Kupang (ANTARA) - Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora mewajibkan setiap desa menanam 7.500 anakan pohon kelor untuk mendukung upaya pengembangan tanaman kelor secara masif di wilayah bagian timur Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur itu.
"Saya sudah keluarkan Instruksi Bupati untuk mewajibkan setiap desa menanam 7.500 anakan kelor mulai musim tanam tahun ini," katanya ketika dihubungi ANTARA dari Kupang, Selasa (16/7).
Ia mengatakan, kebijakan ini antara lain juga untuk mendukung program Revolusi Hijau dari Pemerintah Provinsi NTT berupa penanaman kelor secara masif di berbagai daerah potensial.
Gidion menjelaskan, beberapa desa sudah mulai merealisasikan kebijakan wajib tanam kelor tersebut, sementara desa-desa lain juga dipersiapkan bersama tim dari pemerintahannya.
"Ada beberapa desa yang sudah memulai menanam dan ada yang juga sedang persiapan lahan bersama tim dari pemerintah. Untuk pengadaan benih dapat dilakukan desa melalui dukungan program Dana Desa dari Pusat maupun ADD yang bersumber dari APBD kabupaten," katanya.
Baca juga: Artikel - NTT meraup manfaat daun kelor
Menurut dia, pengembangan tanaman kelor akan dilakukan secara masif mengingat kandungan gizinya sangat tinggi untuk kesehatan terutama untuk mendukung penanganan persoalan gizi buruk dan kekerdilan serta dapat diolah untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai jual tinggi.
"Jadi peluang pasarnya sangat bagus termasuk juga untuk di ekspor, sehingga kita berharap pengembangan ini nantinya dapat mendorong peningkatan ekonomi rumah tangga masyarakat," katanya.
Bupati Gidion menambahkan, untuk itu pemerintahannya berkomitmen mengembangkan kelor secara masif karena didukung dengan kondisi alam yang cocok dan menyebar di sebagian besar wilayah Sumba Timur.
Baca juga: Jepang minta 40 ton kelor per minggu dari NTT
Baca juga: NTT segera ekspor kelor ke Jepang pada September 2019
"Saya sudah keluarkan Instruksi Bupati untuk mewajibkan setiap desa menanam 7.500 anakan kelor mulai musim tanam tahun ini," katanya ketika dihubungi ANTARA dari Kupang, Selasa (16/7).
Ia mengatakan, kebijakan ini antara lain juga untuk mendukung program Revolusi Hijau dari Pemerintah Provinsi NTT berupa penanaman kelor secara masif di berbagai daerah potensial.
Gidion menjelaskan, beberapa desa sudah mulai merealisasikan kebijakan wajib tanam kelor tersebut, sementara desa-desa lain juga dipersiapkan bersama tim dari pemerintahannya.
"Ada beberapa desa yang sudah memulai menanam dan ada yang juga sedang persiapan lahan bersama tim dari pemerintah. Untuk pengadaan benih dapat dilakukan desa melalui dukungan program Dana Desa dari Pusat maupun ADD yang bersumber dari APBD kabupaten," katanya.
Baca juga: Artikel - NTT meraup manfaat daun kelor
Menurut dia, pengembangan tanaman kelor akan dilakukan secara masif mengingat kandungan gizinya sangat tinggi untuk kesehatan terutama untuk mendukung penanganan persoalan gizi buruk dan kekerdilan serta dapat diolah untuk menghasilkan berbagai produk yang bernilai jual tinggi.
"Jadi peluang pasarnya sangat bagus termasuk juga untuk di ekspor, sehingga kita berharap pengembangan ini nantinya dapat mendorong peningkatan ekonomi rumah tangga masyarakat," katanya.
Bupati Gidion menambahkan, untuk itu pemerintahannya berkomitmen mengembangkan kelor secara masif karena didukung dengan kondisi alam yang cocok dan menyebar di sebagian besar wilayah Sumba Timur.
Baca juga: Jepang minta 40 ton kelor per minggu dari NTT
Baca juga: NTT segera ekspor kelor ke Jepang pada September 2019