Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Suharyanto menyatakan pihaknya akan memberi dana tunggu hunian bagi korban erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki yang rumahnya mengalami rusak berat.
"Dana tunggu hunian kita berikan bagi masyarakat yang rumahnya rusak berat, mereka kan enggak mungkin tinggal di pengungsian, mereka misalnya menumpang di rumah saudara, mengontrak, itu dapat dana tunggu hunian Rp500 ribu per KK, di kali enam bulan," katanya dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Selasa, (12/11).
Ia menjelaskan dana tunggu tersebut diberikan dalam waktu enam bulan dengan perkiraan rumah bencana sudah selesai dibangun oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
"Bapak Menteri PKP berasumsi kalau enam bulan sudah jadi semua itu, jadi relokasi itu sementara, kami sampaikan ke Pak Menteri ada 2.700 unit rumah," ujar dia.
Suharyanto juga menyebutkan berdasarkan pengalaman membangun rumah bencana di Semeru, ada 1.951 rumah yang dibangun oleh Kementerian Perumahan Rakyat dan selesai dalam waktu kurang dari setahun.
"135 hari sudah selesai," ucapnya.
Ia juga menegaskan pemilihan dan penentuan relokasi rumah tidak dipaksa dan mengedepankan dialog bersama masyarakat.
"Itu tidak ada siapapun yang bisa memaksa karena kita negara merdeka, jadi kita dialog, kalau misalnya pengungsi tidak mau ke tempat atau titik yang sudah disediakan, dan kebetulan punya tanah di tempat lain misalnya, nanti Pak Menteri PKP akan bangunkan, atau BNPB yang bangunkan," tuturnya.
Sementara itu, Menteri PKP Maruarar Sirait menegaskan proses relokasi tempat tinggal bagi warga yang rumahnya rusak akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki mengedepankan dialog bersama.
"Ini sifatnya terserah masyarakat, jadi tidak ada yang dipaksa, kita kan memang sudah terbiasa pola begini, masyarakat dalam keadaan seperti itu, tentu polanya harus menghargai, mendengar, jadi diajak bicara baik-baik," kata Menteri yang akrab dipanggil Ara itu.
Ia menegaskan variabel yang paling penting dalam pembangunan rumah bencana yakni memastikan lokasinya aman, atau dalam kasus Gunung Lewotobi Laki-laki yakni dalam radius 10-12 km dari gunung.
"Kedua, bagaimana itu dekat dengan tempat pekerjaan, itu kan bisa dibicarakan. Tadi juga ada alternatif, mungkin mereka mau ke tempat lain atau saudara, atau punya tanah di mana, itulah proses dialog yang harus selalu dilakukan dalam mengelola situasi seperti ini," tuturnya.
Baca juga: PKP: Pembangunan rumah bencana Lewotobi libatkan korban
Baca juga: Mt. Lewotobi eruption: BNPB collects data for relocation
"Dana tunggu hunian kita berikan bagi masyarakat yang rumahnya rusak berat, mereka kan enggak mungkin tinggal di pengungsian, mereka misalnya menumpang di rumah saudara, mengontrak, itu dapat dana tunggu hunian Rp500 ribu per KK, di kali enam bulan," katanya dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Selasa, (12/11).
Ia menjelaskan dana tunggu tersebut diberikan dalam waktu enam bulan dengan perkiraan rumah bencana sudah selesai dibangun oleh Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP).
"Bapak Menteri PKP berasumsi kalau enam bulan sudah jadi semua itu, jadi relokasi itu sementara, kami sampaikan ke Pak Menteri ada 2.700 unit rumah," ujar dia.
Suharyanto juga menyebutkan berdasarkan pengalaman membangun rumah bencana di Semeru, ada 1.951 rumah yang dibangun oleh Kementerian Perumahan Rakyat dan selesai dalam waktu kurang dari setahun.
"135 hari sudah selesai," ucapnya.
Ia juga menegaskan pemilihan dan penentuan relokasi rumah tidak dipaksa dan mengedepankan dialog bersama masyarakat.
"Itu tidak ada siapapun yang bisa memaksa karena kita negara merdeka, jadi kita dialog, kalau misalnya pengungsi tidak mau ke tempat atau titik yang sudah disediakan, dan kebetulan punya tanah di tempat lain misalnya, nanti Pak Menteri PKP akan bangunkan, atau BNPB yang bangunkan," tuturnya.
Sementara itu, Menteri PKP Maruarar Sirait menegaskan proses relokasi tempat tinggal bagi warga yang rumahnya rusak akibat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki mengedepankan dialog bersama.
"Ini sifatnya terserah masyarakat, jadi tidak ada yang dipaksa, kita kan memang sudah terbiasa pola begini, masyarakat dalam keadaan seperti itu, tentu polanya harus menghargai, mendengar, jadi diajak bicara baik-baik," kata Menteri yang akrab dipanggil Ara itu.
Ia menegaskan variabel yang paling penting dalam pembangunan rumah bencana yakni memastikan lokasinya aman, atau dalam kasus Gunung Lewotobi Laki-laki yakni dalam radius 10-12 km dari gunung.
"Kedua, bagaimana itu dekat dengan tempat pekerjaan, itu kan bisa dibicarakan. Tadi juga ada alternatif, mungkin mereka mau ke tempat lain atau saudara, atau punya tanah di mana, itulah proses dialog yang harus selalu dilakukan dalam mengelola situasi seperti ini," tuturnya.
Baca juga: PKP: Pembangunan rumah bencana Lewotobi libatkan korban
Baca juga: Mt. Lewotobi eruption: BNPB collects data for relocation