Kupang (ANTARA) - Akankah era uang kertas akan berakhir? Cepat atau lambat tampaknya ekonomi berbasis uang kertas akan ditinggalkan. Keberadaan uang kertas (dan logam) yang biasa disebut uang kartal akan tetap ada, tetapi pemanfaatan dalam transaksi ekonomi semakin terbatas. Transaksi ekonomi dengan sistem pembayaran berbasis digital akan mewarnai sebagian besar kehidupan ekonomi. Saat ini berbagai ragam uang digital telah banyak digunakan untuk transaksi, dan gejala ini ini semakin diperkuat dengan diterbitkannya White Paper Bank Indonesia tentang high livel design Digital Rupiah.

Ringkasnya demikian: dalam momentum Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (30/11) menerbitkan desain (high level design) pengembangan Digital Dupiah yang terangkum dalam White Paper (WP). White Paper ini menguraikan rumusan Central Bank Digital Currency (CBDC) bagi Indonesia dengan mempertimbangkan asas manfaat dan risiko. CBDC adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal. CBDC akan bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara.

Penerbitan WP ini merupakan langkah awal “Proyek Garuda", yaitu proyek yang memayungi berbagai inisiatif eksplorasi atas berbagai pilihan desain arsitektur Digital Rupiah. Key driver pengembangan Digital Rupiah adalah: (i) Menegaskan fungsi BI sebagai otoritas tunggal dalam menerbitkan mata uang termasuk mata uang digital (sovereignty Digital Rupiah); (ii) Memperkuat peran BI di kancah internasional; dan (iii) Mengakselerasi integrasi EKD secara nasional.

Pada momen peluncuran tersebut, Gubernur BI Perry Warjiyo, menyoroti Digital Rupiah sebagai salah satu dari kebijakan sistem pembayaran untuk akselerasi digitalisasi, bahwa, “Digital Rupiah akan diimplementasikan secara bertahap, dimulai dari wholesale CBDC untuk penerbitan, pemusnahan dan transfer antar bank. Kemudian diperluas dengan model bisnis operasi moneter dan pasar uang, dan akhirnya pada integrasi wholesale Digital Rupiah dengan ritel Digital Rupiah secara end to end,".

Penerbitan WP ini diharapkan menjadi katalisator pengembangan desain CBDC ke depan, agar penerapan dapat sesuai konteks dan karakteristik kebijakan. Bank Indonesia meyakini manfaat CBDC mampu menjaga kedaulatan Rupiah di era digital, termasuk mendukung integrasi ekonomi dan keuangan digital serta membuka peluang inklusi keuangan yang lebih merata dan berkelanjutan.

Merubah mindset!

Masyarakat perkotaan dengan literasi keuangan yang baik, tidak mengalami kesulitan untuk mengalihkan penggunaan uang kertas ke uang digital. Berbeda dengan kebanyakan warga masyarakat kita yang literasi keuangan terbatas, peralihan dari uang kertas ke uang digital butuh perubahan mindset yang luar biasa. Sebagian besar masyarakat kita di perdesaan telah akrab dengan uang kertas (dan logam) sebagai alat untuk membayar, mengukur nilai dan menyimpan kekayaan. Pemahamannya tentang uang adalah uang kertas dan uang logam.

Uang dalam bentuk lain, betapapun memiliki fungsi/kegunaan yang sama, dipersepsikan secara berbeda. Karena itu akseptasi sosial terhadap keberadaan mata uang dalam berbagai bentuknya akan berbeda pula, dan pada gilirannya menciptakan kegamangan sosial, yang berdampak pada kegamangan dalam aktivitas ekonomi.

Menyimpan kekayaan dalam sekadar angka di dalam perangkat digital seperti handphone, sejatinya membutuhkan transformasi sosial. Dalam praktik adat, membayar mahar perkawinan dalam bentuk mata uang digital terasa aneh. Karena itu bersamaan dengan kelahiran dan pemberlakuan uang digital Bank Indonesia, tindakan capacity building untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat di perdesaan menjadi sangat penting.

Infrastruktur teknologi digital, akses terhadap sarana teknologi digital dan pemahaman tentang teknologi digital yang menyertai uang digital harus sungguh-sungguh diperhatikan. Jika tidak hal ini akan menimbulkan kesenjangan berkepanjangan dan pada gilirannya tidak menciptakan manfaat ekonomi secara merata.

Manfaat bagi pertumbuhan dan pemerataan!

Secara teoretis, kita yakin bahwa era ekonomi digital dan era uang digital dapat menciptakan banyak kemanfaatan untuk memicu kemajuan perekonomian. Penataan fungsi ekonomi dalam konteks rantai pasok dan rantai nilai menjadi semakin mudah dan lancar. Aliran uang akan menyebar cepat, memacu permintaan dan penawaran, dan perekonomian akan mengalami pertumbuhan pada tingkat kapasitas penuh.

Efek berganda uang akan semakin tinggi, karena kecepatan transaksinya atau belanja ulang yang semakin tinggi. Aktivitas ekonomi skala super mikro sampai skala super besar dapat terintegrasi baik. Demikian pula aktivitas perekonomian secara spasial terhubungkan dengan baik, sehingga hubungan pusat pinggiran atau kota-desa lebih bermakna sederajat alih-alih eksploitatif.

Dalam perspektif ekonomi, kita mempunyai pengalaman dengan konsep trickle down effct ala Arthur Lewis misalnya, dimodelkan bahwa pertumbuhan dua sektor akan berjalan vertikal: meningkatnya investasi akan menghasilkan efek tetesan ke bawah untuk mendorong perluasan kesempatan kerja dan berusaha, ternyata tidak berjalan efektif, karena kanal-kanal tetesan ke bawah tidak disiapkan dengan baik. Pengalaman demikian harus menginspirasi kita untuk menyiapkan kanal-kanal digital secara baik untuk masyarakat pedesaan, agar mereka dapat mengarungi lautan ekonomi dan uang digital dengan baik. Selamat Datang Uang Digital Republik Indonesia.


Penulis: Frits O Fanggidae (Dosen Fakultas Ekonomi di Universitas Kristen Artha Wacana Kupang)

Pewarta : .) Fritz Fangidae
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024