Semarang (ANTARA) - Pertemuan lima ketua umum partai politik yang dikemas dalam Silaturahmi Ramadhan dan dihadiri langsung Presiden Joko Widodo di Kantor DPP PAN Jakarta, Minggu (2/4), menyiratkan munculnya embrio koalisi besar.
Dalam silaturahmi politik itu ada Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan selaku tuan rumah, kemudian Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketum PKB Muhaimin Iskandar, Ketum PPP Muhammad Mardiono, dan Ketua Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Kelima partai tersebut saat ini posisinya berada di dalam pemerintah Presiden Jokowi. Adapun dua partai lain yang juga berada dalam barisan pemerintah, PDI Perjuangan dan NasDem, kali ini masing-masing ketumnya: Megawati Soekarnoputri dan Surya Paloh, absen.
Diperoleh keterangan bahwa Mega dan Paloh absen dalam silaturahmi tersebut karena pada saat bersamaan menghadiri acara yang sudah lama terjadwal.
Namun, dalih tersebut juga bisa ditafsirkan bahwa Mega dan Paloh memang tidak ingin terlibat dalam wacana koalisi besar. Apalagi NasDem sudah sepakat jalan bareng bersama PKS dan Demokrat mengusung Anies Baswedan.
Adapun PDIP, sebagai satu-satunya partai yang bisa mengusung calon presiden sendiri, posisinya memang kuat. Artinya, tanpa sokongan partai-partai lain, parpol ini bisa mengusung calon sendiri. Apalagi berdasarkan berbagai survei, PDIP pada Pemilu 2024 juga diprediksi tetap menjadi juara dengan raihan sekitar 20 persen suara. Modal politik yang besar ini bikin PDIP lebih percaya diri untuk memperjuangkan seseorang menjadi capres.
Persoalan siapakah yang akan diusung, PDIP juga punya kader, yang dalam berbagai survei, sosok itu memiliki popularitas dan elektabilitas tinggi.
Memang, Ganjar Pranowo-- kader PDIP yang juga Gubernur Jawa Tengah-- saat ini harus menahan diri setelah pernyataannya menolak kehadiran tim Israel dalam Piala Dunia U-20 di Indonesia dikecam banyak kalangan.
Apakah benar pernyataan tersebut akan menggerus popularitas dan elektabilitas Ganjar? Masih harus ditunggu. Paling tidak hasil sigi lembaga riset politik yang kredibel dalam waktu dekat ini bisa menjadi indikasi ada tidaknya pengaruh pernyataan tersebut terhadap elektabilitasnya.
Apa pun, Silaturahmi Ramadhan para ketum parpol tersebut memang layak dicermati. Sangat mungkin pertemuan tersebut memang sebagai langkah awal membangun koalisi lebih besar, yang diyakini bakal efektif mengantar capres yang diusung.
Sebelumnya, Gerindra dan PKB juga sudah membentuk koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KIR), sedangkan Golkar, PAN, dan PPP membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) pada Pemilu 2024.
Kalau melihat capaian perolehan suara dari masing-masing parpol pada Pemilu 2019, maka Gerindra berada di posisi teratas di embrio koalisi itu. Gerindra bisa jadi merasa paling berhak menempatkan Prabowo sebagai capres. Apalagi berdasarkan berbagai survei, pesaing Jokowi pada Pilpres 2014 dan 2019 itu, hanya bisa disaingi oleh Ganjar, sang pemilik popularitas dan elektabilitas tertinggi.
Adapun NasDem, nyaris tidak mungkin merapat ke embrio koalisi besar itu karena jauh hari sudah mengumandangkan Anies Baswedan sebagai bakal capres. Belakangan, pilihan NasDem ini diamini PKS dan Demokrat, dua partai yang sejak awal mengambil sikap oposisi terhadap pemerintah Joko Widodo.
Dalam perhitungan di atas kertas, akumulasi perolehan suara lima partai tersebut memang menjadi modal yang meyakinkan. Partai Gerindra pada Pemilu 2019 meraih Gerindra: 17.594.839 (12,57 persen); Golkar: 17.229.789 (12,31 persen); PKB: 13.570.097 (9,69 persen); PAN: 9.572.623 (6,84 persen); dan PPP: 6.323.147 (4,52 persen). Kelima parpol tersebut menghimpun 45,93 persen pada Pemilu 2019.
Adapun NasDem: 12.661.792 (9,05 persen); PKS: 11.493.663 (8,21 persen); Demokrat: 10.876.507 (7,77 persen) atau total 25,03 persen, sedangkan PDIP meraup PDIP: 27.053.961 (19,33 persen) sekaligus keluar sebagai juara pemilu legislatif 2019.
Kekuatan menyebar
Sejak Reformasi, komposisi kursi di parlemen (DPR RI) tidak lagi didominasi satu partai, seperti era Orde Baru, yang sepanjang masa itu Golkar selalu menjadi mayoritas mutlak di DPR RI. Namun, setelah Reformasi, kekuatan partai, yang ditunjukkan oleh perolehan kursi di parlemen, relatif menyebar dan setiap pemilu presiden selalu diwarnai koalisi untuk mengusung capres.
Dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan:
"Pasangan calon diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya."
Dengan ketentuan tersebut maka satu-satunya partai yang memenuhi syarat bisa mengusung capres-cawapres sendiri adalah PDIP karena partai ini menempatkan 128 wakilnya di DPR RI atau 22,26 persen dari 575 kursi DPR RI hasil Pemilu 2019.
Sukses PDIP dua kali berturut-turut pada Pilpres 2014 dan 2019 mengantarkan kadernya menjadi orang nomor satu di negeri ini, menjadi pengalaman penting bagi partai ini untuk mencetak hattrick. Apalagi partai ini juga memiliki seorang kader yang mengantongi modal besar untuk memenangi Pilpres 2024.
Sejauh ini--di permukaan--PDIP terlihat masih "menjaga jarak" dengan Ganjar Pranowo, sang pemilik modal besar itu. Ganjar sendiri, sepertinya juga tidak atau belum berani menyatakan akan hengkang dari PDIP andai ia tidak diusung partai ini. Dengan modal besar itu, tidak sulit bagi partai-partai lain untuk segera meminang Ganjar sebagai capres mereka andai PDIP berpaling darinya.
Dalam berbagai kesempatan Ganjar selalu menegaskan dirinya tetap kader PDIP dan tunduk pada keputusan ketua umum partai.
Kendati Ketum PDIP absen dalam Silaturahmi Ramadhan karena ada acara lain pada waktu yang sama, fakta tersebut tetap menyiratkan sinyal bahwa PDIP akan menempuh jalan sendiri dengan modal yang dimiliki.
Bagi publik, Silaturahmi Ramadhan tersebut sebagai sinyal bahwa Pemilu Presiden 2024 bakal diikuti tiga pasangan, yakni capres-cawapres usungan NasDem, PKS, dan Demokrat. Kemudian pasangan yang dijagokan oleh koalisi lima partai peserta Silaturahmi Ramadhan, dan pasangan yang dicalonkan oleh PDIP.
Selain Anies Baswedan yang sudah diusung NasDem, PKS, dan Demokrat, sampai saat ini memang belum terang-benderang siapa pasangan yang bakal diusung oleh koalisi lima partai dan PDIP. Bila melihat perolehan suara, sangat mungkin koalisi lima partai menyepakati Prabowo Subianto sebagai capres karena di koalisi ini Gerindra peraih suara terbanyak. Melihat dua pesaing (Anies dan Prabowo), tampaknya Ganjar Pranowo memiliki kans terbesar untuk dijagokan PDIP.
Dua putaran
Menyimak hasil lembaga survei, sangat mungkin Pilpres 2024 akan berlangsung dua putaran karena pada putaran pertama kemungkinannya kecil ada pasangan yang mampu meraih lebih dari 50 persen suara.
Pasal 6A Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan: Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden.
Baca juga: Artikel - Amnesia politik perlahan makin pulih jelang pemilu
Jika dalam putaran pertama tidak ada pasangan yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, maka akan dilangsungkan pilpres putaran kedua. Pada putaran kedua ini hampir bisa dipastikan peta koalisi akan berubah karena yang kalah akan mencari sandaran ke kubu pengusung pasangan yang berlaga pada putaran kedua.
Baca juga: Artikel - Mengikis polarisasi jelang Pemilu 2024
Namun, politik selalu dinamis. Dalam dunia politik, waktu 10 bulan menuju hari H Pemilu pada 14 Februari 2024, rasanya masih panjang. Perubahan koalisi bisa saja terjadi.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menuju terbentuknya tiga poros pengusung capres