Kupang (ANTARA) - Tarsisius Tari Tara sedang mengantre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di satu-satunya stasiun pengisian bahan bakar minyak umum (SPBU) di Desa Anakaka di Kecamatan Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pria berusia 40 tahun itu, sudah mengantre di SPBU tersebut sejak pukul 08.00 WITA waktu setempat. Saat tiba di SPBU tersebut antrean kendaraan bermotor justru sudah mengular sepanjang satu kilometer.
Tidak hanya kendaraan bermotor roda dua, tetapi kendaraan roda empat juga turut mengantre. Pasalnya jarak antara SPBU yang satu dengan SPBU yang lain kurang lebih satu setengah jam perjalanan.
Tarsisius tinggal di Desa Leteloko, Kecamatan Kodi Pangedo. Perjalanan dari desanya ke SPBU BBM satu harga itu jaraknya diperkirakan berkisar lima sampai enam kilometer.Masih ada desa lain lagi yang lebih jauh lagi dengan lokasi SPBU tersebut dan jaraknya bisa mencapai 10 kilometer.
Tarsisius mengantre di SPBU itu menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang tangki sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga jumlah Pertalite yang diisi semakin banyak.
Satu tangki kendaraan roda dua normalnya hanya mampu menampung 18 liter Pertalite, tetapi setelah dimodifikasi mampu menampung 20 liter BBM jenis Pertalite.
Tak hanya Tarsisius yang memodifikasi tangki kendaraannya, ada sekitar 20an kendaraan bermotor roda dua juga keliatan tangki BBMnya kembung dan lebih besar dari tangki kendaraan pada umumnya.
SPBUpun mulai dibuka pada puluk 09.00 WITA. Dan Tarsisius kemudian mendapatkan giliran untuk mengisi BBM di kendarannya. Diapun menyerahkan uang senilai Rp200 ribu kepada petugas SPBU yang bertugas.
Dengan senyumnya dia meninggalkan SPBU tersebut. Tetapi selah 10 menit kemudian dia kembali muncul di antrean kendaraan bermotor.
"Tadi setelah isi saya tap di jerigen 20 liter di sebelah SPBU, lalu saya antre lagi untuk isi 20 liter lagi," ceritanya sambil tersebut.
Semua pengendara bermotor yang mengantre tersebut memerlukan sekitar tiga empat kali putaran untuk kembali mengantre di SPBU yang sama. Sehingga tidak heran jika 8.000 kiloliter Pertalite bisa ludes dalam waktu tiga atau empat jam saja.
Dia mengaku terpaksa mencari rejeki dengan cara demikian, walaupun hal tersebut melawan hukum. Namun dia berdalih bahwa apa yang dilakukan oleh dirinya dan beberapa rekannya itu untuk membantu masyarakat di desanya yang kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi.
Walaupun dia harus menjual BBM bersubsidi tersebut dengan harga Rp15 ribu per liter di desanya, sebab warga yang ekonominya rendah hanya mampu membeli satu liter BBM.
"Bayangkan saja, hanya butuh satu liter Pertalite harus berkendara lima sampai enam kilometer ke SPBU. Yang ada pengeluaran membengkak, sehingga saya dan beberapa teman kemudian beralih profesi dari Petani menjadi penjual Pertalite," ceritanya.
Untuk mendapatkan modal usaha pembelian BBM Pertalite, mereka terpaksa harus meminjam di Koperasi dengan modal Rp500 ribu dengan jaminan pengembalian selama dua bulan.
Bagi masyarakat setempat, usaha menjual BBM Pertalite justru lebih menjanjikan walaupun prosesnya mereka tahu dilakukan dengan melanggar hukum, karena melakukan penimbunan.
Sambil berbincang-bincang-bincang-bincang dengan Tarsisius, melintas sebuah kendaraan bermotor roda dua membawa empat jerigen ukuran 20 liter.
Empat jerigen itu sudah terisi penuh dengan BBM Pertalite hasil dari membeli di SPBU tersebut. Empat jeringen itu juga diikat sedemikian rupa di kiri dan kanan dari kendaraan roda dua yang sudah dimodifikasi.
Pengendara bermotor itu tampaknya sudah sangat mahir membawa empat jeringen BBM tersebut tanpa merasa terganggu sedikitpun walaupun harus melewati jalan yang berlubang-lubang.
"Sudah biasa itu. Dia sudah sering membeli BBM di SPBU ini dan membawanya ke desanya yang jaraknya 10 kilometer," celetuk Andre Kaka, seorang warga yang rumahnya tidak jauh dari lokasi SPBU.
Bagi dia pemandangan antrean panjang itu sudah menjadi makanan sampai siang, semenjak SPBU BBM satu harga itu beroperasi pada Februari 2023 lalu.
Namun pada dasarnya pembangunan SPBU satu harga di wilayah pedalaman dinilai sangat perlu dilakukan. Pasalnya jika tidak, tidak akan ada warga di wilayah pedalaman yang bisa merasakan program BBM satu harga guna membantu masyarakat kecil.
Warga pedalaman hanya tahu informasi BBM satu harga melalui televisi, radio atau pemberitaan majalah dan berita-berita daring. Namun untuk dapat merasakan sangat tidak bisa.
Warga pedalaman hanya tahu membeli satu liter BBM di pedagang eceran yang harganya berkisar dari Rp15 ribu per liter atau bahkan sampai Rp25 ribu per liter.
Karena itu bagi warga sekitar kehadirian SPBU khusus BBM satu harga sangat dibutuhkan saat ini oleh warga sekitar. Dengan begitu masyarakat bisa merasakan langsung program itu.
"Bagaimana kami bisa tahu ada BBM satu harga dengan satu liter Rp10.000 ribu kalau yang kami beli saja saat ini per liternya kalau lagi banyak harganya Rp15 ribu, tetapi kalau sudah kosong di SPBU jadi Rp25 ribu per liter.
Sekretaris desa Anakaka, Kecamatan Kodi Agus Tamo Ama juga menilai keberadaan SPBU dengan program BBM satu harga sejak Februari 2023 itu memberikan dampak positif bagi warga desa sekitar karena semakin dekat dan harganya terjangkau.
“Biasanya warga kalau mau isi BBM harus desa Kori, perjalanan sekitar satu jam untuk bisa beli BBM di sana, tetapi kini sudah dekat, namun sayangnya setiap hari selalu banyak antrean kendaraan roda empat dan roda dua,” tambah dia.
Sehingga banyak warga yang lanjut dia lebih memilih mengisih di penjual eceran karena tidak perlu antre walaupun harganya bisa mencapai Rp15 ribu sampai Rp25 ribu per liter.
Sejumlah pedagang memindahkan BBM dari tangki kendaraannya bermotornya ke dalam jerigen yang sudah disiapkan. ANTARA/Kornelis Kaha
Mata pencaharian baru
Kodi sejak dahulu dikenal sebagai wilayah yang rawan akan aksi-aksi kriminalitas yang ekstrem. Misalnya pencurian ternak dalam jumlah banyak, kasus pembacokan dan kasus kriminalitas lainnya.
Tetapi setelah ada SPBU di Kodi itu di desa Kori dan desa Anakaka beberapa bulan terakhir banyak pemuda dan orang tua beralih profesi sebagai penjual BBM Pertalite.
Bagi para pedagang, menjual BBM lebih menguntungkan dan lebih tidak melawan hukum dibandingkan dengan melakukan aksi pencurian ternak di di daerah tersebut.
Tak tanggung-tanggung pencurian ternak tidak hanya dilakukan dalam jumlah kecil. Justru menggunakan truk untuk melakukan pencurian.
"Saat ini perlahan-lahan perbuatan itu sudah ditinggalkan, karena mereka sudah dapat pekerjaan baru," kata Bupati Sumba Barat Daya (SBD) Kornelis Kodi Mete.
Karena itu dia menyampaikan terima kasihnya kepada Pertamina dan BPH Migas yang sudah membantu penyaluran BBM satu harga di wilayah pedalaman di SBD.
Tetapi dia juga tidak bisa membendung cara yang dilakukan oleh warganya dalam hal mendapatkan uang dengan cara menimbun BBM dalam jumlah yang banyak dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi dari harga di SPBU.
"Kami juga tidak bisa berikan lapangan pekerjaan kepada mereka. Kalau kami larang, nanti mereka kembali lagi ke cara lama justru akan lebih berbahaya lagi,"ujar dia.
Pemerintah setempat pun mengaku kesulitan untuk melarang hal tersebut, karena hal tersebut menjadi mata pencaharian baru bagi warga setempat. Pemerintah setempat pun mengakui bahwa kasus pencurian juga alami penurunan selama tahun 2023 ini, semenjak ada SPBU tersebut.
Dengan adanya kondisi seperti itu, tentunya kehadiran SPBU yang menerapkan BBM satu harga perlu diperbanyak di wilayah pedalaman atau daerah 3T.
Lalu siapa yang akan investasi di kawasan pedalaman seperti itu. Apakah pemerintah? atau investor mana yang berani untuk membangun SPBU di kawasan pedalaman?
Bupati Kornelis mengatakan pihaknya siap menyediakan lahan, jika memang ada yang ingin membangun SPBU di daerah-daerah pedalaman di wilayahnya.
Di wilayah Kodi sendiri dia mengakui baru dua SPBU BBM satu harga, namun sejumlah SPBU itu jaraknya butuh waktu satu sampai satu setengah jam perjalanan. Karena itu dia mengajak para investor untuk berani berinvestasi di wilayahnya.
Saat ini untuk wilayah Sumba Barat Daya (SBD) jumlah SPBU yang menerapkan BBM satu harga berjumlah empat unit. Salah satunya baru saja diresmikan beberapa bulan lalu di Kecamatan Wawewa.
Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Pada dasarnya kehadiran SPBU BBM satu harga di wilayah 3T, mampu membuka peluang peningkatan ekonomi masyarakat daerah setempat. Keberadaan SPBU BBM satu harga membuat warga yang berada di dekat SPBU bisa membeli BBM dengan harga yang sama seperti yang dijual di wilayah perkotaan.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menilai pembukaan SPBU BBM satu harga mampu membuka titik perekonomian baru bagi masyarakat di daerah pelosok serta mampu meningkatkan ekonomi
Karena itu kehadiran investor sangat dibutuhkan di wilayah-wilayah 3T. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa investor yang berinvestasi membangun SPBU dan menyalurkan BBM satu harga dibutuhkan investor yang taf atau kuat atau tahan banting dengan berbagai tantangan yang ada.
Hampir diseluruh Indonesia, BPH Migas sendiri sulit mencari investor yang mau berinvestasi hingga ke wilayah 3T.
"Karena untuk mencari pengusaha yang memiliki dedikasi untuk membangun dan memiliki keuangan yang mencukupi juga adalah salah satu tantangan tersendiri," ungkap dia.
Namun pembangunan SPBU BBM satu harga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pasalnya ada tahap-tahapan yang harus dilakukan. Tetapi pada dasarnya Pertamina sendiri mampu jika diberikan tugas oleh pemerintah untuk menyalurkan BBM satu harga hingga ke pelosok.
Petugas mengisi BBM pertalite satu harga di desa Mandungo, Kecamatan Wawewa Selatan, Sumba Barat Daya (SBD). ANTARA/Kornelis Kaha
Vice Presiden Retail Fuel Sales PT Pertamina Patra Niaga Rahman Pramono Wibowo menilai dalam membangun SPBU BBM satu harga di kawasan 3T diperlukan dukungan dari berbagai, mulai dari Kementerian ESDM serta BPH Migas sebagai pengatur dan juga dari sisi pemerintah pusat untuk menjembatani dan mediasi dengan pemerintah daerah.
“Kemudian juga yang sangat penting adalah suport dari pemerintah daerah serta dukungan dari pengusaha lokal dalam hal pembangunan SPBU BBM satu harganya,” tambah dia.
Terkait persiapan untuk pembangunan BBM satu harga yang merupakan program dari pemerintah titik atau lokasinya sudah ditentukan oleh pemerintah daerah.
Baca juga: Artikel - Menjaga ketersediaan energi untuk senyum Cahaya tetap merekah
Saat ini untuk wilayah NTT saja, sudah terdapat 38 unit SPBU yang menerapkan BBM satu harga. Jumlah itu diyakini akan terus bertambah, namun tergantung pada usulan dari pemerintah daerah atau dari investor yang ingin membangun SPBU dan mau menjadi penyalur BBM satu harga.
Baca juga: Artikel - Peran humas Pertamina di kala gaduh elpiji subsidi
Jika sudah ada investor, yang mau membangun SPBU dan dukungan pemda berupa lahan sudah ada, otomatis harapan dan mimpi masyarakat di pelosok NTT akan BBM satu harga sudah pasti akan terwujud.
Pria berusia 40 tahun itu, sudah mengantre di SPBU tersebut sejak pukul 08.00 WITA waktu setempat. Saat tiba di SPBU tersebut antrean kendaraan bermotor justru sudah mengular sepanjang satu kilometer.
Tidak hanya kendaraan bermotor roda dua, tetapi kendaraan roda empat juga turut mengantre. Pasalnya jarak antara SPBU yang satu dengan SPBU yang lain kurang lebih satu setengah jam perjalanan.
Tarsisius tinggal di Desa Leteloko, Kecamatan Kodi Pangedo. Perjalanan dari desanya ke SPBU BBM satu harga itu jaraknya diperkirakan berkisar lima sampai enam kilometer.Masih ada desa lain lagi yang lebih jauh lagi dengan lokasi SPBU tersebut dan jaraknya bisa mencapai 10 kilometer.
Tarsisius mengantre di SPBU itu menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang tangki sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga jumlah Pertalite yang diisi semakin banyak.
Satu tangki kendaraan roda dua normalnya hanya mampu menampung 18 liter Pertalite, tetapi setelah dimodifikasi mampu menampung 20 liter BBM jenis Pertalite.
Tak hanya Tarsisius yang memodifikasi tangki kendaraannya, ada sekitar 20an kendaraan bermotor roda dua juga keliatan tangki BBMnya kembung dan lebih besar dari tangki kendaraan pada umumnya.
SPBUpun mulai dibuka pada puluk 09.00 WITA. Dan Tarsisius kemudian mendapatkan giliran untuk mengisi BBM di kendarannya. Diapun menyerahkan uang senilai Rp200 ribu kepada petugas SPBU yang bertugas.
Dengan senyumnya dia meninggalkan SPBU tersebut. Tetapi selah 10 menit kemudian dia kembali muncul di antrean kendaraan bermotor.
"Tadi setelah isi saya tap di jerigen 20 liter di sebelah SPBU, lalu saya antre lagi untuk isi 20 liter lagi," ceritanya sambil tersebut.
Semua pengendara bermotor yang mengantre tersebut memerlukan sekitar tiga empat kali putaran untuk kembali mengantre di SPBU yang sama. Sehingga tidak heran jika 8.000 kiloliter Pertalite bisa ludes dalam waktu tiga atau empat jam saja.
Dia mengaku terpaksa mencari rejeki dengan cara demikian, walaupun hal tersebut melawan hukum. Namun dia berdalih bahwa apa yang dilakukan oleh dirinya dan beberapa rekannya itu untuk membantu masyarakat di desanya yang kesulitan mendapatkan BBM bersubsidi.
Walaupun dia harus menjual BBM bersubsidi tersebut dengan harga Rp15 ribu per liter di desanya, sebab warga yang ekonominya rendah hanya mampu membeli satu liter BBM.
"Bayangkan saja, hanya butuh satu liter Pertalite harus berkendara lima sampai enam kilometer ke SPBU. Yang ada pengeluaran membengkak, sehingga saya dan beberapa teman kemudian beralih profesi dari Petani menjadi penjual Pertalite," ceritanya.
Untuk mendapatkan modal usaha pembelian BBM Pertalite, mereka terpaksa harus meminjam di Koperasi dengan modal Rp500 ribu dengan jaminan pengembalian selama dua bulan.
Bagi masyarakat setempat, usaha menjual BBM Pertalite justru lebih menjanjikan walaupun prosesnya mereka tahu dilakukan dengan melanggar hukum, karena melakukan penimbunan.
Sambil berbincang-bincang-bincang-bincang dengan Tarsisius, melintas sebuah kendaraan bermotor roda dua membawa empat jerigen ukuran 20 liter.
Empat jerigen itu sudah terisi penuh dengan BBM Pertalite hasil dari membeli di SPBU tersebut. Empat jeringen itu juga diikat sedemikian rupa di kiri dan kanan dari kendaraan roda dua yang sudah dimodifikasi.
Pengendara bermotor itu tampaknya sudah sangat mahir membawa empat jeringen BBM tersebut tanpa merasa terganggu sedikitpun walaupun harus melewati jalan yang berlubang-lubang.
"Sudah biasa itu. Dia sudah sering membeli BBM di SPBU ini dan membawanya ke desanya yang jaraknya 10 kilometer," celetuk Andre Kaka, seorang warga yang rumahnya tidak jauh dari lokasi SPBU.
Bagi dia pemandangan antrean panjang itu sudah menjadi makanan sampai siang, semenjak SPBU BBM satu harga itu beroperasi pada Februari 2023 lalu.
Namun pada dasarnya pembangunan SPBU satu harga di wilayah pedalaman dinilai sangat perlu dilakukan. Pasalnya jika tidak, tidak akan ada warga di wilayah pedalaman yang bisa merasakan program BBM satu harga guna membantu masyarakat kecil.
Warga pedalaman hanya tahu informasi BBM satu harga melalui televisi, radio atau pemberitaan majalah dan berita-berita daring. Namun untuk dapat merasakan sangat tidak bisa.
Warga pedalaman hanya tahu membeli satu liter BBM di pedagang eceran yang harganya berkisar dari Rp15 ribu per liter atau bahkan sampai Rp25 ribu per liter.
Karena itu bagi warga sekitar kehadirian SPBU khusus BBM satu harga sangat dibutuhkan saat ini oleh warga sekitar. Dengan begitu masyarakat bisa merasakan langsung program itu.
"Bagaimana kami bisa tahu ada BBM satu harga dengan satu liter Rp10.000 ribu kalau yang kami beli saja saat ini per liternya kalau lagi banyak harganya Rp15 ribu, tetapi kalau sudah kosong di SPBU jadi Rp25 ribu per liter.
Sekretaris desa Anakaka, Kecamatan Kodi Agus Tamo Ama juga menilai keberadaan SPBU dengan program BBM satu harga sejak Februari 2023 itu memberikan dampak positif bagi warga desa sekitar karena semakin dekat dan harganya terjangkau.
“Biasanya warga kalau mau isi BBM harus desa Kori, perjalanan sekitar satu jam untuk bisa beli BBM di sana, tetapi kini sudah dekat, namun sayangnya setiap hari selalu banyak antrean kendaraan roda empat dan roda dua,” tambah dia.
Sehingga banyak warga yang lanjut dia lebih memilih mengisih di penjual eceran karena tidak perlu antre walaupun harganya bisa mencapai Rp15 ribu sampai Rp25 ribu per liter.
Mata pencaharian baru
Kodi sejak dahulu dikenal sebagai wilayah yang rawan akan aksi-aksi kriminalitas yang ekstrem. Misalnya pencurian ternak dalam jumlah banyak, kasus pembacokan dan kasus kriminalitas lainnya.
Tetapi setelah ada SPBU di Kodi itu di desa Kori dan desa Anakaka beberapa bulan terakhir banyak pemuda dan orang tua beralih profesi sebagai penjual BBM Pertalite.
Bagi para pedagang, menjual BBM lebih menguntungkan dan lebih tidak melawan hukum dibandingkan dengan melakukan aksi pencurian ternak di di daerah tersebut.
Tak tanggung-tanggung pencurian ternak tidak hanya dilakukan dalam jumlah kecil. Justru menggunakan truk untuk melakukan pencurian.
"Saat ini perlahan-lahan perbuatan itu sudah ditinggalkan, karena mereka sudah dapat pekerjaan baru," kata Bupati Sumba Barat Daya (SBD) Kornelis Kodi Mete.
Karena itu dia menyampaikan terima kasihnya kepada Pertamina dan BPH Migas yang sudah membantu penyaluran BBM satu harga di wilayah pedalaman di SBD.
Tetapi dia juga tidak bisa membendung cara yang dilakukan oleh warganya dalam hal mendapatkan uang dengan cara menimbun BBM dalam jumlah yang banyak dan menjualnya dengan harga yang lebih tinggi dari harga di SPBU.
"Kami juga tidak bisa berikan lapangan pekerjaan kepada mereka. Kalau kami larang, nanti mereka kembali lagi ke cara lama justru akan lebih berbahaya lagi,"ujar dia.
Pemerintah setempat pun mengaku kesulitan untuk melarang hal tersebut, karena hal tersebut menjadi mata pencaharian baru bagi warga setempat. Pemerintah setempat pun mengakui bahwa kasus pencurian juga alami penurunan selama tahun 2023 ini, semenjak ada SPBU tersebut.
Dengan adanya kondisi seperti itu, tentunya kehadiran SPBU yang menerapkan BBM satu harga perlu diperbanyak di wilayah pedalaman atau daerah 3T.
Lalu siapa yang akan investasi di kawasan pedalaman seperti itu. Apakah pemerintah? atau investor mana yang berani untuk membangun SPBU di kawasan pedalaman?
Bupati Kornelis mengatakan pihaknya siap menyediakan lahan, jika memang ada yang ingin membangun SPBU di daerah-daerah pedalaman di wilayahnya.
Di wilayah Kodi sendiri dia mengakui baru dua SPBU BBM satu harga, namun sejumlah SPBU itu jaraknya butuh waktu satu sampai satu setengah jam perjalanan. Karena itu dia mengajak para investor untuk berani berinvestasi di wilayahnya.
Saat ini untuk wilayah Sumba Barat Daya (SBD) jumlah SPBU yang menerapkan BBM satu harga berjumlah empat unit. Salah satunya baru saja diresmikan beberapa bulan lalu di Kecamatan Wawewa.
Peningkatan Ekonomi Masyarakat
Pada dasarnya kehadiran SPBU BBM satu harga di wilayah 3T, mampu membuka peluang peningkatan ekonomi masyarakat daerah setempat. Keberadaan SPBU BBM satu harga membuat warga yang berada di dekat SPBU bisa membeli BBM dengan harga yang sama seperti yang dijual di wilayah perkotaan.
Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman menilai pembukaan SPBU BBM satu harga mampu membuka titik perekonomian baru bagi masyarakat di daerah pelosok serta mampu meningkatkan ekonomi
Karena itu kehadiran investor sangat dibutuhkan di wilayah-wilayah 3T. Memang tidak bisa dipungkiri bahwa investor yang berinvestasi membangun SPBU dan menyalurkan BBM satu harga dibutuhkan investor yang taf atau kuat atau tahan banting dengan berbagai tantangan yang ada.
Hampir diseluruh Indonesia, BPH Migas sendiri sulit mencari investor yang mau berinvestasi hingga ke wilayah 3T.
"Karena untuk mencari pengusaha yang memiliki dedikasi untuk membangun dan memiliki keuangan yang mencukupi juga adalah salah satu tantangan tersendiri," ungkap dia.
Namun pembangunan SPBU BBM satu harga tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pasalnya ada tahap-tahapan yang harus dilakukan. Tetapi pada dasarnya Pertamina sendiri mampu jika diberikan tugas oleh pemerintah untuk menyalurkan BBM satu harga hingga ke pelosok.
Vice Presiden Retail Fuel Sales PT Pertamina Patra Niaga Rahman Pramono Wibowo menilai dalam membangun SPBU BBM satu harga di kawasan 3T diperlukan dukungan dari berbagai, mulai dari Kementerian ESDM serta BPH Migas sebagai pengatur dan juga dari sisi pemerintah pusat untuk menjembatani dan mediasi dengan pemerintah daerah.
“Kemudian juga yang sangat penting adalah suport dari pemerintah daerah serta dukungan dari pengusaha lokal dalam hal pembangunan SPBU BBM satu harganya,” tambah dia.
Terkait persiapan untuk pembangunan BBM satu harga yang merupakan program dari pemerintah titik atau lokasinya sudah ditentukan oleh pemerintah daerah.
Baca juga: Artikel - Menjaga ketersediaan energi untuk senyum Cahaya tetap merekah
Saat ini untuk wilayah NTT saja, sudah terdapat 38 unit SPBU yang menerapkan BBM satu harga. Jumlah itu diyakini akan terus bertambah, namun tergantung pada usulan dari pemerintah daerah atau dari investor yang ingin membangun SPBU dan mau menjadi penyalur BBM satu harga.
Baca juga: Artikel - Peran humas Pertamina di kala gaduh elpiji subsidi
Jika sudah ada investor, yang mau membangun SPBU dan dukungan pemda berupa lahan sudah ada, otomatis harapan dan mimpi masyarakat di pelosok NTT akan BBM satu harga sudah pasti akan terwujud.