Pengamat: Produksi rumput laut tergantung kondisi perairan

id Undana

Pengamat: Produksi rumput laut tergantung kondisi perairan

Pengamat Kelautan dan Perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Chaterina A Paulus. (ANTARA Foto/Bernadus Tokan)

"Daya dukung perairan akan menentukan seberapa besar kemampuan perairan tersebut memproduksi rumput laut," kata Chaterina A Paulus.
Kupang (AntaraNews NTT) - Pengamat kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Dr Chaterina A Paulus mengatakan produksi rumput laut sangat tergantung pada iklim dan kondisi perairan setempat.

"Daya dukung perairan akan menentukan seberapa besar kemampuan perairan tersebut memproduksi rumput laut," kata Chaterina kepada Antara di Kupang, Senin (1/10), terkait rencana pemerintah NTT mengembangkan rumput laut dalam skala besar di wilayah ini.

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur pada tahun 2019, berencana akan mengembangkan rumput laut pada dua dari lima klaster yang ada di provinsi berbasis kepulauan itu.

Kedua klaster itu adalah klaster satu meliputi seluruh Pulau Sumba dan klaster dua meliputi Rote Ndao dan seluruh wilayah di daratan pulau Timor yang memiliki potensi rumput laut.

Menurut Kepala Dinas Kelautan dan Perinanan NTT Ganef Wurgiyanto, pemerintah memberi fokus pengembangan rumput laut pada dua klaster ini, karena selain memiliki potensi yang sangat besar, juga sudah ada pasar yang jelas.

"Di dua klaster ini, potensi rumput laut sangat besar dan yang lebih penting adalah sudah ada pasar. Ada pabrik yang siap membeli hasil produksi," katanya menjelaskan.

Baca juga: Petani rumput laut harus dalam satu organisasi

Saat ini pemerintah bersama Universitas Kristen Artha Wacana sedang mempersiapkan pelaksanaan survei, sekaligus melakukan uji parameter potensi rumput laut di dua klaster tersebut.

Uji parameter, kata Ganef, penting dilakukan untuk memastikan bahwa potensi rumput laut yang berada pada setiap kawasan pesisir perairan di dua klaster tersebut bisa dikembangkan dalam skala yang lebih besar.

Menurut Chaterina yang juga evaluator tingkat nasional untuk pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem di Indonesia itu, hal yang tidak kalah penting dalam usaha budidaya rumput laut adalah manajemen tanam rumput laut yang hanya terjadi pada 6-8 bulan, tergantung pada iklim masing-masing wilayah.

"Manajemen tanaman rumput laut ini perlu mendapat perhatian serius, untuk menghindari penyakit ice-ice pada rumput laut," tambah anggota dari alumni Ecosystem Approach to Fisheries Management (EAFM) di Wageningen University, Belanda itu.

Hal lain yang juga diperlukan, kata Chaterina, adalah penyediaan bibit rumput laut unggul melalui kebun bibit unggul untuk menjaga kualitas dari rumput laut yang dihasilkan.

Baca juga: Pemerintah tidak berwenang mengatur harga rumput laut