupang, Kamis (20/9).

Dia mengemukakan hal itu, menjawab pertanyaan seputar banyaknya calon tenaga kerja asal daerah itu, yang menjalani pelatihan di Pulau Jawa, yang kemudian menimbulkan masalah sosial seperti pelecehan seksual, penyekapan dan penyiksaan terhadap TKI.

"Memang ada masalah dengan BKL. Dari 46 perusahan yang beroperasi di NTT, hanya tiga perusahan yang memiliki balai latihan, sedangkan lainnya di Pulau Jawa sehingga calon TKI harus dikirim ke Jawa untuk mendapatkan pelatihan, dan itulah yang kemudian banyak menimbulkan masalah," katanya.

Baca juga: Wagub NTT: Moratorium pengiriman TKI perlu segera dilakukan
Baca juga: Pemerintah NTT benahi tata kelola pengiriman TKI


Karena itu, ke depan, perusahan yang tidak memiliki BLK di daerah wajib memberikan pelatihan pada BLK yang akan disediakan oleh pemerintah di NTT. "Jadi, calon TKI tidak lagi dikirim ke Jawa untuk dilatih, tetapi semuanya dilatih di NTT," katanya.

Dia menambahkan konsep penanganan TKI di NTT ke depan nanti adalah merekrut calon TKI di NTT, melatih di NTT dan mengirim langsung dari NTT ke negara tujuan. "Hanya dengan sistem ini, persoalan TKI yang selama ini sering terjadi bisa diminimalisir," ujarnya.

Selain itu, calon TKI ilegal juga bisa dicegah karena rekruitmen calon TKI tidak lagi langsung di desa-desa seperti selama ini, tetapi di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.