Kupang (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur mendorong para kepala desa setempat untuk menggunakan sebagian dana desa yang diterima setiap tahun guna mengatasi persoalan stunting atau kekerdilan.
"Kami sudah ingatkan para kepala desa agar mengalokasikan sebagain dana desa untuk mengatasi stunting karena persoalan kekerdilan itu sangat serius di daerah ini," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi NTT, Sinun Petrus Panuk kepada ANTARA di Kupang, Kamis (24/10).
Sinun Petrus Manuk mengatakan hal itu terkait peran pemerintah desa dalam mengatasi persoalan stunting yang dihadapi masyarakat desa NTT saat ini.
Ia mengatakan, NTT masih pada peringkat pertama jumlah penderita stunting secara nasional dari 34 provinsi di Tanah Air.
"Jumlah penderita stunting terbesar di NTT yaitu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Jadi semua kabupaten di NTT termasuk tinggi populasi warga yang mengalami stunting," tegasnya.
Baca juga: Artikel - Mungkinkah daun kelor bisa mengatasi kekerdilan? Ini penjelasannya
Baca juga: Stunting menyerang 2.000 anak di Kota Kupang
Ia mengatakan, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat telah menargetkan NTT bebas stunting pada 2023 melalui upaya penangulangan dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kawasan pedesaan yang menjadi kantong kekerdilan.
Menurut dia, desa-desa yang tidak memiliki penderita stunting maka tidak perlu mengalokasikan dana desa untuk penangulangan stunting.
"Namun bagi desa-desa yang memiliki penderita stunting maka diwajibkan untuk mengalokasikan dana desa untuk mengatasi stunting sehingga target pemerintah NTT bebas stunting tahun 2023 bisa terwujud," tegas Sinun Petrus Manuk.
Dikatakannya, desa-desa yang memiliki penderita stunting yang cukup banyak mengalokasikan dana desa sebesar Rp100 juta untuk pembangunan sektor kesehatan.
"Kami wajibkan setiap desa mengatasi stunting sehingga masalah stunting bisa teratasi dengan baik hingga tahun 2023," jelas Sinun Petrus Manuk.
Dana desa desa itu digunakan untuk kegiatan pemeriksaan kesehatan, pengadaan makanan tambahan bergizi, pemeriksaan ibu hamil sebagai upaya mencegah dini terhadap adanya kelahiran bayi yang menderita stunting.
Baca juga: 80 desa di Timor Tengah Utara jadi kantong kekerdilan
Baca juga: Lipsus - Gizi buruk dan Stunting yang terus melanda
"Kami sudah ingatkan para kepala desa agar mengalokasikan sebagain dana desa untuk mengatasi stunting karena persoalan kekerdilan itu sangat serius di daerah ini," kata Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa Provinsi NTT, Sinun Petrus Panuk kepada ANTARA di Kupang, Kamis (24/10).
Sinun Petrus Manuk mengatakan hal itu terkait peran pemerintah desa dalam mengatasi persoalan stunting yang dihadapi masyarakat desa NTT saat ini.
Ia mengatakan, NTT masih pada peringkat pertama jumlah penderita stunting secara nasional dari 34 provinsi di Tanah Air.
"Jumlah penderita stunting terbesar di NTT yaitu Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU). Jadi semua kabupaten di NTT termasuk tinggi populasi warga yang mengalami stunting," tegasnya.
Baca juga: Artikel - Mungkinkah daun kelor bisa mengatasi kekerdilan? Ini penjelasannya
Baca juga: Stunting menyerang 2.000 anak di Kota Kupang
Ia mengatakan, Gubernur NTT, Viktor Bungtilu Laiskodat telah menargetkan NTT bebas stunting pada 2023 melalui upaya penangulangan dengan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di kawasan pedesaan yang menjadi kantong kekerdilan.
Menurut dia, desa-desa yang tidak memiliki penderita stunting maka tidak perlu mengalokasikan dana desa untuk penangulangan stunting.
"Namun bagi desa-desa yang memiliki penderita stunting maka diwajibkan untuk mengalokasikan dana desa untuk mengatasi stunting sehingga target pemerintah NTT bebas stunting tahun 2023 bisa terwujud," tegas Sinun Petrus Manuk.
Dikatakannya, desa-desa yang memiliki penderita stunting yang cukup banyak mengalokasikan dana desa sebesar Rp100 juta untuk pembangunan sektor kesehatan.
"Kami wajibkan setiap desa mengatasi stunting sehingga masalah stunting bisa teratasi dengan baik hingga tahun 2023," jelas Sinun Petrus Manuk.
Dana desa desa itu digunakan untuk kegiatan pemeriksaan kesehatan, pengadaan makanan tambahan bergizi, pemeriksaan ibu hamil sebagai upaya mencegah dini terhadap adanya kelahiran bayi yang menderita stunting.
Baca juga: 80 desa di Timor Tengah Utara jadi kantong kekerdilan
Baca juga: Lipsus - Gizi buruk dan Stunting yang terus melanda