Kupang (ANTARA News NTT) - Pengamat ekonomi Dr James Adam menilai rencana Pemerintah NTT menaikkan tarif masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK) sebesar 500 dolar AS/orang dan 50.000 dolar AS untuk setiap kapal yang berlabuh, terlalu tinggi dan tidak disukai pasar (marketable).

"Hemat saya, kenaikan tarif masuk ke TNK itu terlalu tinggi, dan tidak marketable sebab tidak seimbang dengan kondisi riil yang ada di TNK saat ini," kata James Adam kepada Antara di Kupang, Kamis (29/11).

Hal ini disampaikan James selaku anggota International Fund for Agricultural Development (IFAD) untuk program pemberdayaan ekonomi, menanggapi rencana Pemerintah NTT menaikan tarif masuk TNK.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Marius Jelamu mengatakan, pemerintah berencana menerapkan tiket masuk ke kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) sebesar 500 dolar AS bagi setiap pengunjung.

Selain pengunjung, kapal yang berlabuh di perairan TNK juga direncanakan akan dikenakan biaya sebesar 50.000 dolar AS.

Menurut Marius, sesuai dengan kebijakan Gubernur NTT dengan menempatkan sektor pariwisata sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi NTT, maka salah satu langkah yang ditempuh yakni perhatian terhadap kawasan TNK.

Baca juga: Pengelolaan TNK merupakan wewenangnya pemerintah pusat

"Jadi salah satu upaya yakni turut mengelola TNK, kemudian membenahi biaya masuk ke kawasan TNK. Sesuai apa yang disampaikan bapak gubernur, bahwa biaya masuk itu bisa 500 dolar AS setiap pengunjung," kata Marius.

James Adam mengatakan, rencana Pemda NTT untuk menaikan tarif bagi pengunjung yang masuk ke TNK juga kapal yang berlabuh di kawasan TNI adalah satu gebrakan positif, tentu berkaitan dengan kontribusi terhadap penerimaan daerah.

Artinya,tambah James Adam, pemda dapat saja menetapkan tarif dengan jumlah nominal yang tinggi atau rendah, namun harus dengan kajian yang tepat.

"Prinsipnya adalah tarif tersebut harus rasional dan marketable, sebab soal tarif akan berpengaruh terhadap wisatawan atau pengunjung TNK," demikian James Adam.

 

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024