Kupang (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) menjalankan fungsi pengawasan kepatuhan pelaku usaha penangkapan ikan untuk mencegah terjadinya illegal fishing (tidak legal), unregulated fishing (tidak diatur), dan unreported fishing (tidak dilaporkan) atau disingkat IUU Fishing.

Illegal fishing tidak sebatas hanya dilakukan oleh kapal ikan asing, tapi juga kapal-kapal di Indonesia yang belum memiliki legalitas atau perizinan sesuai aturan yang berlaku.

Dalam hal pengawasan dan pengawalan, Ditjen PSDKP memerintahkan kapal-kapal dengan kapasitas mesin kurang dari 30 GT namun beraktivitas di atas 12 mil untuk bermigrasi ke izin pusat sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor B.190/MEN-KP/VII/2023 tentang Migrasi Perizinan Berusaha Subsektor Penangkapan Ikan dan Perizinan Berusaha Subsektor Pengangkutan Ikan.

Dalam surat edaran itu dinyatakan bahwa kapal penangkap ikan dan kapal pengangkut ikan yang telah memiliki perizinan berusaha dari gubernur (daerah) dan akan beroperasi di atas 12 mil, baik antar provinsi atau antarnegara, harus melakukan migrasi menjadi perizinan berusaha yang diterbitkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.

Migrasi harus dilakukan karena saat kapal izin daerah melakukan aktivitas usaha penangkapan atau pengangkutan ikan di atas 12 mil, maka hal itu bisa dikategorikan sebagai illegal fishing karena tidak memiliki perizinan usaha di wilayah yang jadi kewenangan pemerintah pusat.

Hal itu juga untuk memastikan pelaku usaha melakukan penangkapan pada jalur yang ditentukan dalam dokumen perizinan sebagai bentuk prioritas pengawasan terhadap zona penangkapan ikan sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur.

Terkait pencegahan unregulated fishing, ditekankan adanya kepatuhan pelaku usaha subsektor perikanan tangkap dan pengangkutan ikan untuk menjalankan regulasi yang telah ada sebagaimana Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia dan Laut Lepas Serta Penataan Andon Penangkapan Ikan.

Regulasi tersebut harus dilaksanakan sungguh-sungguh, seperti penggunaan alat tangkap yang benar dan ramah lingkungan. Hal ini berpatokan pada kebijakan ekonomi biru yang menekankan ekologi dan keberlanjutan sebagai fokus dan tujuan utama.

Adapun untuk pencegahan unreported fishing, ada kegiatan perizinan pascaproduksi dalam program penangkapan ikan terukur yang harus dipatuhi oleh pelaku usaha.

Sebelum adanya kegiatan perizinan pascaproduksi, kapal yang telah memiliki izin dapat menangkap ikan sebanyak-banyaknya. Namun sekarang hal itu tidak berlaku lagi.

Sebagai bentuk prioritas pengawasan terhadap zona penangkapan ikan sebagaimana Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur, pelaku usaha yang telah menangkap ikan harus melaporkan aktivitas penangkapan mandiri pascaproduksi.

Dalam laporan itu akan dihitung berapa hasil tangkapan ikan tersebut. Nantinya ada pungutan hasil perikanan pascaproduksi yang menjadi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang harus dibayar berdasarkan ikan hasil tangkapan oleh pemilik usaha subsektor penangkapan ikan tersebut.

KKP tidak semata-mata fokus pada penangkapan ikan terukur hanya untuk peningkatan PNBP. Namun, tujuan pelaporan itu untuk melihat berapa banyak potensi ikan yang ditangkap dan dihadapkan dengan sisi keberlanjutan.

Artinya, tercatat berapa potensi perikanan tangkap lestari yang dimiliki oleh Indonesia. Fokusnya adalah pencatatan potensi perikanan tangkap.

Sejak Januari hingga September 2023, aparat  telah mencatat adanya 10.130 kapal di Indonesia yang memiliki izin daerah, namun berpotensi melanggar jalur penangkapan yakni melakukan aktivitas penangkapan ikan melampaui 12 mil laut dari garis pantai. Kejadian itu telah teridentifikasi pada kurang lebih 171 pelabuhan yang ada di Indonesia.

Dalam hal pengawasan dan pengawalan itu, KKP telah melakukan pemanggilan kurang lebih 2.900 pelaku usaha dari potensi 10.130 kapal tersebut. Sebanyak 61 kapal dengan izin daerah namun masih melakukan penangkapan ikan melampaui 12 mil, juga telah diperiksa.

Saat menjalankan fungsinya, jajaran Ditjen PSDKP merujuk pada UU Cipta Kerja dengan prinsip ultimum remedium sehingga pemanggilan kepada pelaku usaha yang telah melanggar--sementara ini--bukan bertujuan untuk tindak pidana, melainkan pemberian edukasi terlebih dahulu.

Upaya tersebut agar ada perubahan pola pikir dan kepatuhan untuk melakukan migrasi izin ke pusat sebagaimana aturan yang berlaku.
Kapal pengawas

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nurawaluddin dalam peringatan Hari Maritim Nasional di Kupang mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan tambahan kapal pengawas perikanan dan kelautan yang diberi nama Orca 05 dan Orca 06 untuk memastikan  kepatuhan pelaku usaha perikanan di Indonesia.

Kapal Orca 06 merupakan kapal terbaru yang dihibahkan oleh Pemerintah Jepang pada 3 Oktober 2023, sedangkan Orca 05 telah dihibahkan pada Juli 2023. Kapal dengan panjang lebih kurang 63 meter itu merupakan kapal terbesar dalam jajaran kapal pengawas di Ditjen PSDKP dan memiliki kestabilan yang bagus.

Dua kapal terbaru itu melengkapi 30 kapal yang sudah ada atau eksisting untuk melakukan pengawalan kebijakan dalam rangka kepatuhan pelaku usaha khususnya sub sektor perikanan tangkap, penguatan kapal ikan, hingga pengawasan di bidang kelautan.

Sebanyak 32 kapal pengawas itu terdiri atas 10 kapal yang berada pada kendali Direktorat Pemantauan dan Operasi Armada, lalu 22 kapal pada kendali PSDKP yang tersebar di 14 pangkalan.

Kapal Orca 05 telah beroperasi sejak Juli 2023 dan melakukan pengawasan ke Laut Aru, masuk NTT, ke Kupang, sampai Selatan, Benoa, Cilacap, dan Prigi.

Selama pengawasan itu, personel Kapal Orca 05 sudah melakukan pemeriksaan pada 127 kapal dan menahan tiga kapal yang terindikasi melakukan pelanggaran yakni memiliki izin daerah namun melakukan penangkapan ikan melebihi jarak 12 mil.

Pola operasi yang dilakukan dihadapkan dengan salah satu kebijakan Menteri KKP yaitu program penangkapan ikan terukur berbasis kuota. Kapal-kapal pengawas harus mengawal semua kegiatan penangkapan ikan agar tidak terjadi lagi illegal fishing, unregulated fishing, dan unreported fishing.

Untuk memantau aktivitas penangkapan ikan di perairan Indonesia, KKP juga menjalankan strategi pengawasan yang disebut integrated   surveillance System atau pengawasan terintegrasi berbasis teknologi menggunakan satelit.

Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono mengatakan 20 nano satelit akan diluncurkan dan mulai dioperasikan pada tahun 2024.

Peluncuran nano satelit merupakan bagian dari strategi pengelolaan ruang laut yang sedang dikembangkan KKP untuk mendukung pembangunan berbasis ekonomi biru. Selain itu nano satelit nantinya digunakan untuk memetakan aktivitas dan kondisi di laut.

Pola operasi dalam pengawasan terintegrasi berbasis teknologi menggunakan satelit dimulai dengan pemantauan pergerakan kapal-kapal dari satelit. Dari hasil pemantauan satelit itu akan tergambar kapal-kapal yang berpotensi melakukan pelanggaran.

Berdasarkan identifikasi itu, Ditjen PSDKP akan memanfaatkan pesawat patroli udara atau airborne surveillance untuk melakukan validasi temuan pelanggaran hasil citra satelit itu. Jika ditemukan adanya kapal yang melanggar, kapal-kapal pengawas akan meluncur ke titik tersebut.

Pengawasan berbasis teknologi ini diyakini dapat lebih efektif sehingga pola operasi langsung on target. Namun pola operasi ini tidak bisa diterapkan untuk wilayah perbatasan, terutama untuk wilayah yang belum selesai dengan perjanjian perbatasan seperti Selat Malaka dan Laut Natuna Utara.

KKP melalui Ditjen PSDKP berkomitmen untuk melakukan pengawasan pada segala aktivitas penangkapan ikan di laut untuk mencegah terjadinya IUU Fishing.

Dalam melakukan pengawasan, kapal-kapal pengawas akan menahan dan memeriksa kapal baik kapal asing maupun kapal milik masyarakat yang melanggar ketentuan penangkapan ikan.

Untuk kapal asing, kapal pengawas dari KKP akan melaksanakan pengejaran, penghentian, dan pemeriksaan kapal-kapal ikan asing yang ada di wilayah perbatasan. Proses itu bisa berlanjut hingga ke penyidikan dan penuntutan di kejaksaan, bahkan berakhir pada sita negara.

Namun, kebijakan sita negara bukan berarti semua kapal asing yang ada harus ditenggelamkan. KKP akan melihat hasil dari penetapan kejaksaan tentang pemanfaatan kapal itu.

Kapal-kapal yang telah menjadi sita negara dapat dimanfaatkan kembali oleh masyarakat melalui koperasi dalam Program Kampung Nelayan Maju (Kalaju). Kapal-kapal itu bisa dioperasikan oleh masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan.

Namun, tidak semua kapal asing yang menjadi sita negara dapat dimanfaatkan dan dioperasikan oleh masyarakat. Semua itu harus tunduk pada putusan kejaksaan.

Baca juga: Artikel - Menaruh asa kepada laut

Dengan berbagai sarana dan prasarana yang ada dihadapkan dengan 90 hari operasi, KKP  harus fokus pada pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan pengawasan penangkapan ikan, pengawasan usaha budidaya, pengawasan penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan, dan pengawasan pengelolaan 50 ruang laut.

Petugas harus fokus dalam penyelenggaraan operasi kapal pengawas, pemantauan dan peningkatan infrastruktur sumber daya kelautan dan perikanan, serta penanganan tindak pidana kelautan dan perikanan.

Baca juga: Artikel - Saskia, perempuan pejuang mangrove dari kampung Lantebung

Pengawasan di laut itu bukan saja demi menjaga kekayaan bahari negeri ini, lebih dari itu agar sumber daya laut itu memberi kesejahteraan secara berkelanjutan dari generasi ke generasi.










 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Mengawal laut demi menjaga sumber kesejahteraan berkelanjutan

Pewarta : Fransiska Mariana Nuka
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024