Jakarta (ANTARA) - Tentara bayaran adalah pasukan yang tidak berguna dan berbahaya, serta bila seorang penguasa mengandalkan tentara bayaran, maka ketenangan dan keamanan dipastikan tidak akan pernah dicapai oleh penguasa negara itu.
Fakta yang bisa ditarik dari tentara bayaran adalah mereka tidak memiliki alasan lain untuk terlibat tetap berjuang di medan pertempuran, sebagian karena gaji yang dinilai tidak cukup untuk membuat mereka rela mati demi sang penguasa.
Mengenai pemimpin dari tentara bayaran, bila sang panglima pasukan bayaran tersebut adalah orang yang terlatih betul, maka umumnya mereka tidak bisa dipercaya karena orang tersebut dinilai berupaya mencari keagungannya sendiri, bisa dengan cara menindas penguasa yang menyewanya.
Pandangan sebagaimana terpapar di atas bukanlah berasal dari komentator politik atau pakar kemiliteran di abad ke-21 mengenai tentara bayaran Wagner yang berperang di pihak Rusia dalam perang di Ukraina, dan kemudian melakukan pemberontakan yang gagal.
Semua pandangan di atas itu berasal dari buku "Il Principe" karya diplomat dan filsuf Niccolo Machiavelli, yang hidup pada masa Renaissance.
Buku "Il Principe" itu sendiri ditulis oleh Macchiavelli pada 1513, atau tepat 510 tahun yang lalu. Namun, pandangannya masih relevan sampai sekarang.
Dalam karyanya tersebut, Macchiavelli memberikan sejumlah contoh mengenai kerajaan atau negara yang bergantung kepada tentara bayaran, maka tidak akan bisa mendatangkan kemenangan yang berkelanjutan.
Contohnya adalah Kartago, kekaisaran masa kuno yang awalnya bersaing dengan Kekaisaran Romawi, tetapi akhirnya malah menderita kekalahan dan dicaplok oleh Romawi karena pasukan bayarannya berakhir ikut melawan mereka sendiri.
Begitu pula dengan Italia, yang pada era Macchiavelli terpecah menjadi negara-negara kecil yang sangat tergantung kepada tentara bayaran untuk mempertahankan wilayahnya. Walhasil, Kerajaan Prancis yang memiliki angkatan perang mandiri dapat menundukkan banyak daerah di Italia.
Setelah era Macchiavelli, peran tentara bayaran sedikit demi sedikit semakin berkurang, terutama setelah konsep nasionalisme dan negara kebangsaan semakin mendominasi pemikiran politik yang awalnya diasah di Eropa dan diekspor melalui kolonialisme ke berbagai penjuru dunia.
Sejumlah negara, bahkan dengan tegas melarang warga negaranya untuk berperang bersama pihak asing kecuali di bawah naungan tentara nasional negara itu.
Austria, misalnya, memiliki produk perundangan yang menyatakan bahwa bila warga negaranya terbukti bekerja sebagai tentara bayaran untuk negara lain, maka kewarganegaraan Austrianya akan dicabut.
Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman, dan Prancis, juga melarang warganya menjadi tentara bayaran negara lain, meski terkadang dalam sejumlah kasus, seperti menjadi "sukarelawan tempur", ada yang dibiarkan begitu saja, seperti dalam pembentukan Brigade Internasional dalam Perang Saudara di Spanyol yang berlangsung pada 1936-1939.
Pada abad ke-21 yang dapat disebut sebagai era digitalisasi ini, ternyata masih ada tentara bayaran seperti Wagner yang berperang di pihak Rusia.
Bayaran Rp30 triliun
Presiden Rusia Vladimir Putin, sebagaimana dikutip dari kantor berita Anadolu, mengatakan bahwa pemimpin kelompok tentara bayaran Wagner mendapat bayaran yang setara dengan sekitar Rp30 triliun dari negara tersebut selama setahun terakhir.
Putin menyebutkan hal itu dalam pertemuan di Kremlin pada 27 Juni lalu, dengan mengungkapkan bahwa Wagner dibiayai melalui Kementerian Pertahanan Rusia, yang mentransfer sekitar 86 miliar rubel (hampir Rp15 triliun) pada Mei 2022-Mei 2023 untuk gaji tentara bayaran.
Pada saat yang sama, pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin, memperoleh lebih dari 80 miliar rubel (hampir Rp14 triliun) melalui perusahaannya Concord yang mendapat pesanan negara.
Putin menyingkap berbagai informasi itu karena beberapa hari sebelumnya, atau tepatnya pada 24 Juni 2023, Prigozhin menuding Kementerian Pertahanan Rusia menyerang para pejuangnya.
Bersamaan dengan tuduhan tersebut, pendiri Wagner juga menyatakan akan membuat "Konvoi Keadilan" oleh tentara bayaran tersebut yang melintasi perbatasan Ukraina ke Kota Rostov-on-Don di Rusia.
Prigozhin mengatakan anggotanya akan bergerak ke Moskow, sehingga mendorong Kremlin, sebutan bagi pemerintah Rusia, memperketat keamanan di seantero negeri. Namun, setelah berada sekitar 200 kilometer dari Moskow, Prigozhin dan tentaranya memutuskan untuk kembali guna menghindari pertumpahan darah.
Presiden Rusia Vladimir Putin berterima kasih kepada pasukan keamanan negaranya karena telah menegakkan tatanan konstitusional dan menunjukkan kesetiaan mereka kepada rakyat.
Dia juga menyanjung pasukannya yang disebut telah membantu menghentikan perang saudara di Rusia.
Pernyataan itu disampaikan Putin pada sebuah pertemuan di Kremlin di hadapan anggota kementerian pertahanan dan kementerian dalam negeri, pengawal Rusia, Badan Keamanan Federal (FSB), dan Badan Penjaga Federal (FSO).
Terngiang betul pemikiran Macchiavelli dari sekitar lima abad yang lalu yang ternyata masih relevan dan menjadi kenyataan dalam episode tentara bayaran Wagner dengan negara Rusia.
Sejumlah opsi
Rusia menawarkan sejumlah opsi kepada tentara bayaran Wagner Group setelah pemberontakan gagal kelompok tersebut pada akhir Juni.
Hal tersebut, selain dikemukakan oleh Putin, juga dipaparkan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, 5 Juli 2023.
Vorobieva mengemukakan, bagi anggota Wagner, ada tiga pilihan, yaitu mereka bisa memilih untuk menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia serta menjadi bagian dari Pasukan Bersenjata Rusia.
Opsi berikutnya adalah memungkinkan mereka untuk pergi ke Belarusia bersama dengan ketuanya Yevgeny Prigozhin, atau opsi yang selanjutnya adalah kembali ke keluarga mereka masing-masing.
Lyudmila mengatakan bahwa Rusia tidak akan memberikan hukuman atau memenjara para anggota Wagner Group karena sebagian besar dari mereka tidak mengetahui apa yang terjadi.
Ia juga menegaskan bahwa tawaran-tawaran tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi Rusia atas kontribusi kelompok tersebut dalam operasi militer khusus Rusia di Ukraina.
Setelah episode yang hampir memicu perang saudara di Rusia itu, Pentagon (sebutan bagi Departemen Pertahanan Amerika Serikat) menyatakan pada Kamis (13/7) bahwa Kelompok tentara bayaran Wagner tidak lagi terlibat secara signifikan dalam operasi militer di Ukraina.
"Pada tahap ini, kami tidak melihat pasukan Wagner berpartisipasi dalam kapasitas secara signifikan guna menyokong operasi tempur di Ukraina," kata Brigjen Angkatan Udara Patrick Ryder, juru bicara Pentagon, sebutan bagi Dephan AS, sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters.
Melatih Belarus
Namun, ternyata sejumlah negara lain masih mengemukakan kekhawatirannya dengan pergerakan Wagner, seperti Ukraina dan Polandia yang menyatakan bahwa sebagian tentara Wagner telah tiba di Belarus, sekutu terdekat Rusia di benua Eropa.
Kementerian Pertahanan Belarusia pada Jumat (14/7) juga merilis video yang menunjukkan pasukan Wagner melatih serdadu Belarusia di area pelatihan militer negara tersebut.
Begitu pula muncul video yang disebarkan melalui aplikasi Telegram, yang menunjukkan sosok seperti pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin, menyambut para pasukannya di Belarus.
Sosok yang bersuara seperti Prigozhin itu menyerukan kepada pasukan Wagner agar berperilaku baik, serta menyatakan bahwa pelatihan mereka akan membuat tentara Belarus menjadi yang kedua terbaik di dunia.
Baca juga: Telaah - Memandang kerusuhan Sumgayit 1988
Selain di Belarus, Reuters juga melaporkan bahwa puluhan serdadu Wagner juga disebut telah tiba di Republik Afrika Tengah untuk mengawal referendum konstitusi untuk perpanjangan masa jabatan kepresidenan negara tersebut yang akan berlangsung pada 30 Juli mendatang.
Merupakan fenomena yang mencemaskan bila semakin lama tentara bayaran akan semakin mendapat panggung sebagai alat aktif yang terlibat dalam konflik antarnegara atau antarpemerintahan.
Untuk itu, berbagai kepala negara atau pemerintahan di dunia harus benar-benar berkomitmen ke depannya untuk jangan pernah menggunakan tentara bayaran.
Baca juga: Artikel - Anatomi konflik Sudan
Namun, hal yang harus untuk dilakukan, terutama pada masa kontemporer ini, adalah benar-benar memperkuat angkatan bersenjata yang dimiliki oleh masing-masing negara, baik secara profesionalitas maupun kapabilitas.
Baca juga: Artikel - Jangan terperosok kubangan perang informasi dalam konflik Rusia-Ukraina
Macchiavelli sendiri menulis, "pengalaman telah menunjukkan bahwa hanya para raja dan negara republik yang memiliki angkatan perang berhasil baik, dan pasukan bayaran hanyalah mendatangkan kekalahan. Dan suatu republik yang memiliki angkatan perang sendiri kecil sekali kemungkinannya untuk ditundukkan oleh seorang warga rakyatnya dibandingkan dengan republik yang tidak mempunyai angkatan perang sendiri."
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga agar tentara bayaran ala Wagner tak lagi jadi alat konflik
Fakta yang bisa ditarik dari tentara bayaran adalah mereka tidak memiliki alasan lain untuk terlibat tetap berjuang di medan pertempuran, sebagian karena gaji yang dinilai tidak cukup untuk membuat mereka rela mati demi sang penguasa.
Mengenai pemimpin dari tentara bayaran, bila sang panglima pasukan bayaran tersebut adalah orang yang terlatih betul, maka umumnya mereka tidak bisa dipercaya karena orang tersebut dinilai berupaya mencari keagungannya sendiri, bisa dengan cara menindas penguasa yang menyewanya.
Pandangan sebagaimana terpapar di atas bukanlah berasal dari komentator politik atau pakar kemiliteran di abad ke-21 mengenai tentara bayaran Wagner yang berperang di pihak Rusia dalam perang di Ukraina, dan kemudian melakukan pemberontakan yang gagal.
Semua pandangan di atas itu berasal dari buku "Il Principe" karya diplomat dan filsuf Niccolo Machiavelli, yang hidup pada masa Renaissance.
Buku "Il Principe" itu sendiri ditulis oleh Macchiavelli pada 1513, atau tepat 510 tahun yang lalu. Namun, pandangannya masih relevan sampai sekarang.
Dalam karyanya tersebut, Macchiavelli memberikan sejumlah contoh mengenai kerajaan atau negara yang bergantung kepada tentara bayaran, maka tidak akan bisa mendatangkan kemenangan yang berkelanjutan.
Contohnya adalah Kartago, kekaisaran masa kuno yang awalnya bersaing dengan Kekaisaran Romawi, tetapi akhirnya malah menderita kekalahan dan dicaplok oleh Romawi karena pasukan bayarannya berakhir ikut melawan mereka sendiri.
Begitu pula dengan Italia, yang pada era Macchiavelli terpecah menjadi negara-negara kecil yang sangat tergantung kepada tentara bayaran untuk mempertahankan wilayahnya. Walhasil, Kerajaan Prancis yang memiliki angkatan perang mandiri dapat menundukkan banyak daerah di Italia.
Setelah era Macchiavelli, peran tentara bayaran sedikit demi sedikit semakin berkurang, terutama setelah konsep nasionalisme dan negara kebangsaan semakin mendominasi pemikiran politik yang awalnya diasah di Eropa dan diekspor melalui kolonialisme ke berbagai penjuru dunia.
Sejumlah negara, bahkan dengan tegas melarang warga negaranya untuk berperang bersama pihak asing kecuali di bawah naungan tentara nasional negara itu.
Austria, misalnya, memiliki produk perundangan yang menyatakan bahwa bila warga negaranya terbukti bekerja sebagai tentara bayaran untuk negara lain, maka kewarganegaraan Austrianya akan dicabut.
Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Inggris Raya, Jerman, dan Prancis, juga melarang warganya menjadi tentara bayaran negara lain, meski terkadang dalam sejumlah kasus, seperti menjadi "sukarelawan tempur", ada yang dibiarkan begitu saja, seperti dalam pembentukan Brigade Internasional dalam Perang Saudara di Spanyol yang berlangsung pada 1936-1939.
Pada abad ke-21 yang dapat disebut sebagai era digitalisasi ini, ternyata masih ada tentara bayaran seperti Wagner yang berperang di pihak Rusia.
Bayaran Rp30 triliun
Presiden Rusia Vladimir Putin, sebagaimana dikutip dari kantor berita Anadolu, mengatakan bahwa pemimpin kelompok tentara bayaran Wagner mendapat bayaran yang setara dengan sekitar Rp30 triliun dari negara tersebut selama setahun terakhir.
Putin menyebutkan hal itu dalam pertemuan di Kremlin pada 27 Juni lalu, dengan mengungkapkan bahwa Wagner dibiayai melalui Kementerian Pertahanan Rusia, yang mentransfer sekitar 86 miliar rubel (hampir Rp15 triliun) pada Mei 2022-Mei 2023 untuk gaji tentara bayaran.
Pada saat yang sama, pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin, memperoleh lebih dari 80 miliar rubel (hampir Rp14 triliun) melalui perusahaannya Concord yang mendapat pesanan negara.
Putin menyingkap berbagai informasi itu karena beberapa hari sebelumnya, atau tepatnya pada 24 Juni 2023, Prigozhin menuding Kementerian Pertahanan Rusia menyerang para pejuangnya.
Bersamaan dengan tuduhan tersebut, pendiri Wagner juga menyatakan akan membuat "Konvoi Keadilan" oleh tentara bayaran tersebut yang melintasi perbatasan Ukraina ke Kota Rostov-on-Don di Rusia.
Prigozhin mengatakan anggotanya akan bergerak ke Moskow, sehingga mendorong Kremlin, sebutan bagi pemerintah Rusia, memperketat keamanan di seantero negeri. Namun, setelah berada sekitar 200 kilometer dari Moskow, Prigozhin dan tentaranya memutuskan untuk kembali guna menghindari pertumpahan darah.
Presiden Rusia Vladimir Putin berterima kasih kepada pasukan keamanan negaranya karena telah menegakkan tatanan konstitusional dan menunjukkan kesetiaan mereka kepada rakyat.
Dia juga menyanjung pasukannya yang disebut telah membantu menghentikan perang saudara di Rusia.
Pernyataan itu disampaikan Putin pada sebuah pertemuan di Kremlin di hadapan anggota kementerian pertahanan dan kementerian dalam negeri, pengawal Rusia, Badan Keamanan Federal (FSB), dan Badan Penjaga Federal (FSO).
Terngiang betul pemikiran Macchiavelli dari sekitar lima abad yang lalu yang ternyata masih relevan dan menjadi kenyataan dalam episode tentara bayaran Wagner dengan negara Rusia.
Sejumlah opsi
Rusia menawarkan sejumlah opsi kepada tentara bayaran Wagner Group setelah pemberontakan gagal kelompok tersebut pada akhir Juni.
Hal tersebut, selain dikemukakan oleh Putin, juga dipaparkan oleh Duta Besar Rusia untuk Indonesia Lyudmila Vorobieva dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, 5 Juli 2023.
Vorobieva mengemukakan, bagi anggota Wagner, ada tiga pilihan, yaitu mereka bisa memilih untuk menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia serta menjadi bagian dari Pasukan Bersenjata Rusia.
Opsi berikutnya adalah memungkinkan mereka untuk pergi ke Belarusia bersama dengan ketuanya Yevgeny Prigozhin, atau opsi yang selanjutnya adalah kembali ke keluarga mereka masing-masing.
Lyudmila mengatakan bahwa Rusia tidak akan memberikan hukuman atau memenjara para anggota Wagner Group karena sebagian besar dari mereka tidak mengetahui apa yang terjadi.
Ia juga menegaskan bahwa tawaran-tawaran tersebut diberikan sebagai bentuk apresiasi Rusia atas kontribusi kelompok tersebut dalam operasi militer khusus Rusia di Ukraina.
Setelah episode yang hampir memicu perang saudara di Rusia itu, Pentagon (sebutan bagi Departemen Pertahanan Amerika Serikat) menyatakan pada Kamis (13/7) bahwa Kelompok tentara bayaran Wagner tidak lagi terlibat secara signifikan dalam operasi militer di Ukraina.
"Pada tahap ini, kami tidak melihat pasukan Wagner berpartisipasi dalam kapasitas secara signifikan guna menyokong operasi tempur di Ukraina," kata Brigjen Angkatan Udara Patrick Ryder, juru bicara Pentagon, sebutan bagi Dephan AS, sebagaimana dikutip dari kantor berita Reuters.
Melatih Belarus
Namun, ternyata sejumlah negara lain masih mengemukakan kekhawatirannya dengan pergerakan Wagner, seperti Ukraina dan Polandia yang menyatakan bahwa sebagian tentara Wagner telah tiba di Belarus, sekutu terdekat Rusia di benua Eropa.
Kementerian Pertahanan Belarusia pada Jumat (14/7) juga merilis video yang menunjukkan pasukan Wagner melatih serdadu Belarusia di area pelatihan militer negara tersebut.
Begitu pula muncul video yang disebarkan melalui aplikasi Telegram, yang menunjukkan sosok seperti pemimpin Wagner, Yevgeny Prigozhin, menyambut para pasukannya di Belarus.
Sosok yang bersuara seperti Prigozhin itu menyerukan kepada pasukan Wagner agar berperilaku baik, serta menyatakan bahwa pelatihan mereka akan membuat tentara Belarus menjadi yang kedua terbaik di dunia.
Baca juga: Telaah - Memandang kerusuhan Sumgayit 1988
Selain di Belarus, Reuters juga melaporkan bahwa puluhan serdadu Wagner juga disebut telah tiba di Republik Afrika Tengah untuk mengawal referendum konstitusi untuk perpanjangan masa jabatan kepresidenan negara tersebut yang akan berlangsung pada 30 Juli mendatang.
Merupakan fenomena yang mencemaskan bila semakin lama tentara bayaran akan semakin mendapat panggung sebagai alat aktif yang terlibat dalam konflik antarnegara atau antarpemerintahan.
Untuk itu, berbagai kepala negara atau pemerintahan di dunia harus benar-benar berkomitmen ke depannya untuk jangan pernah menggunakan tentara bayaran.
Baca juga: Artikel - Anatomi konflik Sudan
Namun, hal yang harus untuk dilakukan, terutama pada masa kontemporer ini, adalah benar-benar memperkuat angkatan bersenjata yang dimiliki oleh masing-masing negara, baik secara profesionalitas maupun kapabilitas.
Baca juga: Artikel - Jangan terperosok kubangan perang informasi dalam konflik Rusia-Ukraina
Macchiavelli sendiri menulis, "pengalaman telah menunjukkan bahwa hanya para raja dan negara republik yang memiliki angkatan perang berhasil baik, dan pasukan bayaran hanyalah mendatangkan kekalahan. Dan suatu republik yang memiliki angkatan perang sendiri kecil sekali kemungkinannya untuk ditundukkan oleh seorang warga rakyatnya dibandingkan dengan republik yang tidak mempunyai angkatan perang sendiri."
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Menjaga agar tentara bayaran ala Wagner tak lagi jadi alat konflik