Kupang (ANTARA) - Masyarakat adat keluarga Tomboy yang mengklaim memiliki lahan seluas 283 hektare di Kota Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur meminta agar pemerintah Kabupaten Kupang dan Kota Kupang duduk bersama membahas masalah dugaan mafia tanah yang terjadi di Kota Kupang.

"Kami ingin agar Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota Kupang untuk duduk bersama kami untuk membahas soal masalah lahan di Kota Kupang ini agar jelas semuanya," kata juru bicara masyarakat adat keluarga Tomboy Ayub Titu Eki di Kupang, Rabu, (19/6/2024).

Dia mengatakan hal ini karena sejumlah somasi dan tuntutan yang disampaikan sekitar awal bulan lalu belum juga direspon oleh pemerintah Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.

Bahkan sejumlah plang yang dibuat sebagai penanda bahwa lahan tersebut adalah milik masyarakat adat Tomboy sudah dicabut oleh aparat penegak hukum.

Akibat hal tersebut para tetua adat kemudian membuat ritual adat saat penancapan plang tersebut.

Ayub mengatakan bahwa pihaknya sudah mengirimkan surat ke Pj Bupati Kupang dan Pemkot Kupang untuk mencari solusi bersama soal masalah lahan tersebut namun tidak ada tanggapan hingga saat ini.

Dia menjelaskan bahwa berdasarkan pasal 44 UU No.56/Prp/1960 tentang batas maksimum kepemilikan tanah pertanian per orang tidak lebih dari 21 ha. Sementara dalam laporan risalah pemeriksaan lapangan tanah Tomboy oleh panitia Landreform kecamatan Kota Kupang pada 2 Juli 1968 salah satu laporannya adalah kelebihan tanah 262 hektare dari total 283 ha itu akan dimanfaatkan pemerintah untuk pembangunan.

Untuk biaya ganti rugi nantinya akan ditetapkan kemudian, namun sejak tahun 1968 hingga 2024 biaya ganti rugi tersebut belum juga diberikan.

"Bahkan mereka kehilangan seluruh hak atas tanah mereka," tegasnya.

Padahal berdasarkan Pansus DPR RI melalui keputusan No.019/RKM/Pansus Tanah/DPR-RI/2004 tentang tuntutan hak adat keluarga Tomboy DPR telah memutuskan bahwa Panitia Landreform telah salah menerapkan hukum dan telah salah menentukan status tanah sengketa menjadi tanah yang dikuasai negara dan tidak memperhatikan hak adat.

Sejumlah masyarakat adat itu juga sempat melarang adanya pembangunan Laboratorium Kesehatan oleh Pemkot Kupang, karena lahan tersebut masih dalam sengketa.

"Kami hanya ingin agar ada ganti ruginya dan juga agar pemerintah mengakui bahwa lahan ini adalah milik keluarga Tomboy, itu saja tidak lebih," ujar dia

Akibat larangan itu, sejumlah personel Satpol PP Kota Kupang turun untuk membubarkan para keluarga Tomboy. Kasat Pol PP Rudi Abubakar yang hadir untuk menyelesaikan masalah tersebut meminta agar keluarga Tomboy tidak melarang aktivitas pekerjaan tersebut.

"Nanti saya akan atur waktu agar bisa ada pembicaraan dengan Pemkot untuk masalah ini, tetapi untuk saat ini biarkan pekerjaan tetap berlanjut," ujar Rudi.

Baca juga: Pemilik lahan di Kupang laporkan dugaan mafia tanah ke Menteri ATR/BPN

Baca juga: Mantan wali Kota Kupang JS mangkir dari panggilan penyidik kejaksaan

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024