Kupang (Antara NTT) - Ribuan nelayan di Nusa Tenggara Timur tengah menunggu bantuan alat tangkap ramah lingkungan dari pemerintah daerah untuk mengganti pukat hela atau cantrang yang dilarang Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Kami sangat mengharapkan bantuan alat tangkap ramah lingkungan tersebut, karena Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah melarang penggunaan pukat hela atau cantrang saat menangkap ikan," kata Kepala Bidang Humas HNSI Kota Kupang Abdul Wahab Sidin di Kupang, Selasa.
Menurut Wahab, alat tangkap yang dilarang seperti pukat hela tersebut memang jarang digunakan oleh para nelayan Kupang, karena tidak sebanding dengan perahu yang digunakan saat menangkap ikan.
"Perahu kita umumnya di bawah 30 GT, dan jarang bahkan sama sekali tidak pernah menggunakan cantrang dalam menangkap ikan," katanya menegaskan.
Ia juga mengharapkan pemerintah agar dalam program pengentasan kemiskinan, harus juga menyentuh para nelayan yang berada di wilayah pesisir.
"Saya berharap slogan yang didengungkan bahwa di Laut Kita Jaya (Jales Viva Jaya Mahe) tidak sekedar diucapkan tetapi diimplementasikan secara nyata, sehingga nelayan benar-benar diberdayakan," katanya.
Ia mengatakan nelayan tidak dapat mengadakan sendiri sarana alat tangkap yang memadai karena keterbatasan modal.
"Baru sebagian kecil nelayan memiliki peralatan memadai. Nelayan lainnya, hanya bermodalkan pengalaman dan keberanian mengarungi laut bebas," katanya.
Jadi supaya nelayan menjauhi cara-cara terlarang, seperti menangkap ikan dengan bahan peledak atau racun atau cantrang maka pemerintah harus segera membantu alat tangkap yang ramah lingkungan.
"Jika terumbu karang dan padan lamun terjaga dengan baik bukan saja menjadi tempat berkembangnya biota laut tetapi dapat menjadi objek wisata yang menarik bagi daerah ini," demikian Abdul Wahab Sidin.
"Kami sangat mengharapkan bantuan alat tangkap ramah lingkungan tersebut, karena Kementerian Kelautan dan Perikanan sudah melarang penggunaan pukat hela atau cantrang saat menangkap ikan," kata Kepala Bidang Humas HNSI Kota Kupang Abdul Wahab Sidin di Kupang, Selasa.
Menurut Wahab, alat tangkap yang dilarang seperti pukat hela tersebut memang jarang digunakan oleh para nelayan Kupang, karena tidak sebanding dengan perahu yang digunakan saat menangkap ikan.
"Perahu kita umumnya di bawah 30 GT, dan jarang bahkan sama sekali tidak pernah menggunakan cantrang dalam menangkap ikan," katanya menegaskan.
Ia juga mengharapkan pemerintah agar dalam program pengentasan kemiskinan, harus juga menyentuh para nelayan yang berada di wilayah pesisir.
"Saya berharap slogan yang didengungkan bahwa di Laut Kita Jaya (Jales Viva Jaya Mahe) tidak sekedar diucapkan tetapi diimplementasikan secara nyata, sehingga nelayan benar-benar diberdayakan," katanya.
Ia mengatakan nelayan tidak dapat mengadakan sendiri sarana alat tangkap yang memadai karena keterbatasan modal.
"Baru sebagian kecil nelayan memiliki peralatan memadai. Nelayan lainnya, hanya bermodalkan pengalaman dan keberanian mengarungi laut bebas," katanya.
Jadi supaya nelayan menjauhi cara-cara terlarang, seperti menangkap ikan dengan bahan peledak atau racun atau cantrang maka pemerintah harus segera membantu alat tangkap yang ramah lingkungan.
"Jika terumbu karang dan padan lamun terjaga dengan baik bukan saja menjadi tempat berkembangnya biota laut tetapi dapat menjadi objek wisata yang menarik bagi daerah ini," demikian Abdul Wahab Sidin.