Kupang (ANTARA) - Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Ditjen PP) bekerja sama dengan Kanwil Kemenkumham NTT menggelar Fokus Grup Diskusi (FGD) Rancangan Undang-Undang tentang Hukum Acara Perdata di Labuan Bajo, Kamis (9/11).
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana dalam sambutannya di Labuan Bajo mengatakan bahwa RUU Hukum Acara Perdata masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Artinya, RUU ini telah menjadi concern Pemerintah dan DPR untuk segera diselesaikan.
“Kami sudah menggelar FGD di berbagai tempat untuk menampung aspirasi sekaligus menginformasikan tentang substansi RUU Hukum Acara Perdata, karena sebuah peraturan atau regulasi yang baik dibuat dengan asas transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.
Melalui kegiatan FGD, Asep berharap para peserta dari Pengadilan Negeri, Pemerintah Daerah, Desa Sadar Hukum, tokoh adat, Kejaksaan Negeri, Kepolisian, Advokat, Notaris, organisasi bantuan hukum, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, serta Perancang Peraturan Perundang-undangan, Analis Hukum, dan Penyuluh Hukum dapat memberikan masukan, pandangan dan gagasannya. Dengan demikian, RUU nantinya bisa menjadi sebuah UU yang bermanfaat bagi seluruh komponen masyarakat.
“Selain itu, juga diharapkan bisa menjadi jembatan hubungan antar masyarakat, serta masyarakat dengan pemerintah,” imbuhnya.
Menurut Asep, terdapat dua hal utama yang mendorong pembentukan RUU Hukum Acara Perdata. Pertama, untuk mengubah peraturan-peraturan terkait Hukum Acara Perdata warisan kolonial Belanda menjadi Hukum Acara Perdata Nasional yang mengedepankan kearifan lokal masyarakat dan budaya bangsa.
Sementara yang kedua adalah untuk mengkodifikasikan hukum perdata di Indonesia secara terpadu dan terintegrasi.
“Kami berharap RUU dapat disusun dengan baik untuk menghasilkan regulasi yang berkualitas, berintegritas menuju Indonesia Emas,” tandasnya.
Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng mendukung pelaksanaan FGD dalam upaya menghasilkan peraturan perundang-undangan yang aspiratif, responsif, akuntabel dan berkeadilan melalui peran serta masyarakat.
Dalam konteks lokal, pembahasan RUU dikatakan perlu memberikan atensi terhadap penanganan aset pemerintah daerah dalam perkara tindak pidana korupsi, serta kejelasan status masyarakat adat terkait tanah ulayat.
FGD juga menghadirkan tiga orang narasumber, yakni Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, yang memaparkan materi terkait peran notaris dalam pembuktian di hukum acara perdata; Dr. Asep Iwan Iriawan yang menyampaikan materi tentang penyelesaian hukum acara cepat untuk bisnis dan investasi.
Baca juga: Kemenkumham: Notaris harus kedepankan prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta
Baca juga: Puluhan pejabat di Kanwil Kemenkumham NTT dilantik tempati posisi baru
Disamping itu juga ada Lalu Muhammad Hayyanul Haq, yang memberikan tanggapan terhadap RUU Hukum Acara Perdata. Pemaparan materi yang dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama peserta FGD dipandu Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya merangkap Kepala Bidang Hukum Kanwil Kemenkumham NTT, Yunus P.S. Bureni selaku moderator
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Prof. Dr. Asep Nana Mulyana dalam sambutannya di Labuan Bajo mengatakan bahwa RUU Hukum Acara Perdata masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Artinya, RUU ini telah menjadi concern Pemerintah dan DPR untuk segera diselesaikan.
“Kami sudah menggelar FGD di berbagai tempat untuk menampung aspirasi sekaligus menginformasikan tentang substansi RUU Hukum Acara Perdata, karena sebuah peraturan atau regulasi yang baik dibuat dengan asas transparansi dan akuntabilitas,” ujarnya.
Melalui kegiatan FGD, Asep berharap para peserta dari Pengadilan Negeri, Pemerintah Daerah, Desa Sadar Hukum, tokoh adat, Kejaksaan Negeri, Kepolisian, Advokat, Notaris, organisasi bantuan hukum, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, serta Perancang Peraturan Perundang-undangan, Analis Hukum, dan Penyuluh Hukum dapat memberikan masukan, pandangan dan gagasannya. Dengan demikian, RUU nantinya bisa menjadi sebuah UU yang bermanfaat bagi seluruh komponen masyarakat.
“Selain itu, juga diharapkan bisa menjadi jembatan hubungan antar masyarakat, serta masyarakat dengan pemerintah,” imbuhnya.
Menurut Asep, terdapat dua hal utama yang mendorong pembentukan RUU Hukum Acara Perdata. Pertama, untuk mengubah peraturan-peraturan terkait Hukum Acara Perdata warisan kolonial Belanda menjadi Hukum Acara Perdata Nasional yang mengedepankan kearifan lokal masyarakat dan budaya bangsa.
Sementara yang kedua adalah untuk mengkodifikasikan hukum perdata di Indonesia secara terpadu dan terintegrasi.
“Kami berharap RUU dapat disusun dengan baik untuk menghasilkan regulasi yang berkualitas, berintegritas menuju Indonesia Emas,” tandasnya.
Wakil Bupati Manggarai Barat, Yulianus Weng mendukung pelaksanaan FGD dalam upaya menghasilkan peraturan perundang-undangan yang aspiratif, responsif, akuntabel dan berkeadilan melalui peran serta masyarakat.
Dalam konteks lokal, pembahasan RUU dikatakan perlu memberikan atensi terhadap penanganan aset pemerintah daerah dalam perkara tindak pidana korupsi, serta kejelasan status masyarakat adat terkait tanah ulayat.
FGD juga menghadirkan tiga orang narasumber, yakni Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, yang memaparkan materi terkait peran notaris dalam pembuktian di hukum acara perdata; Dr. Asep Iwan Iriawan yang menyampaikan materi tentang penyelesaian hukum acara cepat untuk bisnis dan investasi.
Baca juga: Kemenkumham: Notaris harus kedepankan prinsip kehati-hatian dalam pembuatan akta
Baca juga: Puluhan pejabat di Kanwil Kemenkumham NTT dilantik tempati posisi baru
Disamping itu juga ada Lalu Muhammad Hayyanul Haq, yang memberikan tanggapan terhadap RUU Hukum Acara Perdata. Pemaparan materi yang dilanjutkan dengan sesi diskusi bersama peserta FGD dipandu Perancang Peraturan Perundang-undangan Ahli Madya merangkap Kepala Bidang Hukum Kanwil Kemenkumham NTT, Yunus P.S. Bureni selaku moderator