Kupang (ANTARA) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) mendeteksi, 65 titik panas (hotspot), di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Kepala Stasiun Meteorologi El Tari, Agung Sudiono Abadi di Kupang, Kamis, mengatakan titik panas tersebut tersebar di 16 kabupaten di provinsi tersebut.
"Berdasarkan analisis peta sebaran titik panas dengan pantauan satelit Terra, Aqua, Suomi NPP dan NOAA20 oleh LAPAN, diketahui bahwa ada 65 sebaran titik panas di wilayah NTT," katanya.
Sebaran titik api terbanyak di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU) yakni masing-masing 15 titik, disusul Kabupaten Manggarai enam titik dan Timor Tengah Selatan lima titik.
Baca juga: Karhutla akibat pembukaan lahan pertanian
Baca juga: Balai TN Matalawa gencar sosialisasikan bahaya karhutla
Agung Abadi menjelaskan, satelit akan mendeteksi anomali suhu panas dalam luasan satu km persegi pada suatu lokasi di permukaan bumi akan diobservasi 2-4 kali per hari.
Pada wilayah yang tertutup awan, kata dia, maka hotspot tidak dapat terdeteksi. Kekeringan dan hembusan angin yang kencang juga menjadi penyebab tidak langsung dalam sebaran suatu titik panas tersebut.
Citra satelit tersebut hanya menilai anomali reflekstifitas dan suhu sekitar yang diinterpretasikan sebagai titik panas (hotspot) dengan tingkat kepercayaan 80 persen.
Penyebab adanya anomali tersebut tidak dapat kami justifikasikan, apakah itu akibat budaya bakar lahan atau alasan lainnya, kata Agung Sudiono Abadi menambahkan.
Kepala Stasiun Meteorologi El Tari, Agung Sudiono Abadi di Kupang, Kamis, mengatakan titik panas tersebut tersebar di 16 kabupaten di provinsi tersebut.
"Berdasarkan analisis peta sebaran titik panas dengan pantauan satelit Terra, Aqua, Suomi NPP dan NOAA20 oleh LAPAN, diketahui bahwa ada 65 sebaran titik panas di wilayah NTT," katanya.
Sebaran titik api terbanyak di Kabupaten Kupang dan Timor Tengah Utara (TTU) yakni masing-masing 15 titik, disusul Kabupaten Manggarai enam titik dan Timor Tengah Selatan lima titik.
Baca juga: Karhutla akibat pembukaan lahan pertanian
Baca juga: Balai TN Matalawa gencar sosialisasikan bahaya karhutla
Agung Abadi menjelaskan, satelit akan mendeteksi anomali suhu panas dalam luasan satu km persegi pada suatu lokasi di permukaan bumi akan diobservasi 2-4 kali per hari.
Pada wilayah yang tertutup awan, kata dia, maka hotspot tidak dapat terdeteksi. Kekeringan dan hembusan angin yang kencang juga menjadi penyebab tidak langsung dalam sebaran suatu titik panas tersebut.
Citra satelit tersebut hanya menilai anomali reflekstifitas dan suhu sekitar yang diinterpretasikan sebagai titik panas (hotspot) dengan tingkat kepercayaan 80 persen.
Penyebab adanya anomali tersebut tidak dapat kami justifikasikan, apakah itu akibat budaya bakar lahan atau alasan lainnya, kata Agung Sudiono Abadi menambahkan.