Kupang (ANTARA) - Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Nusa Tenggara Timur, Badan Karantina Indonesia (Barantin) bersama tim gabungan berhasil menyita fauna dan flora, termasuk 53 koli anakan pohon santigi (Phempis Accidula) tanpa dokumen di Pelabuhan Tenau Kupang NTT.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Nusa Tenggara Timur (Karantina NTT) Simon Soli kepada wartawan di Kupang, Rabu mengatakan bahwa keberhasilan itu berkat kerja sama KP3 (Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan) Laut Tenau, PT. Pelni, PT DLU Armada Pelabuhan Laut, dan PT Pelindo .
Kegiatan lalu lintas perdagangan satwa dan tumbuhan secara ilegal --tanpa dokumen-- tidak hanya merugikan negara tetapi juga mengancam kelestarian keanekaragaman hayati di Indonesia.
Pohon santigi biasanya dimanfaatkan untuk akuaskap, yakni teknik memelihara, menata, dan mempertahankan biota air dalam akuarium sehingga menghasilkan pemandangan yang indah dalam air.
Pohon santigi atau tanaman perdu yang kerap dijumpai pada wilayah pesisir dan sekitar hutan mangrove itu bernilai cukup tinggi karena selain untuk tanaman hias juga dipercaya bisa diolah menjadi obat herbal.
Tercatat 53 koli santigi itu ditemukan dari dua kapal berbeda, di antaranya 33 koli ditemukan ditemukan petugas gabungan di KM Dharma Kartika V yang akan berangkat dari Kupang ke Surabaya.
Kemudian 20 koli ditemukan di KM Sabuk Nusantara 28 yang sandar di Kupang asal Maluku Barat Daya.
Selain Santigi, pihaknya juga menggagalkan masuknya dua dua ekor burung murai dan 13 koli kerang lola yang akan dikirim dari Kupang ke Surabaya. Sitaan itu diserahkan ke pihak Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Nusa Tenggara Timur.
Sementara untuk santigi dari Maluku Barat Daya akan dikirim kembali ke wilayah tersebut untuk dikelola di daerah asalnya.
Ketua Tim Penegakan Hukum Karantina NTT Rido mengatakan bahwa Karantina melakukan pembinaan kepada pemilik barang untuk tidak mengulanginya kembali.
"Kami akan terus meningkatkan pengawasan di pelabuhan serta tempat pemasukan dan pengeluaran lainnya untuk mencegah lalu lintas ilegal komoditas pertanian dan perikanan," imbuhnya.
Ia mengatakan kini langkah-langkah untuk proses hukum lebih lanjut tengah dikoordinasikan dengan para pihak terkait.
Lalu lintas ilegal ini ujar dia, melanggar Pasal 88 huruf a Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang KHIT, dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp2 miliar.
Selain itu, juga melanggar Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar. Dapat dikenakan hukum denda administrasi sebanyak-banyaknya Rp250 juta dan atau pencabutan izin usaha.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: NTT sita 53 koli santigi tanpa dokumen