Kupang (ANTARA) - Komandan Korem 161/Wira Sakti Brigjen TNI Joao Xavier Bareto Nunes mengumpulkan sejumlah tokoh agama, adat dan masyarakat dari dua Kabupaten di NTT untuk membahas lahan sengketa Naktuka maupun Haumeniana.

Kedua lahan itu selama 25 tahun belum ada penyelesaian antara Indonesia dan Timor Leste.

"Sengaja saya kumpulkan semua tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat untuk mendengar pendapat mereka tentang perbatasan Naktuka maupun di Haumeniana, karena selama 25 tahun belum ada keputusan untuk mendorong percepatan penyelesaian," kata Danrem Joao Xavier kepada ANTARA di Makorem 161/Wira Sakti, Kamis (13/3) kemarin.

Hal ini disampaikannya usai rapat koordinasi penyelesaian permasalahan perbatasan Segmen Noel Besi-Citrana dan Segmen Haumeniana-Pasabe antara Indonesia dan Timor Leste di Ruang Lobi Makorem 161/Wira Sakti, Jumat.

Dia mengatakan bahwa masyarakat di Naktuka berharap konflik lahan di perbatasan kedua negara cepat selesai, sehingga mereka bisa menggarap lahan mereka yang ada di sana.

Danrem mengatakan bahwa selama ini masyarakat di Naktuka dan Haumeiana tidak bisa mengarap lahan tersebut karena adanya larangan tak boleh menggarap selama masih belum selesai konfliknya.

"Masyarakat Indonesia khususnya masyarakat kita justru taat dengan aturan itu, masih taat adat. tetapi masyarakat dari negara tetangga justru yang sekarang menggarap di lahan bermasalah itu," ujar dia.

Baca juga: Danrem 161 bersama polisi perbatasan RDTL cek patok negara
Baca juga: BI NTT-TNI kolaborasi dukung swasembada pangan di perbatasan

Masalah lahan bermasalah itu sudah dibahas selama 25 tahun, namun sampai saat ini belum ada juga titik temu atau kesepakatan bersama.

Danrem 161/Wira Sakti menyampaikan bahwa pemerintah pusat akan menyelesaikan bila ada dorongan dari masyarakat, khususnya masyarakat sosial yang sesuai adat budaya.

"Kalau kita tunggu terus sampai kapanpun belum ada, ini sudah 25 tahun, sehingga berdampak bagi masyarakat kedua Negara. Kalau sudah ada titik batas jelas maka kedua masyarakat dari Indonesia dan Timor Leste bisa keluar masuk," ujar dia.

Danrem 161/Wira Sakti berharap masyarakat tokoh adat juga berbicara kepada raja-raja di Oekusi untuk menentukan sikap agar pemerintah pusat dapat menentukan batas sesuai wilayah adat atau kerajaan.

"Sesuai dengan satrasta 1904, bentuk Portugis dengan Belanda, walaupun secara hukum Internasional dikatakan hukum Internasional, tapi ternyata sampai 1966 pun masih bermasalah, berarti memang diputus, kalau memang hukum internasional sudah final, ya selesai, tapi kita tahu wilayah batas Timor belum jelas batasnya, seperti dulu antara Belanda dan Portugis," ujar dia.

Danrem 161/Wira Sakti menambahkan bahwa seharusnya semua figur sudah setuju sesuai dengan keputusan apa yang ditandatangani bersama.


Pewarta : Kornelis Kaha
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2025