Labuan Bajo (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, mengapresiasi langkah Departemen Arkeologi dan Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada yang menyerahkan kembali artefak hasil ekskavasi tahun 2010 kepada warga Desa Warloka Pesisir.

"Ini semakin meningkatkan khasanah sejarah Warloka sebagai sebagai pasar tua, pasar dimana pedagang China, Portugis dan Eropa datang ke sini untuk berdagang," kata Kepala Dinas Pariwisata Ekonomi Kreatif dan Kebudayaan Manggarai Barat (Mabar) Stefanus Jemsifori di Labuan Bajo, Senin.

Terdapat 15 jenis benda warisan budaya leluhur hasil ekskavasi tahun 2010 yang diberikan kepada warga Desa Warloka Pesisir dalam kegiatan repatriasi hasil ekskavasi Departemen Arkeologi dan Program Studi Pariwisata, FIB-UGM bekerja sama dengan Universitas Glasgow dan Pemkab Manggarai Barat.

Ia menambahkan salah satu warisan budaya kerangka manusia dan tengkorak manusia yang diperkirakan dari abad 13–16 telah dikuburkan kembali melalui ritual adat. Sedangkan artefak lain akan disimpan sementara oleh Pemkab Manggarai Barat.

"Ini tentunya semakin meningkatkan atraksi di daerah tujuan wisata Warloka Pesisir dan nantinya kita bisa buat prasasti atau monumen tentunya dilengkapi dengan narasi sehingga memperkuat narasi tentang Warloka pesisir sebagai pasar tua," katanya.

Ketua Tim Peneliti Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya UGM Tular Sudarmadi mengatakan penelitian dan pengembalian artefak bersejarah itu beranggotakan peneliti Program Studi Pariwisata Ilmu Budaya UGM yang bermitra dengan peneliti dan dosen dari Universitas Glasgow Emeline Smith.

Penguburan kerangka dan tengkorak manusia hasil ekskavasi pada tahun 2010 oleh Desa Warloka Pesisir, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT). (ANTARA/Gecio Viana)

Ia menambahkan ekskavasi di situs Warloka pada 15 tahun lalu dilakukan untuk membuktikan bahwa nenek moyang orang Manggarai berasal dari Warloka.

"Pada waktu itu, saya mendapat cerita dari daerah sekitar Bajawa, kemudian Manggarai Ruteng Puu, Todo bahwa nenek moyang mereka itu asalnya dari Warloka dan situs Warloka ini sudah diteliti oleh peneliti Belanda sejak sekitar tahun 1949 dan sebelumnya. Nah kemudian ini mendorong saya pada saat ekskavasi di Situs Liang Bua pada saat libur supervisor dan saya ceritakan itu, terus kemudian kami bersama-sama waktu itu berkunjung ke Warloka," katanya.

Dari hasil penelitian berdasarkan bukti ekskavasi di Situs Warloka, lanjut dia, ditemukan bahwa Flores memiliki pusat kebudayaan yang sama majunya dengan pusat kebudayaan di Pulau Jawa, seperti Kerajaan Majapahit.

"Flores ini kan selalu diasosiasikan dengan primitif, prasejarah mereka meletakkan dalam kerangka percaturan identitas bangsa sebagai bangsa yang termarjinalkan karena mereka berpikirnya, katanya peninggalan-peninggalannya kan masih prasejarah gitu. Akan tetapi, dengan adanya bukti ekskavasi di Warloka ini menunjukkan bahwa pada saat di Jawa ada Kerajaan Majapahit, di sini ini juga ada pusat kebudayaan yang sama majunya dengan mereka," ujarnya.

Ia menambahkan perdagangan di Warloka juga menunjukkan kemajuan pada masa lampau karena ditemukan juga keramik dari China dan sejumlah negara lainnya.

"Ada keramik-keramik dari China dan sebagainya, dan ini kan bukan dibuat di sini berarti mereka sudah membeli ataupun ada perdagangan di sini dan harganya jelas kalau misalnya diumpamakan dengan sekarang, mungkin dia sepadan dengan mobil Pajero ataupun hal-hal yang sifatnya tuh mahal itu," katanya.

"Berarti di sini sebetulnya sudah maju, jadi jalur perdagangan dan itu saya katakan dia masuk ke dalam proto sejarah atau proto history, bukan prehistory, tapi proto history. Saat orang-orang Jawa mengadopsi kebudayaan Hindu yang ada tulis-menulis, mereka tidak mengadopsi itu dari Hindu, tetapi mereka menjalankan cara sendiri yang berasal dari kelanjutan tradisi prasejarah tadi, tapi salah kalau dikatakan mereka orang prasejarah," tambahnya.

Ia juga menjelaskan tim peneliti merupakan pihak yang sejak awal meminjam dan kini mengembalikan temuan tersebut kepada masyarakat sebagai pemilik untuk selanjutnya dilestarikan dan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

"Harus ada namanya keadilan distributif, saya menggali di sini, berarti kan yang saya angkut ini kan milik mereka," katanya.


Pewarta : Gecio Viana
Editor : Anwar Maga
Copyright © ANTARA 2025