Kupang (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur menerapkan kurikulum muatan lokal (mulok) pangan lokal di 30 sekolah di daerah tersebut untuk ketahanan iklim yang disusun berdasarkan kearifan lokal.
"Hal ini bagian dari upaya kami untuk mengajarkan kepada para siswa yang adalah generasi muda untuk mengetahui bahwa makanan lokal itu sangat penting," kata Penjabat Bupati TTS Seperius Edison Sipa di Kupang, Jumat, (4/10).
Dia mengatakan hal itu menanggapi upaya Pemkab TTS menjaga pangan lokal tetap menjadi primadona di daerah itu di tengah konsumsi beras yang semakin meningkat.
Edison yang hadir di Kupang dalam acara ekspose Land4lives yang diinisiasi International Centre for Research (ICRAF) itu, mengatakan bahwa saat ini jarang ditemukan adanya anak-anak bahkan orang dewasa yang memakan jagung, ubi, dan makanan lokal lainnya.
Dalam sehari-hari, katanya, masyarakat lebih memilih mengonsumsi beras, karena mereka menilai bahwa beras memiliki kasta yang lebih tinggi dibandingkan dengan pangan lokal.
"Karena saat ini kami mulai masuk melalui sekolah-sekolah supaya anak sekolah mengenal pangan lokal itu adalah makanan sehari-hari kita bahkan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi," ujar dia.
Dia mengatakan ada 20 sekolah dasar (SD) yang mulai menerapkan kurikulum pangan lokal dan 10 lainnya sekolah menengah pertama (SMP).
Dia mengatakan proses pendampingan akan terus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten TTS sampai dengan keharuan dilakukan diseminasi.
Penerapan kurikulum ini, ujar dia, juga bagian dari upaya mengajarkan siswa untuk belajar tentang ketahanan pangan.
Penerapan kurikulum muatan lokal khusus pangan lokal itu, ujar dia, juga bagian dari upaya pemda setempat mendukung program makan siang gratis yang menjadi program Presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Bantuan pangan atasi stunting di NTT sudah terealisasi 100 persen
Baca juga: Presiden Jokowi kunjungi Pasar Kefamenanu, cek harga pangan dan berpamitan
"Hal ini bagian dari upaya kami untuk mengajarkan kepada para siswa yang adalah generasi muda untuk mengetahui bahwa makanan lokal itu sangat penting," kata Penjabat Bupati TTS Seperius Edison Sipa di Kupang, Jumat, (4/10).
Dia mengatakan hal itu menanggapi upaya Pemkab TTS menjaga pangan lokal tetap menjadi primadona di daerah itu di tengah konsumsi beras yang semakin meningkat.
Edison yang hadir di Kupang dalam acara ekspose Land4lives yang diinisiasi International Centre for Research (ICRAF) itu, mengatakan bahwa saat ini jarang ditemukan adanya anak-anak bahkan orang dewasa yang memakan jagung, ubi, dan makanan lokal lainnya.
Dalam sehari-hari, katanya, masyarakat lebih memilih mengonsumsi beras, karena mereka menilai bahwa beras memiliki kasta yang lebih tinggi dibandingkan dengan pangan lokal.
"Karena saat ini kami mulai masuk melalui sekolah-sekolah supaya anak sekolah mengenal pangan lokal itu adalah makanan sehari-hari kita bahkan mempunyai nilai gizi yang sangat tinggi," ujar dia.
Dia mengatakan ada 20 sekolah dasar (SD) yang mulai menerapkan kurikulum pangan lokal dan 10 lainnya sekolah menengah pertama (SMP).
Dia mengatakan proses pendampingan akan terus dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten TTS sampai dengan keharuan dilakukan diseminasi.
Penerapan kurikulum ini, ujar dia, juga bagian dari upaya mengajarkan siswa untuk belajar tentang ketahanan pangan.
Penerapan kurikulum muatan lokal khusus pangan lokal itu, ujar dia, juga bagian dari upaya pemda setempat mendukung program makan siang gratis yang menjadi program Presiden terpilih Prabowo Subianto dan wakilnya, Gibran Rakabuming Raka.
Baca juga: Bantuan pangan atasi stunting di NTT sudah terealisasi 100 persen
Baca juga: Presiden Jokowi kunjungi Pasar Kefamenanu, cek harga pangan dan berpamitan