Kupang (ANTARA) - Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Polairud) Polda Nusa Tenggara Timur melaporkan bahwa pihaknya telah menangani tujuh kasus penggunaan bahan peledak yang digunakan nelayan untuk mendapatkan ikan terhitung pada Januari hingga Oktober 2024.
Direktur Polairud Polda NTT Kombes Pol Irwan Nasution kepada wartawan di Kupang, Sabtu, (12/10) mengatakan bahwa dari tujuh kasus itu enam kasus sudah dinyatakan lengkap atau P21 dan satu lagi masih dalam proses sidik.
“Dari tujuh kasus itu di bulan Maret terdapat tiga kasus penggunaan bahan peledak, yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan,” katanya.
Dari sejumlah kasus itu juga, kata dia, terdapat 15 tersangka yang sudah ditangkap akibat melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut.
Orang nomor satu di Direktorat Polairud Polda NTT itu mengatakan bahwa lokasi kejadian tidak hanya di satu tempat, tetapi tersebar di sejumlah Kabupaten di NTT.
Mulai dari perairan Kabupaten Manggarai Barat, Flores Timur, Perairan Kabupaten Ende, serta Kabupaten Kupang yang mana lokasinya di sekitar pulau Semau.
Para tersangka tersebut ujar dia, diduga melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak Jo pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP.
Menurut dia, dari tujuh kasus penggunaan bahan peledak yang ditangani tersebut juga satu kasus sudah dalam tahap dua.
Kasus tersebut adalah kasus yang ditangani pada Juli 2024, dimana terjadi aksi saling kejar antara Tim patroli dan nelayan yang menangkap ikan menggunakan bom ikan di perairan Kabupaten Kupang.
“Tanggal 9 Oktober lalu sudah tahap dua ke Kejati NTT dengan tersangka Gamaliel Medi dan Martinus Pah,” ujar dia.
Baca juga: Polisi tangkap nelayan gunakan bom saat melaut
Baca juga: Polda NTT serahkan tujuh tersangka penyelundup WNA China ke Kejati
Dia menambahkan bahwa pihaknya tetap akan menangkap dan memproses hukum siapa saja yang merusak lingkungan laut dengan bom ikan atau dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan lainnya.
Direktur Polairud Polda NTT Kombes Pol Irwan Nasution kepada wartawan di Kupang, Sabtu, (12/10) mengatakan bahwa dari tujuh kasus itu enam kasus sudah dinyatakan lengkap atau P21 dan satu lagi masih dalam proses sidik.
“Dari tujuh kasus itu di bulan Maret terdapat tiga kasus penggunaan bahan peledak, yang digunakan oleh nelayan untuk menangkap ikan,” katanya.
Dari sejumlah kasus itu juga, kata dia, terdapat 15 tersangka yang sudah ditangkap akibat melakukan perbuatan melanggar hukum tersebut.
Orang nomor satu di Direktorat Polairud Polda NTT itu mengatakan bahwa lokasi kejadian tidak hanya di satu tempat, tetapi tersebar di sejumlah Kabupaten di NTT.
Mulai dari perairan Kabupaten Manggarai Barat, Flores Timur, Perairan Kabupaten Ende, serta Kabupaten Kupang yang mana lokasinya di sekitar pulau Semau.
Para tersangka tersebut ujar dia, diduga melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api dan Bahan Peledak Jo pasal 55 ayat (1) ke - 1 KUHP.
Menurut dia, dari tujuh kasus penggunaan bahan peledak yang ditangani tersebut juga satu kasus sudah dalam tahap dua.
Kasus tersebut adalah kasus yang ditangani pada Juli 2024, dimana terjadi aksi saling kejar antara Tim patroli dan nelayan yang menangkap ikan menggunakan bom ikan di perairan Kabupaten Kupang.
“Tanggal 9 Oktober lalu sudah tahap dua ke Kejati NTT dengan tersangka Gamaliel Medi dan Martinus Pah,” ujar dia.
Baca juga: Polisi tangkap nelayan gunakan bom saat melaut
Baca juga: Polda NTT serahkan tujuh tersangka penyelundup WNA China ke Kejati
Dia menambahkan bahwa pihaknya tetap akan menangkap dan memproses hukum siapa saja yang merusak lingkungan laut dengan bom ikan atau dengan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan lainnya.