Jakarta (ANTARA) - Pengamat pasar uang Ariston Tjendra memprediksi potensi pelemahan rupiah pada Selasa ke arah Rp15.750 per dolar Amerika Serikat (AS) dengan potensi support di sekitar Rp15.680 per dolar AS.
“Tidak ada sentimen baru untuk pergerakan rupiah (terhadap) dolar AS dari kemarin hingga pagi ini. Jadi, rupiah masih berpotensi melemah terhadap dolar AS hari ini seperti kemarin,” ujar dia ketika dihubungi Antara di Jakarta.
Menurut dia, para pelaku pasar masih memberikan fokus terhadap kebijakan suku bunga tinggi AS, masalah di Jalur Gaza Palestina, dan pelambatan ekonomi China.
Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell sempat membuka peluang kenaikan suku bunga acuan AS lagi untuk menurunkan tingkat inflasi AS yang sampai saat ini masih belum turun ke level target 2 persen.
Terkait ekonomi Negeri Tirai Bambu, pada pekan lalu, aktivitas ekspor China pada Oktober 2023 menunjukkan penurunan melebihi konsensus pasar, yakni -6,4 persen dengan konsensus -3,3 persen. China juga melaporkan terjadi deflasi yang bisa diartikan penurunan permintaan dan pelambatan ekonomi di negara tersebut.
Malam ini, pasar menantikan data inflasi konsumen AS bulan Oktober 2023. Data ini ditunggu pasar karena berhubungan erat dengan ekspektasi kebijakan suku bunga AS ke depan. Karena itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih berkonsolidasi. “Inflasi diperkirakan 3,3 persen yoy (year on year) dari sebelumnya 3,7 persen,” ucap Ariston.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi menguat sebesar 0,04 persen atau 6 poin menjadi Rp15.695 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.701 per dolar AS.
Baca juga: Fundamental ekonomi RI kuat tahan laju pelemahan rupiah, menurut Pakar
Baca juga: Rupiah melemah karena pasar tunggu putusan FOMC
“Tidak ada sentimen baru untuk pergerakan rupiah (terhadap) dolar AS dari kemarin hingga pagi ini. Jadi, rupiah masih berpotensi melemah terhadap dolar AS hari ini seperti kemarin,” ujar dia ketika dihubungi Antara di Jakarta.
Menurut dia, para pelaku pasar masih memberikan fokus terhadap kebijakan suku bunga tinggi AS, masalah di Jalur Gaza Palestina, dan pelambatan ekonomi China.
Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell sempat membuka peluang kenaikan suku bunga acuan AS lagi untuk menurunkan tingkat inflasi AS yang sampai saat ini masih belum turun ke level target 2 persen.
Terkait ekonomi Negeri Tirai Bambu, pada pekan lalu, aktivitas ekspor China pada Oktober 2023 menunjukkan penurunan melebihi konsensus pasar, yakni -6,4 persen dengan konsensus -3,3 persen. China juga melaporkan terjadi deflasi yang bisa diartikan penurunan permintaan dan pelambatan ekonomi di negara tersebut.
Malam ini, pasar menantikan data inflasi konsumen AS bulan Oktober 2023. Data ini ditunggu pasar karena berhubungan erat dengan ekspektasi kebijakan suku bunga AS ke depan. Karena itu, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih berkonsolidasi. “Inflasi diperkirakan 3,3 persen yoy (year on year) dari sebelumnya 3,7 persen,” ucap Ariston.
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Selasa pagi menguat sebesar 0,04 persen atau 6 poin menjadi Rp15.695 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.701 per dolar AS.
Baca juga: Fundamental ekonomi RI kuat tahan laju pelemahan rupiah, menurut Pakar
Baca juga: Rupiah melemah karena pasar tunggu putusan FOMC