Kupang (ANTARA) - Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) yang menginvestigasi kasus pencemaran perairan Indonesia di Laut Timor akibat meledaknya kilang minyak Montara milik PTTEP pada 2009 mengharapkan agar pemerintah Australia tidak menghindar lagi ketika akan ada pertemuan soal Montara di Australia.
"Kita rencanakan pada Mei 2019 ini akan ada pertemuan di Australia untuk membahas lanjutan dari kasus Montara ini. Oleh karena itu para pejabat di sana jangan menghindar lagi ketika sudah dijadwalkan pertemuan itu," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni kepada Antara di Kupang, Jumat (12/4).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan perkembangan dari kasus tumpahnya minyak Montara di wilayah perairan Indonesia di Laut Timor, ketika kilang minyak milik PTTEP asal Thailand itu meledak pada 21 Agustus 2009.
Kejadian tersebut mengakibatkan banyak pesisir pantai tercemar oleh minyak yang tumpah. Akibatnya penghasilan para nelayan pun turun drastis.
Tak hanya itu, hasil budidaya rumput laut para petani nelayan mulai dari Pulau Timor, Rote, Alor, Sabu, Sumba, dan sebagian di Pulau Flores rusak dan tidak bisa dipanen lagi.
Ferdi Tanoni adalah pejuang kasus ini sejak tahun 2009 mengaku bahwa dalam beberapa kali pertemuan di Australia, pihak Australia selalu menghindar dengan berbagai macam alasan.
Oleh karena pihaknya berharap sebelum awal Mei 2019, para pejabat terkait di Australia sudah harus menyiapkan segalanya, sehingga ada langkah maju atau progres dari upaya penyelesaian Montara.
Baca juga: Indonesia tidak punya data soal Montara
"Hal ini juga demi kebaikan bersama antara Indonesia dan Australia sendiri," katanya sembari menambahkan akan ada dua kali lagi pertemuan dalam tahun ini, yakni jika pada bulan Mei saat pertemuan pertama tidak ada hasilnya maka akan kembali berlangsung pada bulan Juni dengan masa tenggang waktu selama lima pekan.
Penyelesaian kasus Montara sendiri, kata Tanoni, sudah tidak bisa diundur-undur lagi. Sebab sudah menjadi perhatian pemerintahan Presiden Jokowi melalui Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
"Pak Menko sudah bersikukuh agar kasus itu secepatnya diselesaikan, dan pemerintah Australia harus bertanggungjawab penuh atas kasus itu. Tidak bisa Australia terus menyiramkan dispersat untuk menghilangkan tumpahan minyak itu," ujar dia.
Ia pun berharap agar ada langkah maju dari kasus ini agar tidak mandek di tempat saja.
Sementara terkait kerugian yang harus dibayarkan, kata dia, harus 13 kabupaten dan kota yang mendapat jatah ganti rugi. Namun kali ini baru ada dua kabupaten saja yang mengajukan ganti rugi yakni Rote dan Kabupaten Kupang.
Baca juga: Indonesia-Australia harus duduk bersama selesaikan kasus Montara
Baca juga: 10 tahun kasus Montara bagai jalan tak berujung
"Kita rencanakan pada Mei 2019 ini akan ada pertemuan di Australia untuk membahas lanjutan dari kasus Montara ini. Oleh karena itu para pejabat di sana jangan menghindar lagi ketika sudah dijadwalkan pertemuan itu," kata Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanoni kepada Antara di Kupang, Jumat (12/4).
Hal ini disampaikannya berkaitan dengan perkembangan dari kasus tumpahnya minyak Montara di wilayah perairan Indonesia di Laut Timor, ketika kilang minyak milik PTTEP asal Thailand itu meledak pada 21 Agustus 2009.
Kejadian tersebut mengakibatkan banyak pesisir pantai tercemar oleh minyak yang tumpah. Akibatnya penghasilan para nelayan pun turun drastis.
Tak hanya itu, hasil budidaya rumput laut para petani nelayan mulai dari Pulau Timor, Rote, Alor, Sabu, Sumba, dan sebagian di Pulau Flores rusak dan tidak bisa dipanen lagi.
Ferdi Tanoni adalah pejuang kasus ini sejak tahun 2009 mengaku bahwa dalam beberapa kali pertemuan di Australia, pihak Australia selalu menghindar dengan berbagai macam alasan.
Oleh karena pihaknya berharap sebelum awal Mei 2019, para pejabat terkait di Australia sudah harus menyiapkan segalanya, sehingga ada langkah maju atau progres dari upaya penyelesaian Montara.
Baca juga: Indonesia tidak punya data soal Montara
"Hal ini juga demi kebaikan bersama antara Indonesia dan Australia sendiri," katanya sembari menambahkan akan ada dua kali lagi pertemuan dalam tahun ini, yakni jika pada bulan Mei saat pertemuan pertama tidak ada hasilnya maka akan kembali berlangsung pada bulan Juni dengan masa tenggang waktu selama lima pekan.
Penyelesaian kasus Montara sendiri, kata Tanoni, sudah tidak bisa diundur-undur lagi. Sebab sudah menjadi perhatian pemerintahan Presiden Jokowi melalui Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
"Pak Menko sudah bersikukuh agar kasus itu secepatnya diselesaikan, dan pemerintah Australia harus bertanggungjawab penuh atas kasus itu. Tidak bisa Australia terus menyiramkan dispersat untuk menghilangkan tumpahan minyak itu," ujar dia.
Ia pun berharap agar ada langkah maju dari kasus ini agar tidak mandek di tempat saja.
Sementara terkait kerugian yang harus dibayarkan, kata dia, harus 13 kabupaten dan kota yang mendapat jatah ganti rugi. Namun kali ini baru ada dua kabupaten saja yang mengajukan ganti rugi yakni Rote dan Kabupaten Kupang.
Baca juga: Indonesia-Australia harus duduk bersama selesaikan kasus Montara
Baca juga: 10 tahun kasus Montara bagai jalan tak berujung