Kupang (ANTARA) - Ketua Yayasan Konsultasi dan Bantuan Hukum (YKBH) Justitia Kupang, Nusa Tenggara Timur, Veronika Ata, mengatakan langkah pemerintah mendorong pengesahan rancangan Undang-Udang (UU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) menjadi undang-undang merupakan bukti pemerintah menghargai martabat perempuan.
"UU PPRT ini tidak hanya melindungi tetapi juga merupakan penghargaan negara terhadap martabat perempuan yang umumnya menjadi pekerja rumah tangga," katanya ketika dihubungi di Kupang, Jumat, (10/3/2023).
Ia mengatakan pengesahan UU PPRT merupakan kebutuhan yang krusial sebab pekerja rumah tangga (PRT) merupakan kelompok pekerja yang belum mendapatkan perlindungan maksimal oleh negara.
Veronika mengatakan, bahkan PRT belum diakui sebagai pekerja, sementara secara faktual, mereka bekerja dalam kondisi yang tidak layak.
"Beban kerja banyak, jam kerja panjang, kurang waktu istirahat, tidak ada cuti kecuali anggota keluarga dekat sakit berat atau meninggal dunia," katanya.
Ruang gerak PRT, kata dia, juga sangat terbatas, bahkan banyak di antaranya mengalami kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan seksual.
"Para PRT yang dominasi adalah kaum perempuan bahkan ada pula PRT masih usia anak. Mereka sangat minim perhatian dan tidak dilindungi," katanya.
Ia menjelaskan, pada tahun 2022, YKBH Justitia mendapatkan dua laporan kasus kekerasan terhadap PRT terdiri dari satu perempuan dewasa mengalami kekerasan fisik, satu anak perempuan (16) mengalami kekerasan seksual.
Pada umumnya, mereka takut melaporkan karena akan dikeluarkan dan tidak mendapatkan upah. Fakta seperti ini, kata dia, perlu menjadi perhatian para wakil rakyat agar rakyat terlindungi, terutama perempuan dan anak.
Veronika mengatakan, oleh sebab itu tidak ada alasan yang cukup untuk terus menunda pengesahan rancangan UU PPRT yang sudah hampir 20 tahun dibahas dan diperjuangkan.
"Kami mendesak agar pimpinan DPR RI bersama alat kelengkapannya secara serius memperhatikan hal ini. Tidak saja antre pada prolegnas, namun perlu diprioritaskan untuk segera disahkan," katanya.
Baca juga: Serena : UU PPRT bukti pemerintah berupaya melindungi PRT
"UU PPRT ini tidak hanya melindungi tetapi juga merupakan penghargaan negara terhadap martabat perempuan yang umumnya menjadi pekerja rumah tangga," katanya ketika dihubungi di Kupang, Jumat, (10/3/2023).
Ia mengatakan pengesahan UU PPRT merupakan kebutuhan yang krusial sebab pekerja rumah tangga (PRT) merupakan kelompok pekerja yang belum mendapatkan perlindungan maksimal oleh negara.
Veronika mengatakan, bahkan PRT belum diakui sebagai pekerja, sementara secara faktual, mereka bekerja dalam kondisi yang tidak layak.
"Beban kerja banyak, jam kerja panjang, kurang waktu istirahat, tidak ada cuti kecuali anggota keluarga dekat sakit berat atau meninggal dunia," katanya.
Ruang gerak PRT, kata dia, juga sangat terbatas, bahkan banyak di antaranya mengalami kekerasan fisik, psikis, maupun kekerasan seksual.
"Para PRT yang dominasi adalah kaum perempuan bahkan ada pula PRT masih usia anak. Mereka sangat minim perhatian dan tidak dilindungi," katanya.
Ia menjelaskan, pada tahun 2022, YKBH Justitia mendapatkan dua laporan kasus kekerasan terhadap PRT terdiri dari satu perempuan dewasa mengalami kekerasan fisik, satu anak perempuan (16) mengalami kekerasan seksual.
Pada umumnya, mereka takut melaporkan karena akan dikeluarkan dan tidak mendapatkan upah. Fakta seperti ini, kata dia, perlu menjadi perhatian para wakil rakyat agar rakyat terlindungi, terutama perempuan dan anak.
Veronika mengatakan, oleh sebab itu tidak ada alasan yang cukup untuk terus menunda pengesahan rancangan UU PPRT yang sudah hampir 20 tahun dibahas dan diperjuangkan.
"Kami mendesak agar pimpinan DPR RI bersama alat kelengkapannya secara serius memperhatikan hal ini. Tidak saja antre pada prolegnas, namun perlu diprioritaskan untuk segera disahkan," katanya.
Baca juga: Serena : UU PPRT bukti pemerintah berupaya melindungi PRT