Kupang (ANTARA) - PT Garam (persero) yang beroperasi di Desa Bipolo, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur membagi hasil kerja sama pabrik pengolahan garam di lahan seluas 304 hektare senilai Rp306 juta kepada pemangku tanah ulayat di Desa Bipolo.
Direktur Utama PT Garam (persero) Budi Sasongko ketika dihubungi ANTARA Kupang, Selasa (8/10), mengatakan bahwa dana bagi hasil itu diambil dari keuntungan produksi garam pada 2018.
"Tahun lalu produksi garam di Desa Bipolo mencapai 8.058 ton garam. Sesuai kesepakatan bersama, sebanyak 10 persen dari hasil penjualan garam itu dibagikan ke pemangku tanah ulayat," katanya.
Ia mengatakan bahwa realisasi penyerahan bagi hasil produksi 2018 itu sesuai dengan adendum perjanjian kerja sama (PKS) antara PT. Garam dengan pemangku tanah ulayat di desa Bipolo.
Baca juga: Artikel - Bisakah Indonesia jadi produsen garam?
Baca juga: Warga optimistis tambak garam di Nunkurus tingkatkan perekonomian
Bagi hasil 10 persen sebesar Rp306 jutaan itu kemudian kata dia dibagi kepada lembaga adat sebesar 1,5 persen atau setara dengan sekitar Rp46 juta, dan 1,5 persen untuk Sinode GMIT.
Demikian juga 1,5 persen untuk pemda setempat, sedangkan sisanya sebesar 5,5 persen atau setara dengan sekitar Rp168 juta untuk pemilik lahan ulayat. "Jumlah untuk pemilik lahan tentu lebih besar dari yang lain," ujar dia.
Budi menambahkan kehadiran PT Garam di tengah masyarakat memang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menghidupkan kembali lahan tidur.
Hal ini kata dia sesuai dengan harapan dari pemerintah bahwa kehadiran BUMN itu memang bertujuan untuk membantu dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Budi menambahkan produksi garam di Desa Bipolo pada 2019 mengalami peningkatan dari 8.058 ton menjadi 15 ribu ton.
Baca juga: Kata Presiden Jokowi, garam Nunkurus bisa menjadi garam Industri
Baca juga: Potensi tambak garam di Kabupaten Kupang capai 10.000 hektare
Direktur Utama PT Garam (persero) Budi Sasongko ketika dihubungi ANTARA Kupang, Selasa (8/10), mengatakan bahwa dana bagi hasil itu diambil dari keuntungan produksi garam pada 2018.
"Tahun lalu produksi garam di Desa Bipolo mencapai 8.058 ton garam. Sesuai kesepakatan bersama, sebanyak 10 persen dari hasil penjualan garam itu dibagikan ke pemangku tanah ulayat," katanya.
Ia mengatakan bahwa realisasi penyerahan bagi hasil produksi 2018 itu sesuai dengan adendum perjanjian kerja sama (PKS) antara PT. Garam dengan pemangku tanah ulayat di desa Bipolo.
Baca juga: Artikel - Bisakah Indonesia jadi produsen garam?
Baca juga: Warga optimistis tambak garam di Nunkurus tingkatkan perekonomian
Bagi hasil 10 persen sebesar Rp306 jutaan itu kemudian kata dia dibagi kepada lembaga adat sebesar 1,5 persen atau setara dengan sekitar Rp46 juta, dan 1,5 persen untuk Sinode GMIT.
Demikian juga 1,5 persen untuk pemda setempat, sedangkan sisanya sebesar 5,5 persen atau setara dengan sekitar Rp168 juta untuk pemilik lahan ulayat. "Jumlah untuk pemilik lahan tentu lebih besar dari yang lain," ujar dia.
Budi menambahkan kehadiran PT Garam di tengah masyarakat memang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan menghidupkan kembali lahan tidur.
Hal ini kata dia sesuai dengan harapan dari pemerintah bahwa kehadiran BUMN itu memang bertujuan untuk membantu dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Budi menambahkan produksi garam di Desa Bipolo pada 2019 mengalami peningkatan dari 8.058 ton menjadi 15 ribu ton.
Baca juga: Kata Presiden Jokowi, garam Nunkurus bisa menjadi garam Industri
Baca juga: Potensi tambak garam di Kabupaten Kupang capai 10.000 hektare