Kupang (ANTARA) - Rektor Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang Prof Maxs Sanam mengatakan penanganan dan pencegahan rabies di Nusa Tenggara Timur (NTT) membutuhkan kerja sama masyarakat, tidak hanya tugas pemerintah daerah.
"Penanganan pencegahan rabies ini butuh komitmen dari semua termasuk masyarakat. Jadi tidak hanya pemerintah yang bekerja," katanya kepada ANTARA di Kupang, Rabu.
Hal ini disampaikannya menanggapi upaya dari Pemprov NTT dalam memutus mata rantai penyebaran rabies.
Sejak Januari hingga Agustus 2025 jumlah korban gigitan anjing rabies yang meninggal mencapai 20 orang.
Selama periode yang tercatat 16.939 kasus gigitan hewan pembawa rabies (HPR) yang tersebar di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Malaka, Timor Tengah Selatan (TTS), Sikka, Nagekeo, Lembata, dan Kabupaten Ngada.
Maxs menyebut kasus rabies di Inggris harusnya menjadi pembelajaran bagi masyarakat NTT, di mana masyarakat juga ikut serta mengandangkan dan mengikat hewan-hewannya setelah ada imbauan dari pemerintah.
"Di Inggris rabies pernah masuk, tetapi kemudian penanganannya selesai dalam waktu enam bulan saja," ujar dia.
Harusnya kesadaran masyarakat di Inggris bisa diterapkan di NTT, namun sayangnya hal itu tidak dilakukan sehingga saat kini kasusnya masih terus meningkat.
Kejadian di Flores, lalu di Pulau Timor seperti di Kabupaten TTS beberapa waktu lalu yang menimbulkan banyak korban jiwa dinilai tidak memberi efek jera kepada masyarakat.
"Justru warga secara bebas tetap melepas anjing mereka, sehingga masih ditemukan kasus gigitan anjing pada manusia. Padahal sudah dilarang membawa anjing dari Flores, mereka tetap saja menyelundupkannya," ujar dia.
Karena itu dia berharap agar kasus rabies ini ditangani secara baik, dan taat pada aturan sehingga tidak muncul lagi kasus baru.