Kupang (ANTARA) - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) melakukan pengawasan melekat dan uji petik terhadap kerja Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih) sebagai bentuk strategi pengawasan dalam tahapan Pemutakhiran dan Penyusunan Daftar Pemilih Pilkada 2024.
"Pengawasan terhadap tahapan ini sangat penting karena berkaitan dengan data pemilih yang nantinya berkorelasi dengan penggunaan hak pilih pada tanggal 27 November 2024 mendatang," kata Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Lembata M Rifai Mayeli ketika dihubungi dari Kupang, Senin (1/7).
Ia menjelaskan, pengawasan melekat dilakukan dengan ketat dan detail saat petugas pantarlih melakukan pencocokan dan penelitian (coklit).
Sedangkan pola pengawasan berikutnya, yakni uji petik kepada petugas pantarlih selama empat hari.
Uji petik kinerja pantarlih, yakni pengujian fakta terhadap hasil coklit data pemilih, dengan cara mendatangi kembali rumah warga secara acak yang sudah tertempel stiker coklit oleh pantarlih.
Ia menjelaskan, pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dan jajaran adhock untuk memastikan agar hak-hak warga negara sebagai pemilih dapat terlindungi dengan baik.
Baca juga: Bawaslu Lembata ajak pemilih difabel awasi pemilu
Baca juga: DKPP berikan sanksi pemberhentian tetap anggota Bawaslu Lembata
Menurutnya potensi pelanggaran dalam tahapan itu bisa saja ada, sehingga perlu memaksimalkan kerja-kerja pengawasan untuk mencegah potensi pelanggaran yang ada.
"Terhadap pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih ini, ada empat kecamatan yang cukup rawan berdasarkan pemetaan Indeks Kerawanan Pilkada yang kami lakukan," ucapnya.
Empat kecamatan tersebut yakni Kecamatan Nubatukan, Ile Ape, Buyasuri, dan Omesuri.
Indikator yang dilihat, kata dia, selain populasi pemilih yang cukup besar, namun wilayah geografis juga sangat luas.
"Dari pengawasan tanggal 24 Juni belum ada pelanggaran, namun Bawaslu berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah potensi pelanggaran," katanya menegaskan.
Adapun beberapa potensi kerawanan pelanggaran yang dapat terjadi dalam proses coklit diantaranya pantarlih tidak mendatangi pemilih secara langsung; pantarlih melakukan coklit menggunakan sarana teknologi informasi tanpa mendatangi pemilih secara langsung terlebih dahulu; pantarlih melimpahkan tugas coklit kepada pihak lain; pantarlih tidak melaksanakan coklit secara tepat waktu; pantarlih tidak mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat; serta pantarlih mencoret pemilih yang memenuhi syarat.
Selanjutnya ada potensi pantarlih tidak memakai dan membawa perlengkapan pada saat coklit; pantarlih tidak menempelkan stiker coklit untuk setiap satu Kepala Keluarga setelah melakukan coklit; pantarlih tidak menindaklanjuti masukan atau tanggapan masyarakat; dan pantarlih tidak menindaklanjuti saran perbaikan pengawas pemilu.
"Pengawasan terhadap tahapan ini sangat penting karena berkaitan dengan data pemilih yang nantinya berkorelasi dengan penggunaan hak pilih pada tanggal 27 November 2024 mendatang," kata Koordinator Divisi Hukum, Pencegahan, dan Partisipasi Masyarakat Bawaslu Lembata M Rifai Mayeli ketika dihubungi dari Kupang, Senin (1/7).
Ia menjelaskan, pengawasan melekat dilakukan dengan ketat dan detail saat petugas pantarlih melakukan pencocokan dan penelitian (coklit).
Sedangkan pola pengawasan berikutnya, yakni uji petik kepada petugas pantarlih selama empat hari.
Uji petik kinerja pantarlih, yakni pengujian fakta terhadap hasil coklit data pemilih, dengan cara mendatangi kembali rumah warga secara acak yang sudah tertempel stiker coklit oleh pantarlih.
Ia menjelaskan, pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu dan jajaran adhock untuk memastikan agar hak-hak warga negara sebagai pemilih dapat terlindungi dengan baik.
Baca juga: Bawaslu Lembata ajak pemilih difabel awasi pemilu
Baca juga: DKPP berikan sanksi pemberhentian tetap anggota Bawaslu Lembata
Menurutnya potensi pelanggaran dalam tahapan itu bisa saja ada, sehingga perlu memaksimalkan kerja-kerja pengawasan untuk mencegah potensi pelanggaran yang ada.
"Terhadap pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih ini, ada empat kecamatan yang cukup rawan berdasarkan pemetaan Indeks Kerawanan Pilkada yang kami lakukan," ucapnya.
Empat kecamatan tersebut yakni Kecamatan Nubatukan, Ile Ape, Buyasuri, dan Omesuri.
Indikator yang dilihat, kata dia, selain populasi pemilih yang cukup besar, namun wilayah geografis juga sangat luas.
"Dari pengawasan tanggal 24 Juni belum ada pelanggaran, namun Bawaslu berusaha semaksimal mungkin untuk mencegah potensi pelanggaran," katanya menegaskan.
Adapun beberapa potensi kerawanan pelanggaran yang dapat terjadi dalam proses coklit diantaranya pantarlih tidak mendatangi pemilih secara langsung; pantarlih melakukan coklit menggunakan sarana teknologi informasi tanpa mendatangi pemilih secara langsung terlebih dahulu; pantarlih melimpahkan tugas coklit kepada pihak lain; pantarlih tidak melaksanakan coklit secara tepat waktu; pantarlih tidak mencoret pemilih yang tidak memenuhi syarat; serta pantarlih mencoret pemilih yang memenuhi syarat.
Selanjutnya ada potensi pantarlih tidak memakai dan membawa perlengkapan pada saat coklit; pantarlih tidak menempelkan stiker coklit untuk setiap satu Kepala Keluarga setelah melakukan coklit; pantarlih tidak menindaklanjuti masukan atau tanggapan masyarakat; dan pantarlih tidak menindaklanjuti saran perbaikan pengawas pemilu.