Kupang (ANTARA) - Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Timur Andriko Noto Susanto bertemu  Menteri Industri Pangan, Komoditas dan Pembangunan Regional Serawak, Malaysia Dato Sri Stephen Rundi Anak Utom membahas pekerja migran Indonesia (PMI) asal NTT yang bekerja di negeri jiran tersebut.

Pj. Gubernur dalam pertemuan tersebut di Labuan Bajo, Senin, (21/10) menyinggung tentang banyaknya tenaga kerja NTT yang bekerja di Malaysia. Dan kebanyakan PMI asal NTT mengambil jalur ilegal untuk bekerja di Malaysia.

“Mudah-mudahan Sri Dato bisa mengatur tentang ini secara lebih baiklah. Prinsipnya banyak tenaga kerja asal NTT yang kerja di Malaysia,” kata Andriko.

Ia mengatakan, masalahnya adalah masyarakat NTT butuh pekerjaan tapi kadang-kadang jalur legal dilihat masyarakat yang cari kerja agak ribet.

Karena itu, masuklah orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang menawarkan jalur illegal dengan jalan mudah.

“Kita ingin perusahaan yang cari pekerja dari NTT langsung berhubungan dengan para pencari kerja, kemudian kedua pemerintah saling memonitor,” ujar dia.

Menurut dia dengan perekrutan secara ilegal tentunya akan lebih agresif karena mereka (perekrut) memanfaatkan ketidaktahuan para pekerja.

Ia mengatakan, para calon pekerja  dijanjikan yang muluk-muluk sampai di sana (Malaysia, red) namun saat tiba di lokasi tujuan ternyata jauh dari harapan bahkan menimbulkan persoalan baru.

“Inilah yang kita mau carikan jalan keluarnya,” jelas Andriko.

Sementara itu Dato Sri Stephen mengakui bahwa prosedur perekrutan secara ilegal sudah banyak didengarnya. Dan dia sepakat bahwa semuanya harus diatur dengan baik dan legal.

“Untuk itulah saya datang. Malaysia membutuhkan banyak tenaga kerja Indonesia. Namun perlu sekali diatur secara baik melalui jalur yang sesuai aturan,” ujar dia.

Lebih lanjut Dato Sri Stephen menjelaskan bahwa ia membawa serta General Manager dari Salora perusahaan milik Pemerintah yang bergerak di bidang kelapa sawit.

General Manager Salora, Joseph Blandoi mengatakan bahwa pihaknya ingin langsung merekrut PMI dari NTT tanpa melalui agen.

“Ini kita mau bangun direct tanpa melalui agen, tapi resmi,” ujar dia.

Joseph menjelaskan semuanya gratis, biaya rekrut dibayar oleh Salora, termasuk tiket pesawatnya. Sampai di Malaysia pun mereka akan ditanggung biayanya selama satu bulan sebelum mereka terima gaji.

Dia menjelaskan bahwa saat direkrut perusahaannya akan menyiapkan semua kebutuhan PMI mulai dari kasur, peralatan dapur termasuk beras selama satu bulan gratis dan tidak akan dipotong gajinya dan PMI laki-laki perempuan akan diakomodir.

“Kalau perempuan yang sudah berkeluarga, harus dengan suami supaya tidak menimbulkan masalah sosial di sana. Yang sakit kita tanggung biaya pengobatan. Tahun sebelumnya ada yang sakit dan dioperasi, butuh biaya sekitar Rp20 juta, semua ditanggung perusahaan,” jelas Joseph.

Lebih lanjut, Joseph mengungkapkan kontrak kerja yang disepakati minimal dua tahun dan diperpanjang maksimal sepuluh tahun. Setiap dua tahun bisa pulang libur dan uang pesawatnya ditanggung perusahaan.

“Kalau ada kecelakaan atau meninggal saat kerja akan ada santunan termasuk untuk ahli waris semacam asuransi jiwa. Gaji minimal sebesar 1.700 ringgit atau setara sekitar Rp6 juta per bulan,” jelas Joseph.

Pj. Gubernur Andriko Susanto menanggapi gembira hal ini dan berharap segera di konsepkan perjanjiannya dengan pemerintah daerah dengan melibatkan juga BP2MI.

“Ini tentunya berita bagus dan terobosan keren karena sekaligus bisa memutus rantai persoalan PMI Ilegal yang selama ini menjadi salah satu masalah krusial di NTT. Prinsipnya kita tahu mereka kerja di mana sehingga kalau ada masalah, kita tahu harus berhubungan dengan siapa. Kalau bisa segera direalisasikan dan kalau perlu pelepasan pertama, saya bersedia melepaskan secara resmi,” ungkap Pj Gubernur.

 
Baca juga: Benny Rhamdani berharap BP2MI perluas pelindungan PMI setelah menjadi kementerian
Baca juga: Artikel - Menenun asa di Bumi Flobamora
Baca juga: Mendag bilang penurunan impor September 2024 seiring dengan kontraksi PMI

Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Bernadus Tokan
Copyright © ANTARA 2024