Kupang (ANTARA) - Wakil Ketua DPRD Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Yunus Takandewa mengatakan, tradisi tinju adat yang digelar di Kabupaten Nagekeo, Flores, perlu dilestarikan.
"Pertunjukan tinju adat ini perlu didukung dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa, yang bisa menarik wisatawan asing ke daerah itu," kata Yunus Takandewa di Kupang, Jumat (21/6).
Politisi PDI Perjuangan itu mengemukakan hal itu, ketika menghubungi ANTARA dari Nagakeo, usai menyaksikan secara langsung pertunjukan tinju adat di wilayah bagian tengah Pulau Flores itu.
Menurut dia, pertunjukan ini pula, sekaligus dapat memperkuat posisi kampung adat sebagai perekat budaya gotong royong masyarakat di daerah itu.
Dia mengatakan, dalam tinju adat, sangat menjunjung tinggi sportifitas, perdamaian dan rasa hormat pada lawan tanding, dimana setiap usai sesi, para petarung saling berpelukan.
"Khasanah budaya penuh makna, atraktif dan menegangkan. Tentunya rasa bangga menyaksikan langsung tinju adat Nagekeo persisnya di bawah kaki gunung Ebulobo di kampung adat Boawae. Tiap pasangan saling uji nyali ketangkasan. Rasa bangga usai atraksi, para petarung berdamai dan berpelukan di arena," kata Yunus Takandewa.
Baca juga: 13 Atlet Tinju Berlaga di Kejurnas PPLP
Tradisi Etu, adalah tradisi pertunjukan tinju adat khas masyarakat adat di Kabupaten Nagekeo dan Ngada.
Etu dalam bahasa Keo berarti tinju adat. Sebagaimana layaknya olahraga tinju. Etu yang merupakan warisan leluhur di seluruh di Kabupaten Nagekeo dan Ngada sangat berbeda dengan tinju modern.
Untuk tinju modern ada yang kalah dan menang, sementara Etu atau tinju adat tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, melainkan menjalin harmonisasi persaudaraan dan ikatan kekeluargaan diantara sesama warga Nagekeo dan Ngada yang berhubungan keturunan.
Baca juga: Festival Florata dukung turnamen tinju internasional di Labuan Bajo
Baca juga: 27 negara ikut turnamen tinju internasional di Labuan Bajo
"Pertunjukan tinju adat ini perlu didukung dan dilestarikan sebagai kekayaan budaya bangsa, yang bisa menarik wisatawan asing ke daerah itu," kata Yunus Takandewa di Kupang, Jumat (21/6).
Politisi PDI Perjuangan itu mengemukakan hal itu, ketika menghubungi ANTARA dari Nagakeo, usai menyaksikan secara langsung pertunjukan tinju adat di wilayah bagian tengah Pulau Flores itu.
Menurut dia, pertunjukan ini pula, sekaligus dapat memperkuat posisi kampung adat sebagai perekat budaya gotong royong masyarakat di daerah itu.
Dia mengatakan, dalam tinju adat, sangat menjunjung tinggi sportifitas, perdamaian dan rasa hormat pada lawan tanding, dimana setiap usai sesi, para petarung saling berpelukan.
"Khasanah budaya penuh makna, atraktif dan menegangkan. Tentunya rasa bangga menyaksikan langsung tinju adat Nagekeo persisnya di bawah kaki gunung Ebulobo di kampung adat Boawae. Tiap pasangan saling uji nyali ketangkasan. Rasa bangga usai atraksi, para petarung berdamai dan berpelukan di arena," kata Yunus Takandewa.
Baca juga: 13 Atlet Tinju Berlaga di Kejurnas PPLP
Tradisi Etu, adalah tradisi pertunjukan tinju adat khas masyarakat adat di Kabupaten Nagekeo dan Ngada.
Etu dalam bahasa Keo berarti tinju adat. Sebagaimana layaknya olahraga tinju. Etu yang merupakan warisan leluhur di seluruh di Kabupaten Nagekeo dan Ngada sangat berbeda dengan tinju modern.
Untuk tinju modern ada yang kalah dan menang, sementara Etu atau tinju adat tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, melainkan menjalin harmonisasi persaudaraan dan ikatan kekeluargaan diantara sesama warga Nagekeo dan Ngada yang berhubungan keturunan.
Baca juga: Festival Florata dukung turnamen tinju internasional di Labuan Bajo
Baca juga: 27 negara ikut turnamen tinju internasional di Labuan Bajo