Kupang (ANTARA) - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan kebakaran lahan yang sering terjadi di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) saat ini, disebabkan karena proses pembukaan lahan pertanian baru masih menggunakan sistem tebas bakar.

"Dari pantauan satelit Aqua Terra dapat kita lihat kejadian kebakaran lahan sangat sering terjadi di wilayah NTT. Kebakaran lahan ini sering terjadi akibat dari proses pembukaan lahan baru untuk kegiatan pertanian," kata Kepala Stasiun Meteorologi El Tari, Agung Sudiono Abadi kepada ANTARA di Kupang, Senin (23/9).

Dalam hubungan dengan itu, dia mengimbau masyarakat yang melakukan kegiatan pembakaran lahan untuk pertanian agar lebih berhat-hati.

Artinya, pergerakan api harus terus dipantau sehingga tidak merambat ke pemukiman penduduk yang dapat menimbulkan kerugian yang lebih besar, katanya.

Baca juga: Koq Karhutlah bisa terjadi di puncak Ile Mandiri?
Baca juga: Polisi tetapkan BHW sebagai tersangka dalam kasus karhutlah

Ia mengatakan, kasus kebakaran lahan di Kabupaten Sumba Timur yang merambat ke pemukiman penduduk, harus menjadi pelajaran bagi kita semua untuk lebih berhati-hati membakar lahan pada musim kering saat ini.

Berdasarkan catatan, pada awal September ini telah terjadi tiga kali kebakaran hutan yakni kebakaran hutan di pengundungan Molo Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), yang menghanguskan lahan sepanjang sekitar delapan kilometer.

Kebakaran lahan di Kabupaten Sumba Timur yang menghanguskan tiga rumah penduduk dan terakhir kebakaran di Gunung Ile Mandiri di Kabupaten Flores Timur.

"Jadi masyarakat NTT yang melakukan kegiatan pembakaran lahan agar berhati hati dalam proses pembakaran lahan, dan selalu dipantau pergerakan api agar tidak merambat ke pemukiman warga sehingga menimbulkan kerugian yang tidak diharapkan," katanya. 

Baca juga: Karhutlah di Ile Mandiri sudah reda
Baca juga: Gunung Ile Mandiri terkena dampak Karhutla

Pewarta : Bernadus Tokan
Editor : Laurensius Molan
Copyright © ANTARA 2024