Kupang (ANTARA) - Gubernur Nusa Tenggara Timur, Viktor Bungtilu Laiskodat, mengemukakan pemerintahannya menargetkan pengembangan kawasan untuk tanaman kelor seluas 135 hektare di tahun 2019.

“Target kami sekitar 135 hektare kawasan marungga (kelor, red) yang tahun ini kita kembangkan dengan sistem pola tanam alley cropping,” katanya di Kupang, Senin.

Alley cropping merupakan suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar.

Gubernur Viktor sendiri sebelumnya mengemukakan bahwa pengembangan kelor merupakan komitemen pemerintahannya bersama Wakilnya Josef Nae Soi.

Menurutnya, kelor menjadi pohon masa depan yang diandalkan untuk mengatasai kekurangan gizi dan kekeridilan (stunting) yang selama ini mencemaskan.

Selain itu, menurutnya, tumbuhan kelor di NTT juga termasuk yang terbaik di dunia sehingga membuatnya menjadi “emas hijau” yang bernilai ekonomi tinggi.

“Karena itu kita kembangkan untuk konsumsi masyarakat untuk perbaikan gizi dengan pola alley cropping, selain itu kita juga dikembangkan pada kawasan tertentu untuk diekspor,” katanya.

Dikatakannya, salah satu daerah penghasil kelor yang tengah didorong pemerintah provinsi untuk tujuan ekspor di Desa Kufeu, Kecamatan Io Kufeu, Kabupaten Malaka yang diproduksi melalui Badan Usah Milik Desa (BUMDes) setempat.

Secara terpisah Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi NTT, Sinun Petrus Manuk, mengatakan produksi kelor di Desa Kufeu sendiri sudah berjalan bagus dan hasilnya diolah menjadi anek produk seperti tepung, sabun, dan pelembab tubuh.

“Karena itu kami terus mendorong agar produksinya juga dimaksimalkan pada lahan seluas 85 hektare di sana untuk diekspor karena permintaan sudah ada yaitu dari Jepang,” katanya.

Ia menambahkan, pemerintah provinsi juga sudah menjanjikan akan membantu sekitar 10 unit mesin pengering dengan kapasitas yang lebih besar untuk mendukung produksi kelor di Kufeu.

Pewarta : Aloysius Lewokeda
Editor : Kornelis Aloysius Ileama Kaha
Copyright © ANTARA 2024